The Jakarta Explorer

Oleh Puan Dinar Aifa pada Kamis, 18 November 2010
Seputar Activities


This year, we're on staycation. Yang berarti ada waktu 4 minggu yang harus saya isi agar kakak Aira gak guling-guling karena bosen di rumah. Minggu pertama saya terselamatkan Goelali Festival. Aira ikut 4 workshop di sana. Plus minggu pertama itu Aira sempet janjian berenang dengan teman-temannya dan ayah ngajak nonton Toy Story 3. Minggu kedua, saya terselamatkan oleh kedua nenek yang rebutan ingin rumahnya diinapi si cucu. Nah minggu ketiga ini Aira mulai guling-gulingan (baca: bosan). Mengingat kemampuan membaca-nya yang tergolong cepat, ke-4 novel hadiah dari Ayah sudah selesai dibaca, dibaca ulang, dan dibaca ulang sekali lagi. DS tidak lagi menarik, tetangga teman main lagi pergi berlibur semua.


Akhirnya, saya memutuskan untuk mengajak Aira 'melihat' Jakarta. Kenapa? Saya punya impian membawa anak-anak saya melihat berbagai tempat di Indonesia dan di dunia, tapi masak tempat-tempat yang di Jakarta aja belom pernah? Apalagi waktu kecil, saya cukup beruntung  karena Mama dan Aweng sering mengajak saya keliling Jakarta, dan saya juga sering ikut Aweng motret di beberapa tempat di Jakarta (in case you were wondering, Aweng is how I call my dad). Jadi saya sudah familiar dengan Taman Ismail Marzuki, Museum Nasional, Fatahillah, dan beberapa museum tua lainnya, bahkan museum bahari yang ada di tengah-tengah pasar ikan. Saya pernah ikut Aweng naik ke menara Masjid Istiqlal, ke pelabuhan Sunda Kelapa, dan daerah kota tua Jakarta. Saya juga sempat merasakan naik bis tingkat.


Start: Transjakarta Shelter, Ragunan


Akhirnya pada suatu hari yang (untungnya) berawan, saya dan Aira pun pergi meng-eksplor Jakarta. Perjalanan kami dimulai dari shelter transjakarta di Ragunan. Berangkat dari rumah pukul 9 pagi dan shelter Ragunan sudah kosong dari orang-orang yang mau pergi ke kantor, tidak sampai 1 jam kami udah sampai di tujuan, halte Ratu Halhari. Aira duduk manis sambil mendengarkan i-pod, yang waktu saya intip memutar lagi Belle of the Buelevard-nya Dashboard Confessioanal. Oh man, anak saya hampir ABG:p



 



 


1st Stop: 40 Years Journey of Senirupa IKJ ExplorARTion


Tujuan pertama, Taman Ismail Marzuki. Waktu tempuh, tidak sampai 10 menit naik ojek dari halte Ratu Halhari. Rencana awalnya adalah melihat pertunjukan di Planetarium yang gagal dilakukan karena ternyata pada hari kerja khusus diibuka hanyak untuk group. Pengunjung perorangan baru bisa menonton pada pukul 16.30 sore atau sepanjang hari di akhir minggu. Untungnya saya sudah diberitahu guru gambar Aira kalau minggu itu di TIM ada berbagai exhibition para pengajar IKJ dan mahasiswa dalam rangka ultah IKJ yang ke-40. Awalnya Aira gak begitu tertarik karena agak pundung gak jadi nonton di Planetarium, tapi akhirnya dia senang juga lihat-lihat semua yang di pamerkan di halaman gedung dan di dalam Galeri Cipta 3. Turis lokal pun beraksi foto-foto, lengkap dengan topi, ransel, dan kamera di tangan. x)









 


Ini hasil jepretan Aira, beberapa hal yang caught her eyes. :)






 


