Keep Calm, I Am a Newbie Driver

Oleh Rebekka Irnawati pada Senin, 08 Juni 2015
Seputar Our Stories, Tips

"Gubraaaakkkk!! Duaaaanggg!!!"


Suara dua besi saling berdentum kencang membuat  saya terdiam, shock. Jantung berdebar tak karuan. Dari dalam mobil tersebut, pengemudinya berusaha membuka-paksa pintu yang ringsek. Masih terhimpit diantara pintu, si pengemudi berusaha menggebrak kap mobil saya, “Maju kamu! Keluar!!”.


Refleks saya memajukan mobil perlahan.


“ADUH! Kaki sayaaa kelindes!!”.


Astaga! Saya tidak tahu harus berbuat apa, saya pikir kata 'maju' yang diserukan pengemudi tersebut adalah perintahnya untuk memajukan mobil. Ternyata itu adalah bahasa untuk mengajak 'gelut'. Belum juga rasa kagetnya berakhir karena diajak bertengkar oleh lelaki, tiba-tiba kedua kakak laki-laki saya yang duduk di sebelah dan di kursi belakang sudah keluar dari mobil. Langsung saja terjadi baku hantam antara kedua kakak saya dan si pengemudi (seorang supir taksi). Penumpang taksi keluar dan berteriak. Tidak ketinggalan orang-orang yang berada di rumah dekat lokasi kejadian berhamburan keluar melihat keributan yang terjadi. Saya hanya menunggu di dalam mobil, ketakutan, melihat kericuhan tersebut. Singkat cerita, proses damai terjadi setelah saya memanggil saudara saya dan si supir taksi memanggil atasannya.


Padahal sebulan sebelumnya, saya baru saja sembuh dari trauma menabrak truk sampah yang parkir di belokan sempit dan tajam dekat rumah. Pada saat itu saya tahu benar bahwa saya yang salah, menabrak truk yang sedang parkir, tetapi bapak saya yang ketika itu menemani saya yang ingin melancarkan kemampuan menyetir, langsung saja turun dari mobil. Bapak saya langsung memaki sang supir dan kenek truk sampah tersebut sampai mereka terlihat pucat pasi ketakutan. Saya hanya terdiam shock di dalam mobil.


Di jalanan itu ganas, dek. Kalau ada kejadian, kita harus lebih galak. Soal benar atau salah itu urusan belakangan. Kalau tidak, kita bisa habis," begitu pesan kakak laki-laki saya.


Tidak ketinggalan bapak saya yang protektif terhadap anak perempuan satu-satunya ini ikut memberi pesan, “Kamu belum mahir, di jalan itu bahaya, sepersekian detik bisa fatal akibatnya”.

[caption id="attachment_107584" align="aligncenter" width="400" caption="(gambar: www.freedigitalphotos.net)"][/caption]

Dua kejadian tersebut, ditambah petuah-petuah dari mereka cukup membuat saya ngeri dan berhenti mencoba untuk kembali menyetir mobil. Terlebih lagi setelah menikah dan ikut suami ke Korea, selama tiga tahun saya tidak pernah menyetir. Di Korea, saya dan suami tidak membutuhkan mobil. Setiap hari saya cukup berjalan kaki sambil mendorong stroller. Jika jaraknya lumayan jauh barulah kami menggunakan kereta.

Sekembalinya ke Indonesia, saya merasakan kesulitan jika ingin bepergian. Harus memanggil taksi untuk bepergian jarak jauh.  Tidak mungkin juga naik ojek jika membawa kedua anak saya, terlalu berbahaya. Suatu ketika Lea, anak kedua saya, demam dan muntah-muntah. Namun saya tidak bisa segera membawa Lea ke rumah sakit karena harus menunggu suami izin kantor setengah hari untuk menjemput. Sungguh merepotkan suami.

Suami pun menyarankan saya untuk kembali menyetir mobil agar jika terjadi hal-hal urgent, saya dapat bertindak langsung tanpa menunggu suami.  Saya pun kembali belajar menyetir mobil manual. “Kalau bisa mobil manual, nanti langsung bisa bawa matic begitu kata suami. Sebenarnya saya ini sangat penakut, namun suami selalu memberi nasihat bahwa ketakutan-ketakutan terhadap apapun bisa ditaklukan jika kita belajar untuk menghadapinya. Saya takut dengan jarum suntik, suami saya bilang “Dipelototin saja jarumnya”. Saat hamil berkali-kali harus ambil darah untuk diperiksa, akhirnya saya sampai lupa kalau takut dengan jarum suntik. Begitu juga dengan phobia ketinggian, suami memaksa saya untuk mencoba wood rollercoaster yang sangat tinggi di Korea. Saya berusaha menaklukan ketakutan saya dengan mencobanya. Ketika berjalan memasuki wahana, rasanya seperti ayam yang mau disembelih, takut sekali. Namun setelah berani mencoba, wah ternyata asyik dan menyenangkan.

