Dear Moderators,
Saya ngga tau harus posting di bagian mana... akhirnya saya masukin ke general parenting aja. Kalau kurang tepat mohon dipindahkan ya.
Mamas dan Papas,
Tahu dong kisah si Dinda yang saking sebelnya sama ibu hamil yang minta tempat duduk sampe misuh-misuh di Path (dan sekarang doi terkenal)? Saya gatel pengen komen cuma ngga tau mau komen apa.
Ceritanya gini.
Beberapa hari sebelum si Dinda itu posting, saya dan teman-teman sesama Ibu-Ibu terperangkap percakapan yang sama. Soal tempat duduk di kereta. Saya bukan pengguna CL (Commuter Line) walau teman gaul saya rata-rata adalah ibu-ibu berkereta. Namun terjadi debat antara ibu-ibu: kalo ada ibu hamil, kasih kursi apa ngga?
Ini ibu-ibu loh.
Dan separo ngga setuju dengan alasan capek karena mereka (yg rumahnya bogor bekasi, tangerang dll) sudah bangun jauh lebih pagi dan desak-desakan lebih lama, trus begitu sampe Tanah Abang, harus give up tempat duduk ke Ibu hamil yang baru aja naik, padahal si Ibu hamil hanya naik 2 stasiun. Again, ini ibu-ibu yang sudah pada punya anak... beberapa anaknya lebih dari satu dan mengalami hamil yang ngga enak alias mual-mual. Dan mereka ternyata keberatan merelakan tempat duduk yang sudah didapat dari subuh itu kepada 'rekan'nya yang sedang hamil.
Saya jadi mikir. Saya pernah sekali dua kali naik CL dan penuhnya emang Oh My God bikin pengen naik taksi aja tiap pergi. Dan saya pernah naik kereta di Eropa, di KL, di Singapore... ya menurut saya sama. Yang RELA kasih tempat duduk ya kasih. Yang NGGA RELA ya misuh-misuh, manyun kalau terpaksa berdiri atau pura-pura tidur.
Saya lempar kasus ini ke anak saya si Andrew (7th) jawabannya simpel: "Kasihan dong, Ma. Dia bawa bayi di perut berat masa dia berdiri." Anak saya tipe yang bakalan berdiri kalau lihat ada orang tua naik kereta/busway dan butuh tempat duduk. Saya juga. Tapi kalau pake alasan capek, saya sebagai org yg pernah terjebak di kekacauan gerbong kereta Bogor-Jakarta, maklum banget dengan alasan egois para penumpang.
Jadi, menurut para Mamas dan Papas di sini, yang seharusnya dilakukan tuh gimana?
Saya sih akan tetap mencontohkan yang terbaik untuk anak saya: empati dengan memberikan kursi.
Ruth Nina (Mama Dudu)
Pekerja Kantoran
Penulis Cerita di
http://andrewandme.blogspot.com/
Pengumpul info lomba anak di
https://www.facebook.com/PfenixLombaAnak
Harlequin24, hai Ruth.., pas banget tulisannya, selain memang lagi banyak dibicarakan, hal ini juga menjadi perhatian khusus bagi para ibu terutama saya yang agak cemas dengan perkembangan empati anak-anak. Mudah2an lewat thread ini kita bisa saling berbagi juga mengenai cara menanamkan empati kpd anak2 dan org2 sekitar dengan memberikan contoh yang baik.
Btw, judul topiknya saya ubah ya, agar lebih sederhana dan umum di mana kita bisa berbagi apa pun tentang hal-hal yang berbau empati.
Saya mau komentar soal cerita Ruth tentang ibu-ibu yang keberatan untuk ngasih tempat duduknya ke ibu hamil yang baru naik di stasiun Tanah Abang itu. Jujur aja, saya pikir itu hal yang manusiawi. Merasa capek dan perlu perjuangan lebih untuk bisa dapat tempat duduk, eehhhh tau2 ada ibu yang 'enak-enakan' naik dari tengah2 dan berharap dikasih tempat duduk. Saya pun kadang punya perasaan yang sama di beberapa kesempatan, TAPI, sebagai manusia yang punya empati, ya kita memang harus melawan rasa egois itu, apalagi yang kita kasih kursi adalah orang yang membutuhkan. Jadi wajar kalau ada perasaan nggak rela, tapi tetep harus ngasih, kan? karena kalau nggak ngasih itu akan berlawanan dengan hati nurani kita juga. Dan ibu2 yang 'enak-enakan' naik dari stasiun tanah abang ini bukan ibu2 'biasa' lho, tapi ibu2 yang sedang HAMIL. Apakah itu nggak cukup jadi alasan? jadi tanpa bermaksud kasar, saya sangat tidak setuju dengan apa pun alasan dari orang-orang yang menolak memberikan kursinya kepada ibu hamil, orang tua renta, dan orang sakit.