Lalu tiba-tiba hujan turun lumayan deras saat saya dan Aira sedang menuju gedung Galeri Cipta 2 untuk melihat hasil karya mahasiswa IKJ. Di sana ternyata juga sedang diadakan workshop komik dan ilustrasi serta workshop melukis. Sebenarnya diperuntukkan murid SMU dan masyarakat umum di usia SMU ke atas, tapi ternyata Aira boleh ikut dan mahasiswa yang memberi arahan juga ramah sekali. Tadinya Aira gak mau, sepertinya gak pede karena yang lain sudah besar-besar, tapi akhirnya dia mau juga setelah dijelaskan dia cukup perlu menggambar seperti biasanya, tidak perlu 'ala' orang dewasa. Jadilah sambil menunggu hujan reda Aira mengikuti workshop, tidak dipungut biaya, dapat alat gambar yang boleh dibawa pulang, dan dapat konsumsi. :D


Setelah hujan reda dan Aira sudah kenyang, sekarang giliran bunda yang makan. Soto betawi H. Ma'ruf. Masih enak, tapi rasanya tidak seistimewa dulu waktu saya masih kecil. Mungkin karena semakin besar semakin banyak juga soto betawi enak yang pernah saya coba.






 


2nd Stop: Masjid Istiqlal


Karena masih gerimis, taksi menjadi pilihan transportasi untuk menuju pemberhentian berikutnya. Masjid Istiqlal. Sampai di sini, bunda baru sadar kalau lupa nge-charge baterai kamera. Kamera die, dan tugasnya dilanjutkan oleh blackberry. Harap maklum untuk penurunan kwalitas gambar, blackberry saya gak ada blitz-nya, mesjid Istiqlal agak gelap, dan tidak ada matahari diluar.


Saya memang sudah merencanakan untuk sholat dzuhur di Istiqlal, makanya sudah bawa mukena dari rumah. Saya dan Aira masuk dari gerbang yang tepat di seberang gereja Katedral. Menitipkan sendal dan sepatu, ambil air wudhu, lalu naik ke atas. Pelataran luar di tingkat atas masih basah karena hujan, kami lalu sholat di hall utama di depan mimbar. Saya sudah bertahun-tahun gak pernah ke istiqlal, Aira malah belum pernah. Saya lupa betapa besarnya masjid Istiqlal. Kami seperti turis beneran, setelah sholat sibuk foto-foto dan keliling-keliling. Tapi lantai ke-4 dan seterusnya dikunci, jadi hanya bisa naik sampai lantai 3. Saya berusaha menjelaskan sejarah masjid itu pada Aira sebisa-bisanya, intinya masjid Istiqlal salah satu yang terbesar di Asia Tenggara dan arsiteknya adalah orang Nasrani plus letaknya yang bersebrangan dengan Katedral kurang lebih merupakan inti pelajaran PMP (jaman saya SD dulu) atau Sosial (jaman Aira sekarang SD), yaitu kerukunan umat beragama. Note to self: browse more about Istiqlal & discuss it with Aira. Di masjid Istiqlal, orang Nasrani boleh masuk, kami melihat 2 turis asing keliling ditemani petugas masjid, mereka memang diminta memakai gamis yang disediakan di sana, tapi tetap diizinkan masuk dan diberi berbagai penjelasan.






 


3rd Stop: Kantor Pos Pusat


Setelah masjid Istiqlal, sebenarnya saya tidak ada tujuan lain, sebelum menuju pemberhentian terakhir dan kemudian pulang. Tapi kemudian saya ingat ada Kantor Pos Pusat yang (harusnya) ada di dekat Istiqlal. Maklum, saya buta arah kalau di daerah pusat. Akhirnya saya tanya petugas di pintu keluar masjid dan diberi penjelasan, "Keluar, belok kanan, nyebrang, ikutin pinggir gereja, nah adanya di belakang gereja,". Oke, jadi saya dan Aira keluar, jalan kaki ke kanan sedikit, foto-foto di depan gereja, menunggu Aira mengagumi arsitektur luar gereja, menyebrang jalan sambil menjerit-jerit kecil (karena gak ada zebra cross di sekitar situ dan jalanan super ramai) menyusuri pinggir gereja, melewati sekolah Santa Ursula (bener kan, itu Santa Ursula?) dan sampai di Kantor Pos Pusat.






