izin mengaktifkan thread ini sekalian curcol :).
Sejak ilyasa anakku mulai bisa jln (boy, usia 1 thn), sudah kelihatan kalau energinya seperti ga ada habisnya. Waktu itu banyak saudara (terutama yang sudah berpengalaman membesarkan anak, seperti Om/Uwa) dan juga tmn kantor (yg rata2 sudah senior umurnya) yang memberitahu aku kalau sepertinya anakku tipikal anak yang hyperaktif. Menurut mereka, biasanya anak laki2 yang hyperaktif akan ada kecenderungan untuk telat bicaranya karena masalah konsentrasi/fokusnya.
Dan setelah larinya mulai lancar, memang bener2 butuh kesabaran menghadapi ilyasa. Dari mulai ngoprek/ngacak2 segala barang, jalan/lari kesana-kemari, loncat2, pokoknya bisa diam hanya waktu bobo saja. Itupun kalau bobok malam pasti ada sesi nangis2 hebohnya yang baru kelar setelah umurnya 2,5 tahun.
Waktu dia mulai bertambah kosakatanya diumur 22 bulan, kuamati hobby jalan2 dan lari kesegala penjurunya mulai berkurang.
Aku pernah membawa ilyasa ke klinik anak berkebutuhan khusus untuk dilakukan assessment lebih lanjut seperti saran dokter anak yang kami kunjungi sebelumnya. Dan sebagian besar jawaban mereka (krn yang mengobservasi 4 orang), anakku memang hyperaktif, tapi masih dalam tingkat cukup hyperaktif, tapi tidak mengarah (amin, semoga saja benar) ke attention defisit (ADHD).
Skrg setelah ilyasa 2.7 bulan, untuk masalah konsentrasi sdh lumayan. Sudah bisa diajak duduk diam baca buku, makan&minum susu sambil duduk manis sampai makanan/minum susunya habis, duduk nyanyi bareng dll, dulu mah boro2...
Sd skrg, yang paling sering bikin konsentrasinya ter-distract adalah TV, terutama kalau sedang tayangan iklan. Wah, ilyasa bisa heboh loncat-loncat, niruin omongan dan gerakan iklan. Sekarang malah lagi hobby loncat2 di sofa, bikin bapak dan mama mertua sport jantung. Kalau masalah TV, aku menyiasatinya dengan lebih sering nonton ke TVRI, krn aman, ga ada iklannya, jd dia ga terlalu aktif. Tapi ga selamanya juga seharian nonton TVRI, bosen juga :).
Selain TV, hal yang bikin dia heboh adalah kalau ada tamu di rumah. Wah, dia pasti heboh pingin ngajak main dg si tamu. Disisi lain aku senang juga sih anakku tipikal yang gampang bergaul, tapi kalau tamunya anak yang masih bayi/anak kecil lain yang sedang tidak mood diajak anakku main karena baru sekali bertemu (biasalah anak kecil), kadang ga enak hati juga pada ortunya krn kesannya anakku malah mengganggu anaknya.
Masalah lain adalah kalau badanku lagi capek/tidak fit dan ilyasa batere-nya masih seperti 100 watt, aku jadi cenderung gampang emosional ke dia. Skrg kalau kondisi begitu, aku suka bawa masuk dia ke kamar, kusetelin lagu anak, kukasih buku, puzzle, atau mainan baru yang bisa buat dia duduk diam sejenak dan aku bisa istirahat barang sebentar.
Punya anak hyperakif memang menguras banyak tenaga, tapi bapak mertua sering mengingatkan aku untuk bersyukur, drpd anak kita tipikal yang diam, justru harus khawatir kalau kasusnya seperti itu. Iya jg sih, kalau ilyasa sdg tidur/sakit, jadi sering merasa bersalah kalau hari itu aku kurang sabaran ke dia.
Ttg penyebab hyperaktif sendiri, aku pernah baca krn faktor genetik dan juga stress ketika hamil. Menurut mertua, suamiku waktu kecilnya memang yang paling aktif jika dibandingkan dg 3 orang kakak laki2nya yang lain. Dan juga waktu hamil trimester pertama aku memang sempat stess krn masalah kerjaan, kerja di kontraktor yang dikejar2 deadline.
Kalau diet makanan untuk mengurangi hyperaktifnya, so far tidak pernah kulakukan. Krn kebetulan ilyasa juga tdk ada alergi susu. Kalau masalah
sugar rush, aku tidak yakin sih itu penyebabnya walaupun anakku minum susu UHTnya jenis yang sudah ditambah perasa+pemanis, krn sejak masih full ASIpun dia sudah sangat aktif.
Skrg harapanku sih smg aku bisa jadi ibu yang lebih sabar dalam menghadapi keaktifannya, ilyasa tidak menyusahkan guru di kelas krn keaktifannya (rencananya bulan depan dia mulai sekolah di playgroup), dan smg seiring bertambahnya umurnya keaktifan dan penyaluran tenaga/energinya nya bisa diarahkan ke hal yang lebih positif lainnya.