Sekarang saya mau bercerita soal pengalaman saya di bis umum, namun bukan soal berbagi kursi. Suatu hari, saat saya pulang kerja dan sedang tidak naik kendaraan sendiri, saya naik bis Patas AC menuju Depok. Bis tersebut seperti biasa cukup penuh sehingga beberapa orang berdiri termasuk saya. Di tengah perjalanan, seorang wanita muda naik. Saat wanita itu masuk, si kenek tiba2 berteriak, "ehh, elu lagi!, ngapain naek bis gw?!" si wanita muda terkejut tapi tetap naik dan berdiri agak jauh dari saya. Sepanjang perjalanan si kenek sibuk mem-bully si wanita muda ini. "Heh, cewek sombong, turun nggak?"
"Ini kan bis umum, gw bayar, kenapa harus turun?," jawab si wanita kesal namun terlihat matanya sudah mulai berkaca2. "Ini bis gw tau!, turun nggak?!!" si wanita lalu menelepon, seperti sedang bicara dengan pacarnya, setengah menangis. Si kenek kembali bikin ulah, "hey, panggil sini pacar lo, gw nggak takut. Sini, biar gw injek2 kepalanya!." Yak! darah saya mendidih. Sudah sejak tadi saya menahan kesal, namun berharap situasi tersebut akan berakhir, tapi sudah sampai di jalan tol pun si kenek masih sangat kasar, memaki-maki dan menyuruh turun, dan yang membuat saya sangatttt sedih dan marah adalah, tak satu orang pun, terutama laki-laki yang bereaksi menghentikan pertengkaran tersebut. Kalau perempuan okelah masih takut karena si kenek bertubuh besar dan bertampang sangar. Tapi plis deh, cowok2 itu kebayang gak sih kalau yang mengalami hal itu adalah pacarnya, istrinya, adiknya, atau anak perempuannya?
Akhirnya saya memberanikan diri menegur si kenek dengan cara baik-baik, "bang, udah dong, kasian si mbak itu"
"dianya duluan sih mba, sombong, sok cantik, bla, bla, bla..," jawab si kenek dengan nada penuh hinaan. "Ya, tapi udah dong," kata saya lagi. Eh, bukannya berhenti, si kenek malah terus mengata2i si wanita muda itu. Saya langsung berkata dengan tegas, dan tetap berusaha tidak terbawa emosi, "bang, bisa diem, ngga?!," si kenek agak kaget dengan intonasi suara saya, namun alhamdulillah dia langsung berhenti mem-bully si wanita tersebut meski pun masih ngedumel2 nggak jelas.
Wanita muda yang tadi berdiri agak jauh dari saya langsung mendekati saya setelah si kenek diam. Dia berucap, "terima kasih, ya, mbak," duhhh.. saya ingin semua orang di bis tersebut, terutama yang laki-laki, merasa 'tertampar' dengan adegan tersebut. Ya, mungkin ada yang berpikir saya sok pahlawan atau apalah, tapi terserah apa kata orang, intinya saya tidak bisa melihat orang diperlakukan seperti itu dan diam saja.
Selama sisa perjalanan ke Depok, si mbak ini bercerita bahwa awal mulanya ia berseteru dengan si kenek adalah karena masalah sepele, saat diminta ongkos bis, ia memberikan uang 50ribu dan si kenek bertanya, "nggak ada uang kecil, mbak?," dan dia menjawab ,"nggak ada, uang saya 50ribuan semua," nahhhh..itulah momen kenapa si kenek merasa bahwa si mbak ini sombong dan sok kaya. Si mbak berkata jujur dan si kenek malah merasa si mbak pamer. Halahhh...
Jiahh..panjang banget ya curhatan saya ;)
Yuk, ada lagi yang mau berbagi soal empati?
twitter and IG: @zataligouw
Blog :
http://www.zataligouw.com/