Setiap ibu di Indonesia sudah seharusnya sadar bahwa masalah gizi buruk tidak hanya terjadi di daerah-daerah terpencil dan disebabkan faktor kemiskinan saja. Bahkan di sebuah rumah sakit swasta di jantung metropolitan dengan mayoritas pengunjungnya ekonomi menengah atas, kadang masih bisa dijumpai kasus gizi buruk. Tentu saja penyebab utama kasus gizi buruk di metropolitan bukan karena masalah ekonomi saja, melainkan yang terpenting juga adalah kurangnya pengetahuan mengenai gizi keluarga, terutama di kalangan ibu.
Kasus gizi buruk di kota besar ini umumnya berupa malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder adalah gangguan peningkatan berat badan atau gagal tumbuh (failure to thrive) disebabkan adanya gangguan di sistem tubuh anak. Agak berbeda dengan penyebab gizi buruk di pedesaan atau daerah miskin, yang sering disebut malnutrisi primer karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan.
MALNUTRISI PRIMER
Gejala klinis malnutrisi primer bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering ditemui pada balita, terutama usia 9 bulan hingga 5 tahun, meskipun dapat ditemui juga pada anak lebih besar.
Pertumbuhan terganggu ini dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas berkurang, pertumbuhan tulang (maturasi) terlambat, rasio berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktivitas berkurang, tak jarang diikuti gangguan kulit dan rambut. Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya anak tampak sangat lemah, harus sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati. Anak sering rewel, cengeng dan banyak menangis. Pada stadium lanjut yang lebih berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak, sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf, Pertumbuhan sel-sel otak baru dan mielinasi sel otak juga terganggu, pada gilirannya ini berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat. Kematian mendadak dapat terjadi karena gangguan otot jantung.
MALNUTRISI SEKUNDER
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak. Tetapi karena gangguan fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, gangguan metabolisme, gangguan kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain.
Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, tetapi di negara maju rata-rata terjadi 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat 30 juta anak, maka diduga 300.000 – 500.000 anak menderita kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Bila di Jakarta terdapat 1 juta anak maka sekitar 10.000 – 50.000 anak mengalami kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus tersebut bila tidak ditangani dengan baik akan jatuh juga dalam kategori gizi buruk.
Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya kesulitan makan atau gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama. Gejala klinis gangguan saluran cerna yang harus dicermati adalah gangguan Buang Air Besar (sulit atau sering BAB), BAB berwarna hitam atau hijau tua, sering nyeri perut, sering muntah, mulut berbau, lidah sering putih atau kotor. Gejala lain yang menyertai adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak disertai kulit kering dan sangat sensitif. Berbeda pada malnutrisi primer, pada malnutrisi sekunder anak tampak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Gejala berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
CARA PENANGANAN
Secara medis, penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit karena harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Masukan data yang didapat harus cermat dan lengkap untuk menentukan apakah malnutrisi primer atau sekunder. Data yang ada harus didukung status medis, status ekonomi, pendidikan dan sosial yang akurat. Contohnya, pada keluarga tukang ojek ditemukan satu anak gizi buruk, tapi di rumah yang sama, adiknya memiliki status gizi baik, karena itu jangan langsung divonis kurang gizi akibat kemiskinan.
Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan, karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi, melainkan juga karena kurangnya pengetahuan dan pendidikan. Tuga kita sebagai ibu untuk mempelajari dan memberi gizi terbaik bagi putra-putri kita.
Artikel diambil dari
sini
Gambar diambil dari
http://nutrisiuntukbangsa.org/