Hidup di komplek dengan posisi rumah saling berdekatan, membuat berbagai macam kejadian selalu terdengar dan terlihat setiap waktu. Kebetulan tetangga depan rumah kami seringkali ribut antara kakak beradik, ditambah lagi suara orangtuanya yang keras melerai perkelahian kecil tersebut. Bertambah berisik. Hampir setiap saat seperti itu. Ada rasa jengkel dan gemas setiap kali melihat kondisi tersebut, ada apa sebenarnya yang terjadi? Apa penyebabnya? sehingga tidak ada keselarasan dan keharmonisan dalam keluarga tersebut.
Love us forever!
Melihat kondisi seperti itu, justru muncul sebuah pelajaran dan ide yang berkecamuk dalam pikiranku. Hal itu harus diperbaiki dan tidak boleh terjadi di dalam keluargaku. Aku merasa diri ini harus berperan menjadi ujung tombak tumbuhnya kedamaian hidup berkeluarga. Ingin kedua buah hatiku tumbuh cerdas. Bukan hanya kecerdasan berhitung, membaca, menulis, bernyanyi, dan sebagainya, akan tetapi anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi dan keseimbangan sosial sejak dini. Memiliki kepedulian antar bersaudara. Membentuk akhlak dan perilaku yang cerdas. Semua itu harus perlu bimbingan yang tepat.
Selalu bersama
Salah satu langkah awal yang kulakukan yaitu berusaha sabar, adil, dan tidak membeda-bedakan kepentingan anak. Selalu memberikan peluang kebersamaan antar bersaudara. Sejak kelahiran adiknya, Shidqi (usia 6th) selalu kuajak turut serta menemani dan menyayangi hingga mereka bisa saling berinteraksi. Aku upayakan apapun harus selalu bersama. Makan, minum, bermain, membereskan mainan, sikat gigi, belajar sholat, bahkan tidur.
Suatu kali pernah terjadi keributan kecil, bukan menyalahkan sang kakak, akan tetapi aku mencari apa penyebab hal itu terjadi. Menasihati dengan kalimat sederhana, lalu menuntun mereka untuk mau saling memaafkan, bersalaman, bahkan berpelukan demi melunakkan keegoisan. Kebiasaan mengucap kata minta tolong, terimakasih, dan maaf adalah menu wajib yang harus terus dilatih, agar tumbuh sopan santun dan tidak tertumpuk rasa kesal bahkan menjadi dendam. Jika pribadi baik itu mulai muncul pada diri Shidqi, aku meyakini Selma pun akan mengikuti contoh dari kakaknya itu.
Let's learn, dek!
Seiring bertambah usianya, imajinasi Shidqi terus berkembang. Sedari kecil sering kubelikan bermacam-macam buku dan dibacakan berbagai cerita dongeng. Senangnya bukan main. Selain suka mewarnai, kini dia pun telah pintar membaca. Adik Selma (usia 2.5th) pun sering dibacakan buku, majalah, bahkan koran olehnya, sering diajak mencoret-coret gambar, juga bermain komputer. Shidqi sangat menyukai segala yang berhubungan dengan kereta, koleksi mainan dan majalah keretanya cukup banyak. Maklumlah karena rumah kami memang dekat dengan stasiun kereta, dia sangat mengagumi saat melihat wujud kereta yang kokoh. Dia bercita-cita menjadi masinis.
Pernah suatu hari dia berkhayal dan berkata kepadaku, “Bunda, kalau besar nanti Shidqi mau jadi masinis di Eropa”.
“Wow, asyik dong. Nanti bisa ajak ayah dan bunda. Tapi kenapa harus di Eropa?” tanyaku.
“Iya Selma juga diajak. Supaya Shidqi bisa bermain salju berdua adek. Di Indonesia kan tidak ada salju, jadi Shidqi maunya di luar negeri saja,” jawabnya sambil tetap serius menarik gerbong kereta miniaturnya.
Terharu dan bahagia mendengar perkataannya itu. Setidaknya dia telah memiliki emosional yang baik, menyayangi dan dapat membimbing adiknya kelak.
Kami berharap mereka akan selalu pintar, rukun, dan damai. Pastinya bukan hanya contoh perilaku yang baik dari kedua orangtuanya, akan tetapi juga memberikan asupan makanan dan vitamin yang cukup sebagai pendukung agar mereka selalu sehat. Takaran yang sangat pas untuk mendukung kesehatan tubuh dan membuat otak anak bekerja lebih baik, sehingga otomatis meningkatkan dayatangkap anak dalam belajar. Anak yang sehat pasti akan tumbuh jiwa yang kuat dan cerdas.
Bagaimana dengan anda mama?