 


Aira pertama kali itu melihat yang namanya bis surat. Selama ini dia kira kotak yang ada di pinggir jalan itu namanya kotak surat dan mobil pos keliling adalah bis surat. Dia juga kelihatan skeptis waktu saya terangkan kita tinggal masukkan surat ke dalam bis surat, nanti petugas pos akan mengambil. Dia sepertinya gak yakin surat yang masuk kedalam situ bisa selamat sampai tujuan. ;D


Di dalam kantor pos sekarang sudah ber-AC, lumayan buat mendinginkan badan sebentar. Aira mau mengirim kartu pos, tapi ternyata sudah beberapa lama pos dan giro tidak menerbitkan kartu pos lagi. Jadi saya membeli kartu pos di kios tukang jualan minuman yang ada di dalam, walaupun tulisannya 'BALI' tapi Aira cukup senang. Dia tujukan buat adik Aidan di rumah. Isinya apa saya tidak tau, karena ditutupin tangan sama Aira. Saya beri Aira Rp. 2000,- dan saya suruh ke loket untuk membeli perangko. Sekali lagi dia keliatan skeptis, "Emang cukup segini uangnya?". Mbak petugas di loket tertawa, dia memanggil Aira dan meminta memerlihatkan tujuan kartu pos-nya, menerima uang dari Aira, memberikan perangko adan kembalian Rp. 500,- lalu menunjukkan kotak untuk memasukkan surat. Pengalaman pertama buat Aira yang mungkin taunya hanya e-mail, hari itu Aira diperkenalkan dengan snail-mail, menempelkan perangko dan memasukkan kartu pos-nya ke dalam kotak bertuliskan 'Jakarta Selatan'. Masih kedengaran dia bergumam, "Sampe gak ya?" x)


Satu lagi yang menarik di kantor pos pusat adalah Perangko Pribadi. Saya pernah membaca entah dimana kalau kita bisa mencetak perangko dengan foto kita. Ternyata memang benar, di kantor pos pusat ada layanan tersebut. Saya mendatangi satpam, bertanya dan ditunjukkan ke konter untuk mempuat perangko pribadi. Saya pikir ini menyenangkan sekali untuk anak-anak, selain diperkenalkan dengan kantor pos, memiliki perangko dengan foto mereka sama serunya dengan foto di photo-box. Tapi disini kita harus bawa foto sendiri untuk di-scan petugas. Untung di dompet saya ada pas foto Aira yang bisa dipakai. Nanti foto tersebut akan di cetak diatas kertas perangko yang sudah ada template-nya. Perangko ini nantinya bisa benar-benar dipakai. Harganya mulai dari 20 ribu sampai 45 ribu, tergantung ukuran dan nominal perangko. Aira senang sekali dengan perangko pribadinya. Saya juga senang, karena kantor pos ternyata seru juga dan petugasnya sangat membantu serta ramah.







 


4th Stop: Ragusa Es Italia


Setelah transjakarta, ojek, taksi, dan berjalan kaki, sekarang giliran saya & Aira naik bajaj ke Ragusa. Iya, Ragusa, es krim Itali jaman dulu yang gak ada matinya. Sudah hampir jam 4 sore dan di hari kerja, Ragusa gak begitu ramai seperti kalau akhir minggu. Saya tergoda asinan juhi dan otak-otak yang nangkring di luar, tapi perut masih terisi soto betawi. Akhirnya saya hanya memesan es krim Nougat (saya gak pernah ganti menu sejak kecil) dan Aira es krim coklat. Pak pelayan yang tua masih ada, kasir tua masih ada, foto-foto lama masih ada, wadah es krim dari stenliss, dan air putih gratis. Baskin Robbins? Siapa itu? Ragusa rules! :D






