Beberapa minggu lalu, media sosial Instagram dipenuhi dengan postingan bertagar #10yearchallenge. Para users memajang foto dari tahun 2009 dan 2019, lalu bercerita sejauh mana kehidupan berubah dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Saya termasuk salah satu user yang tergoda untuk ikutan #10yearchallenge. Banyak orang lain yang bilang kalau #10yearchallenge ini adalah kerjaannya Facebook untuk mengumpulkan data dan membuat 'facial recognition algorithms on age progression and age recognition'. Menurut saya sih, saya ikutan murni untuk lucu-lucuan saja.
Di era digital ini, satu-satunya album foto berisi foto-foto sepuluh tahun yang lalu yang saya masih miliki adalah... album foto Facebook. Bahkan foto-foto sepuluh tahun yang lalu disimpan dalam SD-card, external harddisk, atau handphone bekas yang mana, saya sudah lupa! Akhirnya jadi login Facebook lagi. Yang tadinya hanya mau memilih satu foto saja, jadinya malah kembali melihat-lihat semua isi album foto Facebook.
Siapa yang tahu, ke mana pilihan hidup akan membawa kita sampai ke titik sekarang dimana kita berada. Setiap momen, setiap keputusan yang dibuat di masa lalu turut menentukan hidup yang sekarang kita jalani. Kalau ada yang bilang 'buat apa melihat-lihat ke masa lalu?', justru bagi saya, penting untuk sekali-kali melihat ke belakang. Melihat sejenak ke masa lalu akan membuat kita lebih banyak belajar mengenali diri sendiri.
(Gambar: www.pixabay.com )
Memang sih, sebelum melihat-lihat sekilas kenangan lama, penting untuk membatasi diri dengan pikiran 'masa lalu tinggal masa lalu, saya hidup di masa sekarang'. Supaya tak hanyut dan terjebak dengan apapun yang pernah terjadi di masa lalu. Setelah satu jam mematuti isi album Facebook, justru terasa banyak sekali refleksi diri dan pelajaran yang bisa saya petik dari masa lalu.
Sepuluh tahun yang lalu, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan impian saya dan memilih untuk merantau bersama suami. Bukan keputusan yang mudah, karena itu adalah karir idaman saya. Few years after that, many times I was too hard on myself and get discouraged in life. But life goes on, and eventually, I found ways to cope with the situation. Saya menemukan hal-hal baru untuk dipelajari, mendapat teman-teman baru, dan mengunjungi banyak tempat baru. Penting untuk bisa melihat sudah sejauh mana kita berjalan, alih-alih merasa minder. Melihat progress hidup dan menyadari keputusan-keputusan yang pernah kita buat dapat menjadi motivasi untuk menjalani kehidupan di masa sekarang. Meskipun jalan hidup siapa yang tahu, melihat perubahan positif dari masa lalu dapat memberi suntikan keyakinan bahwa kita dapat menghadapi masa depan yang serba tak pasti. Toh kehidupan yang dijalani sekarang, dulunya adalah masa depan yang hanya bisa kita bayangkan di masa lalu, bukan?
Mungkin ada beberapa di antara kita yang membuat pilihan hidup yang sangat-sangat berbeda dengan apa-apa yang pernah dipikirkan saat sepuluh tahun yang lalu? I've been there, too. Tak banyak orang yang tahu bahwa saya yang pernah bekerja sebagai guru ini justru pernah berpikir untuk tidak mau berkeluarga dan punya anak. Hey, lihat hidup saya sekarang! Menjadi orangtua ternyata lebih banyak memaksa saya untuk belajar ketimbang saat saya bertahun-tahun bekerja sebagai guru. Menengok sejenak ke masa lalu membuat saya belajar untuk berpikiran terbuka dan melatih empati. Termasuk, belajar untuk melepas prasangka buruk. Baik itu prasangka terhadap diri sendiri, maupun ke orang-orang di sekitar kita. Mungkin kita melihat ada teman yang pilihan hidupnya kini berbeda 180 derajat dengan keyakinannya saat sepuluh tahun yang lalu. Siapa yang tahu, keputusan hidup macam apa yang harus dia jalani untuk bisa bertahan sampai sekarang? Gunakan kesempatan #10yearchallenge ini untuk melatih diri agar bisa lebih welas asih dan berempati, alih-alih menajamkan kritikan.
