Ibuk : Multitasking & Multi hobbies Super Mom in Law
Pernahkah anda memasak untuk 3 macam kebutuhan menu yg berbeda setiap harinya?
Ibu mertua saya adalah ibu rumah tangga yang hobi memasak. Tahun ini usia ibu mertua saya 64 tahun. Badannya masih segar bugar, masih mampu membuat jamu beras kencur juga suka berkebun. Tayangan TV favoritnya ada di National Geographic Chanel dan serial detektif.
Ibu mertua saya masih tinggal di sebelah rumah ibunya. Bapak mertua saya juga sudah lama meninggal, sejak suami saya kelas 1 SD. Jujur, saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya ditinggal suami, dalam keadaan tidak bekerja dan memiliki empat orang anak.
Beruntung hobi memasak masakan enak menjadi salah satu solusi mencari nafkah bagi ibu mertua saya. Menurut cerita suami, beliau pernah buka warung makan nasi rames di dekat sekolah suami saya. Dan sempat memiliki katering yang menjadi langganan pesanan makan siang pegawai bank di kota saya. Namun usaha itu mengalami kemunduran sejak krisis moneter.
Sebagai wujud rasa sayang ibu mertua saya kepada ibunya (kami memanggil eyang suami saya dengan sebutan -uyut-) , beliau-lah yang merawat Uyut. Jadi ibu mertua saya yang berumur 63 tahun merawat ibundanya yang berumur 92.
Merawat disini diartikan melayani semua kebutuhan Uyut, dari memasak dan menyiapkan makanan untuk Uyut sejak pagi hingga malam termasuk cemilan, siap siaga selama 24jam sehari untuk mengantarkan uyut ke kamar mandi untuk buang air (bahkan jam 3 pagi, kalau uyut memanggil, maka ibuk harus segera menghampiri), memandikan uyut, memakaikan diapers, dan tetek bengek lainnya.
Mungkin kalian bisa membayangkan suster-suster yang merawat orang tua , tapi yang ini susternya 63tahun.
Nha pasien ibuk selain Uyut ada lagi, ada Pakde (kakak laki-lakinya ibuk), seekor burung kakak tua, dan enam belas kucing kampung yang semuanya sudah divaksinasi dan steril.
Pakde tidak memiliki keluarga, tidak menikah juga memiliki penyakit darah tinggi. Sedihnya, pakde memiliki penyakit syaraf yang mengakibatkan tidak bisa hidup normal. Padahal menurut cerita ibuk, Pakde dulu insinyur hebat, dan sangat pintar, punya proyek dimana-mana. Lalu semua berubah ketika Pakde jatuh dan ada trauma di bagian kepalanya. Belakangan pakde sakit-sakitan, ginjalnya mengalami gangguan karena terlalu sering minum obat. Sama seperti ibuk merawat uyut, ibuk juga harus merawat pakde. Kalau sebelum sakit Pakde masih bisa mandi dan buang air sendiri, sejak sakit ibuk-lah yg menjadi personal assistant-nya dengan job description sama seperti ibuk merawat uyut.
Kadang suami saya suka geregetan kalau mau mengajak ibuk jalan-jalan, refreshing, atau sekedar makan siang di luar. Bahkan undangan untuk menghadiri wisuda saya, juga ibuk tidak bisa datang. Dan ajakan-ajakan untuk keluar rumah, ibuk selalu meresponnya dengan kalimat "Lha Uyut mengko piye?" dan berlanjut dengan usaha ibuk untuk menelpon adiknya untuk bergantian menjaga Uyut dan Pakde. Bulik Dewi adalah yang sering jadi pahlawan untuk kami mengajak ibuk keluar. Kalau diprotes sama anak-anaknya mengenai kesibukan sebagai "perawat" , ibuk cuma berkata "Lha nek udu ibuk sing ngruwat Pakde, njuk sopo? Kan yo udu karepe Pakde dadi koyo ngene."
Bulan lalu Pakde meninggal. Meski salah satu bebannya berkurang, namun ibuk tampak sangat kehilangan.
Selain bersama Uyut dan Pakde, juga masih ada dua kakak perempuan suami saya yang belum menikah dan tinggal bersama ibuk. Karena kebiasaan makan masakan rumah sejak kecil, mereka berdua berangkat kerja dengan membawa bekal makan siang masakan ibuk.
Setiap pagi, ibuk akan menyiapkan menu makanan untuk tiga macam kebutuhan khusus. Untuk Uyut, Pakde yang darah tinggi, dan untuk ibuk dan kakak-kakak ipar saya. Selain makanan manusia, ibuk juga menyiapkan makanan untuk kucing dan kakak tua. Lucu deh kalo liat pagi dan sore hari kucing-kucing kumpul di rumah menunggu jatah makan.
Setelah saya melahirkan, ibuk sangat mendukung ASI untuk anak saya. Mendukung dengan caranya sendiri, yaitu mengirim lauk dan sayur untuk makan siang saya setiap hari. Dengan menu-menu yg dipercaya menambah volume ASI. Waktu saya hamil, saya juga ikut jadi pasien ibuk, karena suami saya percaya banget gizi untuk bumil tercukupi si rumahnya.
Kalau dulu sudah ada contest masterchef di Indonesia, mungkin ibuk bisa jadi finalis. Pengetahuan ibuk mengenai masakan luar biasa. Dari cara mentreatment daging hingga menjadi masakan, bikin peyek, cake, sampai membuat kepiting saus pedas. Kulkas beliau juga selalu rapi. Rumah beliau juga selalu bersih, meski punya banyak kucing. Setiap menjelang lebaran juga masih menerima pesanan kue kering, yang antriannya sudah tutup sejak hari pertama puasa.
Ibu juga punya kebun anggrek di belakang rumah, terakhir kali, setelah dapat arisan, ibuk memborong pohon-pohon anggrek baru. Coba kalau saya yang dapet arisan, mungkin sudah jadi baju baru deh.
Bakti ibuk saya terhadap keluarganya selalu membuat saya merasa malu dan berkaca, apa yang sudah saya lakukan untuk keluarga? Menurut saya, kegiatan ibuk ini adalah kegiatan ibu modern yang abadi. Menjadi modern untuk ibuk adalah mendukung semua kegiatan positif anggota keluarganya, dan tetap berbakti pada ibunya dan kakaknya.
notes: foto paling atas: Ibuk, Uyut dan Pakde, yang tengah : Ibuk dan Uyut, yang paling bawah: Ibuk dan keponakan saya :)
Facebook Account: Ian Agisti Dewi Rani
Twitter Account: @ianaholic
email :
[email protected]