 


Finish: Transjakarta Shelter, Ragunan


Tadinya saya mau ajak Aira ke Taman Surapati, tapi sudah terlalu sore. Semakin sore transjakarta penuhnya semakin gak bersahabat. Akhirnya saya memutuskan sudah waktunya pulang. Tapi gimana ya, dari Ragusa saya bener-bener buta arah. Yang paling aman adalah naik taksi lagi, ke halte transjakarta dukuh atas, lalu naik ke arah Ragunan. Tiga puluh menit sudah sampai Ragunan. Saya dan Aira lihat kiri-kanan, si penjemput belum tiba. Akhirnya ada pemberhentian bayangan sambil nunggu dijemput, mobil pick-up penjual tempe mendoan super enak di pinggir gerbang pembatas busway Ragunan. Aira baru tau kalau tempe yang wujudnya seperti belum mateng itu ternyata enak sekali. Foto-foto lagi, satu-satunya foto yang ada bunda-nya. Lalu Ayah tiba. Kami naik ke mobil dan Ayah bertanya, "How was your day, Kakak?" yang dijawab Aira dengan, "No planetarium, but everything else was super fun! Thanks Bunda." Hidung bunda kembang kempis. :)


Masih banyak tempat di Jakarta yang saya ingin Aira dan Aidan lihat. Tapi hari ini saya puas dengan berbagai 'first time' & 'baru tau' yang dialami Aira. I love you little Ace.


Minggu ketiga liburan: aman.






for more pics please kindly click here.

36 Komentar
Dharwiyanti
Dharwiyanti January 4, 2011 4:36 pm

terinspirasi dari post ini, jadi pengen ngajak Naila naik TransJakarta juga deh :).

kakak Aira udah pernah ke Museum Gajah? liburan kemarin Naila (6y 11 mo) ke sana. Naila sih seneng ya, krn emang tertarik sama wayang, patung2, gamelan, dan sejenisnya. sayangnya di beberapa bagian museum agak suram kesannya. mungkin krn bangunan tua dan penataan koleksinya kurang maksimal.

Puan Dinar Aifa
Puan Dinar Aifa January 5, 2011 1:16 pm

liburan kemarin ini tadinya mau tur museum termasuk ke museum gajah, tapi batal gara-gara ujan melulu :(

Andriana
Andriana December 1, 2010 10:56 am

Puan emang kreatiiiff. I love all Aira's activities dari semua fotonya di facebook :)
Good idea untuk weekend Mikail. Tfs yaaa

Puan Dinar Aifa
Puan Dinar Aifa November 24, 2010 6:26 am

@ sLesTa: thank you mbaaak.. komen yang di twitter baca juga kok. udah ada beberapa tujuan keliling Jakarta yang berikutnya nih, tinggal nunggu waktu yang pas aja. :D

shinta lestari
shinta lestari November 23, 2010 3:11 pm

ini seruuu bangeeett! dari pertama pas artikelnya di submit gue langsung sukaa banget! ngiri ama aira yang jalan2 keliling jakarta deh. gue suka banget yang pas di kota, trus mampir ke kantor pos. bener2 pengalaman bagus banget buat anak2 kayak Aira. keren banget idenya mama puan dinar! top!!

*telat komen soalnya pas artikel ini naik, gue lagi susah akses komputer, jadi komennya kemaren via twitter aja heheh*

Puan Dinar Aifa
Puan Dinar Aifa November 22, 2010 7:46 pm

@ Astrid: Iya nih kepengen banget bikin traveling book buat anak-anak. hehe.. setuju, mudah2an transportasi jakarta nanti akan lebih child-friendly.

@ Arvita: hebaaat.. masih ada koleksi sampul hari pertama. kalo aku cuma koleksi perangko-nya aja. :)