Rumah saya lumayan utilize produk teknologi banget, similar seperti The Urban Mamas lain kayaknya. Dari mulai ac, kulkas, pompa air, mesin cuci, setrikaan, vacuum cleaner, microwave, blender, mixer, sampai rice cooker, audio video, shaver, hair dryer, duh semuanya deh kayaknya perlu listrik (AC dan atau DC source tentunya).
Nah buat saya sebagai working mom (yang hampir 6 bulan ini gak ada si mbak) barang-barang ini adalah hal yang maha penting. Jadi begitu melek mata di pagi hari, matiin AC, langsung beranjak ke ruang cucian untuk nyalain mesin cuci untuk giling cucian. Pencet-pencet, lalu next stop adalah dapur. Cuci beras dan masak di rice cooker, buka kulkas ambil buah, sayur, dan bahan-bahan lainnya, bikin juice untuk Ywa pulang sekolah, giling bumbu di blender, dan masak makanan di microwave (this saves so much time!). Semua almost at same time. Time management kan ya, hihi.
Rice cooker paling favorit! dari mulai bikin bubur, bikin nasi uduk, nasi kuning dll. Terus awet banget lagi!! Mertua udah ganti 3 rice cooker, aku masih pake yg ini aja dari dulu 7 tahun yg lalu.
Microwave Oven andalan untuk reheat
Biasa blender bumbu dan jus pakai ini. Sengaja ga pakai juice, karena kita lebih suka yg jusnya ga ancur-ancur amat dan masih ada grindilan buah/sayurnya.
Selesai urusan dapur, nyalain pompa air, mandi dan langsung beraksi depan kaca deh. Saatnya hairdryer beraksi, sementara suami sudah pegang shaver. Begitu selesai, matiin semua lampu-lampu dan air purifier sebelum berangkat ke kantor.
Ini eyelash curler baru, lucu ya? wiken kemarin lihat di toko elektronik jadi pengen deh
shaver dengan baterai, jadi si mas cukuran bisa sambil jalan-jalan, hihi
buat bersihin udara, terutama ngaruh buat yang alergi debu kayak aku nih.
Sebenarnya kalau bicara go green, konsep saya dan suami hampir sama. Selain pemilihan produk elektronik yang ramah lingkungan dan hemat konsumsi listrik, the way we utilize the product, sampai ke pemilihan produk derivative untuk pakai produk elektronik tersebut.
Pemilihan produk elektronik yang ramah lingkungan
Soal ini saya punya pengalaman ga enak jaman waktu awal nikah dulu. Tagihan listrik lebih dari 20% gaji bulanan! Sebab musababnya jelas bener waktu itu, karena alat listrik yang kita pakai ternyata konsumsi listriknya gila-gilaan. Belajar dari pengalaman tersebut, saya dan suami langsung berprinsip, produk elektronik selain fungsional juga harus bijak listrik. Karena bagaimanapun juga, listrik dihasilkan pakai sumber daya alam. It would be ideal to use it as wise as possible.
Agak OOT dikir, Ayah saya malah biasanya pake stop kontak yang ada timer untuk bisa matikan konsumsi listrik secara otomatis. Ini praktis dan menurut saya cerdas banget deh. Biasanya saya pakai untuk colokan electronic kettle saya yang masih manual (alias ga bisa mati sendiri), set 15 menit, langsung mati otomatis.
lampu hemat energi yang aweeettt banget, sampe lupa terakhir kali ganti tuh kapan
The way we utilize the product
Sukurlah kalo hal ini ga perlu pengalaman pahit dulu, tapi cukup dengan sharing sesama The Urban Mamas, dan baca-baca. Again, baca artikel di majalah, sampai baca User guide product elektronik yang kita pakai (!). Seringkali kita miss ini, tapi cara pakai menentukan umur barang elektronik, serta efisensi penggunaannya sendiri ternyata. Mubazir, berlebihan atau over use (abuse) bisa bikin barang lebih cepat rusak. Dan pada akhirnya, barang elektronik yang rusak karena penggunaan yang ga tepat bisa jadi unnecessary waste yang berbahaya bagi lingkungan.
Kalau sudah tiba saatnya untuk dispose, best way untuk dispose electronic waste adalah kembalikan ke produsennya. They know best how to take care, bahkan some parts bisa didaur ulang.
Pemilihan produk derivative
Hampir semua alat elektronik ber-baterai udah kita pakein rechargeable batteries. Dulu waktu masih ASI ekskulisf, baterai rechargeable ini juga berjasa banget-banget untuk breast pump.
Saya dulu gak peduli dengan ini. Misalnya beli deterjen, ya yang penting yang bersih dan harga murah. Sampai suatu saat saya ngobrol sama salah satu adik Ayah, dia cerita kalau deterjen merk X itu menghasilkan busa yang gak bisa diurai oleh alam. Nah loh, saya kan pake deterjen itu. Saya penasaran dan langsung cari info lebih lanjut, ternyata memang benar, ada beberapa deterjen yang prinsip kerjanya sudah lebih baik dan lebih ramah terhadap lingkungan. Sejak itu ya beralih deh cari deterjen yang lebih baik. Harganya memang lebih mahal, tapi rasanya juga ga bikin bangkrut sih, karena prinsipnya It’s for better goods, future nature buat generasi anak-anak kita lah ya
Sama juga kayak kalau beli baterai untuk pakai produk elektronik seperti shaver atau eyelash curler, ya beli aja baterai biasa. Ini malah jadinya borossss..mending pakai rechargeable baterai. Waste nya untuk alamnya juga jadi jauh lebih sedikit, kita juga gak “buang uang” beli baterai berkali-kali.
Sampai kantor......
bangga juga rasanya, karena kantor saya pun sudah punya konsep Go Green.
Panaboards yang ada di ruang meeting, juga bisa berfungsi sebagai proyektor. Kita sudah terbiasa untuk print di kertas bekas, dan sebisa mungkin ngirit halaman kalau memang print out diperlukan.
Overall, konsep Go green ini saya coba sandingkan dengan daily life, dengan prinsip utama untuk punya good attitude terhadap alam. Afterall, It’s our Mother Nature.
Twitter ID : @yardianwensdi