Memasak: Antara Bukti Cinta dan Terapi Jiwa

Oleh retno erlina pada Rabu, 17 April 2019
Seputar Do-It-Yourself
Memasak: Antara Bukti Cinta dan Terapi Jiwa

Seperti kebanyakan ibu bekerja lainnya, setiap hari saya hanya memiliki sedikit untuk dihabiskan bersama suami dan anak-anak. Berangkat pagi hari di saat anak-anak baru bangun tidur atau malah masih nyenyak tidur menyisakan rasa bersalah di hati. Inginnya bercengkrama bersama anak-anak sampai mereka benar-benar siap bangun dan beraktivitas.

Untuk mengurangi rasa bersalah karena saya tidak bisa hadir di setiap aktivitas mereka, setiap subuh saya menyiapkan sendiri sarapan dan makan siang. Sejak MPASI si Kakak dan Adik, saya usahakan semua makanan diproses oleh tangan saya sendiri. Banyak doa yang saya lafalkan ketika menyiapkan makanan (semoga mereka suka masakannya, semoga mereka makannya banyak ketika saya tinggal kerja, semoga mereka sehat dan pintar) dan banyak cinta yang ditaburkan pada masakan. Berharap mereka merasakan kehadiran saya, meskipun saya tak ada bersama mereka.  



Seiring bertambahnya usia mereka, tugas seorang ibu selalu bertambah juga ya. Seminggu tiga kali, selain rutinitas menyiapkan sarapan dan makan siang, saya mempunyai tugas tambahan menyiapkan bekal sekolah si Kakak yang sudah mulai masuk playgroup. Saya pun mengikuti instagram dan WA grup yang khusus membahas tentang bekal makanan. Saya jadi mendapatkan banyak ide dan ilmu dari teman-teman. Tantangan demi tantangan membuat saya mau tidak mau mencoba banyak resep baru sesuai dengan tema mingguan. Saya juga ikut bersemangat menyiapkan bekal dan tidak mati gaya saat mencari ide masakan. Walaupun saya masih sering kurang bagus saat penyajian, menata bekal seadanya, sering tidak sempat mendokumentasikan bekal karena harus buru-buru berangkat mengejar jadwal kereta. 

Saat butuh hiburan, saya pun minta izin suami untuk menghabiskan waktu di dapur. Saya suka iseng membuat kreasi masakan, walaupun bukan untuk bekal. Biasanya anak-anak akan dijaga oleh suami agar tidak mengganggu saya yang sedang butuh me time. Memasak jadi semacam terapi jiwa bagi saya, agar tetap waras dan bahagia. Bu RT yang sudah 30 tahun berumah tangga pernah berkata, "Neng, bahagia memasak saat anak-anak masih keci. Mereka makan semua yang tersaji di meja makan. Saat mereka besar, sudah banyak maunya, sudah masak A, malah pengin beli makanan B."

Karena itulah saya menikmati sekali kerepotan memasak ini, saya tidak akan melewatkan masa-masa ini dengan membuatkan berbagai jenis makanan agar mereka tidak jadi pemilih makanan dan menyukai berbagai jenis makanan. Walaupun saya pernah membuat piza yang gosong, pai susu yang kebanyakan mentega sehingga cepat remuk, dan tak terhitung berapa banyak makanan yang kemanisan atau keasinan. Untungnya zaman sekarang ini banyak sekali resep-resep dan tips memasak yang bisa kita dapatkan di dunia maya. 

Kebiasaan menyiapkan bekal ini pun membuat ketagihan. Bahkan suami yang setiap hari juga dibawakan bekal sampai bertanya, "Tema bekal minggu ini apa? Kita belanja apa ya?" Semoga kebiasaan saya ini bisa juga menginspirasi urban mama di sini. 

4 Komentar
Retno Aini
Retno Aini January 5, 2018 2:38 pm

Setujuuu... masak2 menyiapkan makanan & bekal itu memang terapi jiwa :D seumur2 sebelum nikah, saya blasss nggak bisa masak. Begitu nikah & dibawa merantau, satu2nya hiburan malah belajar masak hidangan Indonesia. Tapi suami yang dimasakin jadi senang (katanya sih enak... katanya ya), anak pun hepi dibikinin bekal enak2. Ini juga jd pembuktian diri buat saya, akhirnya cewek tomboy ini bisa juga masak (agak) enak :P

Cindy Vania
Cindy Vania December 17, 2017 9:21 am

Bekalnya lucu-lucu banget!
Rasanya puas yaa kalau masakan sendiri habis dilahap sama anak-anak :))

dieta hadi
dieta hadi December 15, 2017 10:22 am

wahhh keren dan lucu banget bekalnya, kreatif banget, anak-anak pasti seneng banget ya mama

ninit yunita
ninit yunita December 14, 2017 9:26 am

awww... lucu-lucu deh bekal makanannya si kecil. pasti si kecil seneng yaaa tiap kali buka bekal makannya dan langsung inget mama :')