Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan kiriman buku berjudul ParenThink langsung dari penulisnya. Saya sudah mengetahui buku ini dari akun media sosial penulisnya, Mona Ratuliu. Dari judulnya saja cukup eye-catching bagi saya, kita sebagai orang tua diajak berpikir dalam menjalani kehidupan bersama keluarga, terutama anak-anak. Buku setebal 178 halaman ini ditulis dengan gaya santai dan ringan, seolah-olah sang penulis sedang bercerita dengan para pembacanya.
Buku ini diawali dengan 'curhatan' Mona mengenai hubungannya dengan putri pertamanya, Mima. Bayangkan, anak berusia 6 tahun saja sudah punya pikiran untuk minggat dari rumah karena merasa tidak nyaman dengan bundanya. Kondisi inilah yang akhirnya membuat Mona dan suami, berpikir ulang soal pola asuh terhadap anak-anak mereka.
Sembilan bab dari buku ini mengupas tentang berbagai situasi dan fenomena yang kerap terjadi pada anak-anak dan bagaimana kita sebagai orang tua menyikapinya. Mona mengajak pembaca untuk menerapkan tips dan trik yang sudah ia terapkan pada ketiga anaknya. Salah satunya seperti bagaimana mengajarkan anak-anak untuk 'belajar kecewa' dan 'belajar memilih'. Menurut Mona, untuk mengajarkan anak-anak belajar melampiaskan kekecewaan dengan aman, anak-anak harus bertemu dengan situasi yang mengecewakan dan tidak mengenakan. Toh dalam hidup tidak semua yang inginkan bisa didapatkan, bukan? Hubungan keduanya adalah dari 'belajar kecewa' itulah anak-anak akan belajar untuk memilih juga.
Mona mencontohkan penerapan 'belajar kecewa' dan 'belajar memilih' ini pada putra keduanya, Raka. Di saat Raka malas pergi ke sekolah, Mona kemudian membuat kesepakatan bahwa Raka boleh tidak sekolah namun tidak boleh ada aktivitas menonton TV, minum susu, dan bermain gadget. Raka dihadapkan dengan konsekuensi dari pilihannya. Hasilnya, pukul 10.00 pagi Raka sudah tidak betah dan merengek minta berangkat ke sekolah. Kesepakatan ini, membuat Raka bisa belajar memilih keputusannya sendiri dan menjalani resikonya. Dan tentu saja, kuncinya adalah orang tua harus konsisten terhadap kesepakatan yang dibuat. Kalau bahasa saya sih, kita mah kudu tega.
Satu hal yang perlu diingat, di luar sana mungkin bertebaran sekolah untuk menjadi karyawan hebat, namun orang tua terkadang suka lupa akan hal berikut: keberhasilan menciptakan keluarga dan anak-anak yang hebat adalah seyogyanya bukti kesuksesan orang tua dalam hidup. Seperti yang Ayah Edi bilang, "Mau menjadi dokter ada sekolahnya, mau jadi pilot juga ada sekolahnya. Kita adalah orang tua yang tidak pernah SEKOLAH ORANG TUA. Jadi lebih baik segera belajar menjadi orang tua yang baik ketimbang hanya bisa memarahi dan menghukum anak setiap hari".
Masih banyak lagi tips praktikal yang Mona kupas dalam buku ini. Dan di setiap akhir bab, Mona juga mengajak para pembaca untuk berpikir mengenai langkah-langkah strategis yang bisa disiapkan para orang tua untuk anak-anaknya. Kalau kata orang, berasa kena slepet-nya. Secara keseluruhan isi bukunya terasa sangat mengena, mengajak orang tua untuk berpikir dalam cara-caranya mengasuh anak. Let's think. Benar-benar tidak rugi kalau baca buku ini.
belii yuuukkk....
@mbakhana...iyaaa banget mbak..sama2 yaah ^^
@mbakhapsari...ayooo beli mbak hehe...
Penasaran ni sama bukunya, hunting ah di bookstore, makasih sharingnya mb.. :)
mba Rachmi...thx udah review buku ini...a must book yah buat para ortu! dan quote ituu bikin merinding euy:)
@mbakhoney...buruuuaan mbak takut kehabisan hehe ^^
@mbakcika...siaaap mbak...
@mbakcindy...iya mbak, aplikatif teori nya dan tutur bahasanya mudah dimengerti...