Ketika hamil anak pertama, saya mendapat pengalaman istimewa yaitu menjalani sebagian besar masa kehamilan di kota Kyoto, Jepang. Bayi kami yang lahir bulan Juni 2012 pun diberi nama Jepang untuk mengenang bulan-bulan yang dihabiskan di sana. Dari pengalaman itu, saya juga belajar beberapa hal perbedaan hamil di negeri sakura dan di Indonesia.
1. Ibu hamil di Jepang langsing-langsing
Orang Jepang pada dasarnya bertubuh kecil, termasuk ibu hamilnya. Jarang sekali ditemukan warga Jepang bertubuh gemuk. Ibu hamilnya pun hanya membesar di bagian perut, sementara tangan dan kakinya kecil sekali. Setiap berada di tengah-tengah para ibu hamil ini saya merasa paling besar, padahal ketika meninggalkan Jepang di usia kehamilan 7,5 bulan, berat badan saya naik tidak sampai 6 kg, angka yang kalau di Jakarta mungkin termasuk sedikit.
2. Tidak ada atau jarang sekali ada yang menemani ibu hamil kontrol ke dokter
Saya pernah kontrol ke dokter kandungan sendirian di Jakarta, rasanya kok agak aneh ya, karena semua orang datang dengan suami atau ayah-ibunya. Tapi kalau di Jepang, suami saya yang jadi tontonan di dokter, karena semuanya datang sendiri! Mungkin pernah dengar kalau cewek-cewek Jepang itu mandiri, termasuk urusan kehamilan. Suami tetap boleh masuk ke ruang kontrol untuk lihat USG dan bicara dengan dokternya.
[caption id="attachment_82090" align="aligncenter" width="375" caption="Salah satu sudut di ruang tunggu dokter."][/caption]
3. Ada paket khusus untuk ibu hamil dari puskesmas setempat
Setelah mendaftarkan asuransi kesehatan dan kehamilan di Public Health Center (Puskesmas) terdekat, ibu hamil lalu dikasih paket buku (boshi techo) berisi informasi mengenai kehamilan di Kyoto dan gantungan kunci tanda hamil. Informasinya lengkap sekali, mulai dari buku kontrol ibu dan anak, buku voucher asuransi, info aturan gizi makanan ibu hamil, sampai peraturan terkait hak-hak ayah-ibu pekerja, dan nomor-nomor penting yang bisa dihubungi. Oh ya, gantungan kuncinya dipasang di tas sebagai bukti bahwa kita berhak mendapat kursi prioritas di bus/kereta.
[caption id="attachment_82087" align="aligncenter" width="500" caption="Gantungan kunci yang saya bawa ke mana-mana"][/caption]
[caption id="attachment_82088" align="aligncenter" width="499" caption="Boshi techo yang lengkap."][/caption]
4. Ibu hamil tidak diberi suplemen atau vitamin apa pun
Sehabis kontrol di dokter/bidan Jakarta, pasti kita dikasih suplemen. Di Kyoto, saya tidak dikasih apa-apa. Orang Indonesia di sana biasa membeli sendiri suplemen seperti asam folat di apotek. Dari mereka juga saya tahu dokter di Kyoto tidak mau dianggap “jualan obat”, lagipula para dokter sudah percaya dengan kualitas makanan yang dijual di pasar, ditambah si ibu hamil ini kan sudah diberi buku petunjuk gizi, jadi sudah cukup.
5. Dengan asuransi, kontrol kehamilan di Jepang gratis
Setelah mendaftar asuransi sosial, ibu hamil bisa segera mendaftar di RS mana pun di Jepang. Kami memilih RS swasta yang punya dokter wanita berbahasa Inggris. Mulai dari kontrol, USG dan print-outnya, tes darah dan pap smear 2 kali, semuanya gratis. Kami hanya membayar biaya daftar terakhir. Ketika melahirkan, diberi subsidi untuk mengganti biaya persalinan RS. Sayangnya kami sudah kembali ke Jakarta ketika akan melahirkan, tidak jadi mendapatkan uang subsidi.
[caption id="attachment_82089" align="aligncenter" width="375" caption="RS swasta pilihan kami. Usia kehamilan saya 23 minggu."][/caption]
seneng bacanya,nambah pengalaman... aq juga banyakan sendri selama hamil n melahirkan.aq selesai lahiran(sc) malah g da yg jagain.suami mondarmandir aja(kebetulan suami pimpro proyek renovasi RS tempat aq lahiran OOT). suka ggantungan kunci'y,klo di Indo harus pake topi kayanya biar "keliatan".he..he..
Siiip Vibe,
akan segera di posting kan hehehe, fotonya masih dioprek di laptop hahaha. Makasih atas supportnya.
@mom eka makasiiih... berarti sama mandiri kayak ibu2 Jepang nih, cuma suka ditanya sendirian aja mbaa.. jd terasa aneh hehe
@bunda wiwit trimakasiiih :)
@veby nah kan kalo Brisbane ceritanya lain lg.. tulis jugaa donk artikelnya, aku seneng baca cerita2 hamil dari berbagai tempat, apalagi kalo bnyk fotonya hehe..
@teh ninit makasiiih teeh.. padahal winter style ya begitu2 aja hehe... kayaknya tulang mereka emg kecil2 dari sananya, plus kebiasaan jalan kaki & makan sehat, jadi tetep oke deh badannya :p
komentarnya sama banget sama eka,
vibe... stylenya asik banget deh :) sukaaa!
eh bener bangeeet itu ibu2 jepang kalo hamil... semuanya langsing, kecuali perutnya aja. dulu ada temen jepang yang hamil kayak gitu...
seru banget deh baca fakta ttg hamil di jepang ini :) TFS yaaah, vibe.
Mom Vibe,
pengalaman kita sama, saya menghabiskan seluruh masa kehamilan dan melahirkan di negeri orang (Brisbane, Australia). Saya juga punya notes yang mirip seperti ini, tapi ngendep aja di laptop krn ga tau mau posting kemana hehehe.
Dari point 1 sampai 5 yg beda cuma sesi key chain nya hehehehe.
Kalau di RS nya, ibu hamil diperiksa sama GP atau midwive/bidan, tinggal pilih, jarang sekali dokter spesialis Obgyn memeriksa kehamilan kecuali ada kasus khusus dan kalau si ybs memilih u/ kontrol sm dokter Obgyn.
USG selama kehamilan hanya sampai usia kandungan 20 minggu untuk memeriksa genital dan organ tubuh lainnya. Itupun harus ke Queensland X-Ray, kecuali kalau check up kehamilan sm spesialis Obgyn, sll di USG tiap kedatangan (ini yg bikin ratenya lebih tinggi).
Bumil yang check up juga banyak yang dtg sambil dorong stroller krn bawa anak-anak mereka yang sudah besar bahkan yang masih bayi juga ada. Tentunya mereka dpt priority seat yg lebih dibanding bumil biasa.
Public hospital sangat dianjurkan oleh pemerintah karena fasilitas secara fisik sama dengan yang swasta, cuma beda pemeriksa (swasta sama Obgyn, pemerintah sm midwive) dan rate pastinya.