dedicated to my mother in law, semoga sehat selalu Mah
Mertua saya seorang pensiunan guru SD, jangan tanya soal perjuangan beliau mengajar jika dibandingkan dengan ibu guru di Laskar Pelangi itu tidak ada apa-apanya. Dari mulai gadis, beliau sudah ditempatkan di sebuah desa, Sangir sekitar 7 jam dari kota Padang, untuk mengajar ke sekolah terkadang harus bersampan. Ketika tahun 70an belum ada kursus pelajaran tambahan, mama saya ini rela mengorbankan waktu istirahat beliau, bagi yang mau belajar ke rumah selesai maghrib dan semuanya itu gratis. Rutinitas ini masih berlanjut walaupun sekarang beliau telah pensiun.
Saya adalah seorang wanita keturunan Jawa Minang yang sangat bersyukur memiliki seorang mertua dari Minang seperti mama saya ini. Konon katanya nih mertua dari Minang itu ribet (makanya mama saya memilih papa saya yang dari Jawa hahah…ini bercanda ya Mom) banyak aturan, sangat dominan.
Dari awal ketika saya akan menikah dengan mantan pacar alias sang suami tercinta, kami sedikit kebingungan, karena sewaktu lamaran saya tidak bisa cuti maklumlah sayakan kroco mumet. Mama saya pun resah jika ke kampung suami seperti apa acaranya nanti, papa saya sudah almarhum dan keluarga mama saya pun bisa dihitung. Tapi dengan pikiran modernnya, mama mertua saya langsung mengusulkan bahwa beliau akan datang kerumah bersama rombongan keluarga untuk berkenalan. Tidak ada masalah sedikitpun buat beliau. Mama saya pun juga sampai terkesima, setahu kami di Minang itu perempuan yang melamar pria, bukan pria yang melamar. Akhirnya datanglah mantan pacar saya ini dan keluarganya ke mama saya untuk berkenalan. Proses
tukar tando atau tunangan pun tidak di rumah suami saya, mama mertua saya bilang terlalu jauh untuk mama saya, jadi dipilihlah di Kota Solok saja sekitar 2 jam dari Kota Padang di rumah kakak mama mertua saya.
Menjelang Ramadhan, saya pikir setelah menikah, saya pasti akan dipusingkan dengan adat
manjalang mintuo. Menantu harus membawa makanan adat untuk keluarga mertua. Pusing kan saya, kalau masih di Padang, mungkin mama saya bisa bantu mengantarkan rantang makanan ini buat berbuka. Tapi sekali lagi, mertua saya mengatakan tidak perlu repot-repot. Alhamdullilah saya terbebas dari rantang-rantang ini.
Waktu saya cuti hamil, ada sekitar sekitar 2 bulan saya di Padang, sekali lagi mertua saya melarang saya mengunjunginya dengan alasan khawatir dengan kesehatan saya dan jarak tempuhnya lumayan lama plus saya belum terbiasa. Saya tahu pasti beliau ingin sekali saya pulang. Mama mertualah yang selalu datang ke Padang dan menunggui proses persalinan saya bersama mama saya. Beliau senangnya luar biasa menyambut cucu pertama.
Baru setelah saya akan balik ke Jakarta, saya datang ke kampung mama. Itupun sebenarnya beliau sangat khawatir saya membawa Qania yang waktu itu berumur kurang dari 2 bulan. Tapi walaupun beliau bersikeras untuk melarang, saya dan suami tetap datang. Senangnya luar biasa dan beliau begitu bangga membawa Qania kemana-mana.
Untuk urusan Qania pun mama mertua saya ini tidak mau mencampuri cara saya mengurus qania, beliau juga tidak pernah membawa-bawa mitos dari kampung. Padahal di kampung mitos itu banyak sekali.
Yang paling saya ingat sampai sekarang, mama mertua saya meminta maaf ke saya tidak bisa menemani saya kembali ke Jakarta, dan berulang kali mengatakan saya jangan sampai berhenti bekerja sambil mata beliau berkaca-kaca. Tapi yah begitu keputusan harus kami buat, saya juga tidak mungkin berpisah terlalu lama dengan suami karena suami bekerja di Kalimantan. Pastinya beliau salah satu orang yang paling sedih dengan keputusan resign saya, tapi beliau juga tidak bisa melakukan apa-apa karena tidak mungkin meninggalkan papa mertua untuk waktu yang lama.
Sampai sekarang jangankan saya yang kagum dengan mertua saya, mama saya sangat mengangumi mama mertua. Coba bayangkan, mama mertua saya rela menitipkan ke tiga anaknya termasuk suami saya untuk sekolah di Padang ke kakak beliau dari anak-anak bersekolah di SD. Beliau ingin memberi pendidikan yang terbaik. Waktu itu Padang – Sangir bukan 7 jam lho, tapi sekitar 12 jam. Sering sekali mama bertanya ke saya, kok bisa ya sejauh itu pemikiran beliau, karena mama saja yang dosen tamatan S3 tidak terpikirkan sejauh itu untuk ursan pendidikan buat kami (saya dan adik). Saya juga tidak bisa membayangkan kalo suatu hari harus mengirimkan Qania buat bersekolah jauh dari saya dan suami dari mulai SD.
Ah, ini hanya sebagian kecil dari cerita saya, mengetik ini saja sudah menitikkan air mata. Cukup segini ajalah dulu,..semoga suatu hari nanti, saya bisa jadi mertua yang moderen buat suami Qania seperti mama mertua saya. Qania sekarang 1.5 tahun jalannya masih panjang saatnya untuk saya belajar dan terus belajar menjadi seorang Ibu yang baik. Doakan Mami Qania ya mom..maaf ya jadi panjang curhatnya ..hhehe..
email :
[email protected]
twitter : @nyonya_doni