Life has its own ups and downs. Dalam sepuluh tahun terakhir, saya dan suami kehilangan sahabat, anggota keluarga terdekat, bahkan salah satu orangtua dari kami. Kehilangan-kehilangan tersebut awalnya sulit dijalani. Namun kenangan manis akan mereka yang tercinta memberikan kekuatan untuk terus melanjutkan hidup. Pelajaran-pelajaran hidup yang mereka ajarkan pun dapat memacu kita untuk menjadi orang yang lebih baik -untuk keluarga, untuk anak-anak, dan untuk diri sendiri. Memahami diri kita yang sekarang membutuhkan kita untuk mengingat-ingat memori bersama orang-orang tercinta. Their life shaped up our lives. Penting untuk bisa menerima dan bersyukur atas kenangan yang pernah dimiliki bersama, daripada fokus pada penyesalan dan rasa bersalah.
Dalam menjalani hidup saat ini, kita tetap butuh pengingat. Untuk mengingatkan apa tujuan kita, cita-cita yang hendak diraih, atau sesederhana mengingatkan kita akan hal-hal terpenting dalam hidup. Dalam sepuluh tahun yang dijalani penuh dengan tuntutan hidup, tak jarang kita 'lupa'. Lupa sebenarnya hidup ini mau dibawa ke mana? Lupa akan cita-cita dan idealisme awal yang tadinya menjadi bahan bakar penyemangat hidup? Atau malah lupa siapa saja yang pernah 'ada' untuk kita dari titik nol hingga sekarang. It's easy to get sidetracked with life. Saat sejenak melihat ke belakang, mungkin masa lalu dapat menyegarkan kembali ingatan kita.
Life is a perfect mixture of good and bad experiences. Saat melihat ke masa lalu, tak jarang kenangan-kenangan buruk kembali muncul ke permukaan. But as Aristoteles said, it is during our darkest moments that we must focus to see the light. Alih-alih terjebak dalam rasa bersalah, penyesalan, atau menghukum diri sendiri, amati pola dari siklus perasaan negatifnya. Coba ingat kembali, apa saja yang sudah pernah dilakukan untuk keluar dari lingkaran pengalaman buruk tersebut. Ingat-ingat selalu pelajarannya, bukan untuk menghukum diri dengan perasaan bersalah, tetapi untuk meyakinkan diri bahwa kita sudah berusaha yang terbaik untuk bisa lepas dari pengalaman buruk, untuk memberikan yang terbaik kepada diri sendiri. Just because you are broken, doesn't mean you cannot heal. Ingat-ingat pula, siapa saja orang di sekitar kita yang banyak membantu kita untuk keluar dari pengalaman buruk tersebut.
Artikelnya dalem banget deh Ai. Makasih yaa udah ngingetin. Peluk!
Kenangan lama bangkit kembali ya karena #10yearchallenge ini.
Aku punya temen yang sekarang berubaaah banget penampilannya. Kalau dulu mungkin gampang aja sik ngejudge ini itu jadi bahan rumpi tapi sekarang aku malah berpikir, pasti ada sesuatu yang dia alami yang membuat dia menjadi seperti ini. Thanks untuk artikelnya Mbak Ai. Aku selalu tunggu artikelmu loh.
iya mbak, sama. aku pun melihat euforia #10yearchallenge ini sebagai refleksi. apa yang sudah terjadi dalam hidupku, ups and downs selama 10 tahun terakhir.
:') bagus banget artikelnya Ai.