“It takes a village to raise a child,” demikian ujar pepatah lama dari Afrika, yang banyak dikutip pendidik seluruh dunia. Kali ini saya ingin berbagi cerita tentang seorang teman kuliah saya, yang artinya ia adalah mahasiswa program pascasarjana yang merangkap menjadi seorang guru dan juga seorang ibu (luar biasa!); yang melibatkan “orang sekampung” untuk membantu anaknya gemar membaca.
Linda, teman saya itu, mempunyai dua orang anak, Millie (kelas 2 SD) dan Brian (3 tahun). Suatu hari saya dan dua orang teman kuliah lainnya berkunjung ke rumah Linda, tujuannya untuk mengerjakan tugas, tetapi kegiatan yang jauh lebih seru adalah belajar dari Linda bagaimana ia dan suaminya memotivasi anak-anaknya untuk membaca, sambil pelan-pelan membuat mereka jatuh cinta pada sains.
Setelah tugas kelompok selesai, Linda memanggil kedua anaknya dan mengatakan dengan penuh antusias: “Gimana kalau kalian kasih liat teman-teman Mama koleksi buku kalian?”
Brian semangat, “Okay!” jawabnya cepat. Tetapi Millie justru lebih hati-hati, “Memangnya mereka suka buku?” tanyanya dengan suara pelan. Millie sepertinya khawati, dan menurut Linda, Millie mulai khawatir ia dicap nerd karena suka membaca.
“Mil, banyak orang yang suka buku. Justu yang aneh adalah kalau orang tidak suka baca buku,” timpal Linda kalem, tapi benar-benar jempolan.
Kamipun dipandu Millie dan Brian ke kamar belajar/bermain mereka. Millie masih ragu-ragu sementara Brian sudah sibuk mengeluarkan beberapa buku kesayangannya dari rak. Walaupun ia belum bisa baca, Brian tidak malu-malu menceritakan isi buku kesayangannya kepada kami.
Millie lebih terstruktur menjelaskan koleksinya, dimulai dengan menceritakan bagaimana buku-bukunya disusun. Pelan-pelan Millie mulai lebih percaya diri ketika kami mulai bertanya berbagai hal seputar koleksinya. Ia juga memperlihatkan beberapa buku karyanya sendiri.
Millie dan Brian membuat satu kategori unik untuk buku mereka, yaitu buku-buku yang kurang disuka dan siap untuk dijual di garage sale atau ditukar dengan buku milik temannya. Ketika ditanya mengapa tidak suka buku-buku tersebut, Millie tidak kesulitan menjawab. Alasannya bisa sangat unik, misalnya: “Saya tidak suka buku ini karena harusnya ending-nya bisa lebih baik...” Tentu saja saya kagum dengan kemampuannya untuk menjelaskan banyak hal, termasuk memberikan analisis tentang buku koleksinya.
Sepanjang Millie dan Brian heboh bercerita, Linda sibuk di dapur sambil sesekali menanggapi obrolan kami. Ia tidak berada di dalam ruangan, dan Linda menjelaskan bahwa itu memang bagian dari strateginya. Jika ada tamu, Linda selalu memancing supaya anak-anaknya lah yang memperlihatkan koleksi buku mereka kepada para tamu. “Saya jaga jarak supaya tidak terlihat seperti supervisor mereka,” kata Linda.
“Kadang saya brief dulu tamunya, karena tidak semua tamu mengerti tujuan saya. Jadi sebelum Millie dan Brian saya panggil, saya minta tamu-tamu saya untuk bertanya ke anak-anak tentang buku mereka: mana yang paling seru, seram, lucu, dan sebagainya. Dan saya minta mereka untuk tidak terlalu mengkritisi anak-anak ketika misalnya mereka lupa isi ceritanya. Satu hal yang saya tekankan ke tamu-tamu itu: "Tolong bantu saya ajari mereka suka baca buku, ya.”
Linda juga cerita, bahwa kalau yang berkunjung adalah teman dekat atau keluarga besar, ia suka jahil, menyuruh Brian untuk minta dibacakan oleh tamu tersebut. Biasanya tiap orang mempunyai gaya bercerita yang beda-beda, sehingga Brian suka meminta orang berbeda untuk membacakan bukunya.
Linda atau suaminya sering membahas buku dengan cara yang unik. Misalnya ketika ia sedang masak, ia bertanya pada Millie: bagaimana kira-kira jika Clementine (salah satu tokoh dalam buku cerita koleksi Millie) diundang makan malam, sukanya makan apa dan kehebohan apa yang akan terjadi? Linda mengembangkan imajinasi Millie, jauh dari apa yang ia tertulis dalam buku.
Satu ide seru dari Linda dan suaminya adalah pesta ulang tahun Millie. Linda biasanya meminta orang tua (kakek dan nenek Millie) dan juga sahabat-sahabat Linda untuk memberi kado berupa buku. Tetapi Linda membiarkan teman-teman Millie memberi kado apa saja, karena Linda tidak mau terlalu merekayasa (dan jadi lebay) yang akibatnya Millie malah jadi tidak berminat lagi membaca. Yang uniknya, pesta tersebut bertema tokoh dalam buku. Teman-teman Millie dan keluarga besar datang dengan kostum tokoh dalam buku, seperti halloween saja. Dan siapa yang bisa mengutip isi bukunya masing-masing satu kalimat saja, dapat goodie bag. Linda pun memperlihatkan kami topi Cat in the Hat yang dipakainya di pesta si sulung.
Ah, Dr. Seuss memang tidak salah, dengan buku kita bisa bertualang. “Oh the places you’ll go!”.
*image dari www.independent.co.uk
quin baru py bbrp buku,buku jadi pancingan mengawali tidur siang'y biar g berontak.. TFS
TFS mama, nice article ;)
nisa, TFS yaah..sm kyk mama2 lainnya, pengen anaknya suka baca. Kebetulan ponakanku, cowok kelas 1 SD, udah mahir baca sejak 3 thn krn curiousitynya, dan smp skarang kalo bangun tidur bukan nyari sarapan tp langsung baca buku...smp saat ini cara gw msh sama, bacain 1 cerita sblm anak2 tidur, mampir toko buku kl weekend, moga2 aja cara ini bisa berhasil nantinya
love this article so much,, kebetulan gue maniak banget baca (meanwhile suami baru liat cover buku aja bisa langsung tidur) dan pengen banget supaya sachie suka baca, so, dari usianya 3 bulan, gue udah mulai beli buku, dan gue bacain tiap saat, dengan tips ini mudah-mudahan sachie ngikut gue ya hobinya..
meminta kado buku dari kakek nenek yah..noted! :)
thanks article-nya, lagi mencoba menumbuhkan minat baca ke anakku.. dulunya saya juga mengkoleksi buku banyak banget, sayang ga dirawat, jadi jelek-jelek dan udah ga komplit halamannya.. :( hiks, buku jaman dulu kayak noddy masih ada gak yah sekarang..