Begitu pula dengan menyetir mobil. Saya pikir, saya harus mencoba menghadapinya untuk menaklukan ketakutan tersebut. Suami pun memberikan kesempatan untuk menyetir mobil setiap kami pergi ke gereja yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah. Setelah lulus, suami meminta saya untuk menjemputnya di pemberhentian shuttle bus kantor. Pertama kali mencoba lagi, saya nervous luar biasa. Menyetir ditemani yang ahli saja saya takut, apalagi hanya ditemani oleh dua anak saya yang masih kecil. Setelah lulus sesi jemput-menjemput suami, suami kembali 'menantang' saya untuk menyetir di jalan tol dari BSD ke Cilandak. Kaki sukses gemetar dan keringat bercucuran meski dalam mobil memakai AC. Akhirnya saya berhasil menaklukkan ketakutan tersebut. Setelah berhasil mengarungi jalan tol, saya menjadi cukup mahir menyetir di jalan biasa. Syukurlah saya mau mencoba, hasilnya bisa lebih mandiri dan tidak merepotkan orang lain. Terlebih lagi tahun ini Chila akan masuk sekolah, tentu saya harus bisa menyetir untuk antar-jemput Chila.


Sedikit tips untuk para mama yang akan menyetir mobil:


  • Saat mulai menyetir, gunakan sabuk pengaman, atur kenyamanan duduk dan atur spion supaya lebih jelas melihat ke belakang, samping kanan dan samping kiri. Jika pergi bersama anak-anak, mereka wajib dikondisikan dalam keadaan yang nyaman (sudah kenyang, tidak kehausan, popoknya sudah diganti, tidak bosan).

  • Car seat is a must, anak-anak harus duduk di car seat terutama jika kita menyetir sendiri.

  • Setiap kali akan bepergian, atur waktu dengan cermat sehingga tidak terburu-buru. Fatal akibatnya jika menyetir mobil sambil terburu-buru, selain jadi cenderung mengebut karena mengejar waktu, kita tidak konsentrasi dengan jalanan.

  • Empati dan toleransi wajib dibudayakan di jalan. Jika sedang macet, tidak ada salahnya menjaga jarak dengan mobil di depan agar motor bisa lewat. Sesuaikan kecepatan berkendara saat menyetir di jalan tol. Jika tidak terlalu cepat, jangan mengambil jalur kanan agar tidak menggangu mereka yang ingin menyetir cepat. Jika menyetir bersama anak-anak, saya selalu mengambil jalur tengah karena tidak berani menyetir terlalu kencang di jalan tol.

  • Selalu jaga jarak aman; apabila mobil depan mengerem mendadak, kita bisa mengantisipasinya.

  • Kesulitan mobil manual saat saya belum mahir menyetirnya adalah ketika berhenti dan ingin kembali start, mobil suka mati mesin karena saya mengangkat kopling terlalu cepat. Tidak perlu panik, terlebih jika mobil belakang sibuk mengklakson. Panik hanya akan membuat semakin gugup. Nyalakan lampu hazard, tarik rem tangan, kembali hidupkan mesin mobil dan start dari awal. Angkat kopling dan tekas gas perlahan. Jika disalip mobil-mobil yang marah, lambaikan tangan saja sambil tersenyum :)

  • Berdoa. Memang benar di jalan itu bahaya, apalagi sekarang. Bahkan orang yang sudah berhati-hati saja bisa kena celaka oleh orang-orang yang tidak patuh aturan. Setiap kali menyetir, awali selalu dengan doa, berserah kepada Tuhan dan minta perlindunganNya agar kita dijauhkan dari marabahaya.

11 Komentar
aulia1779 June 14, 2015 12:52 am

Tengkyu ya mommyminjee, artikelnya bikin aku smakin smangat buat nyoba nyetir lg krn taun ini anakku mulai playgroup n aku dah hampir 4 taun gak nyetir krn dulu sempat keguguran. Harus berani ya kuncinya. Whoosaaa semangat!

Siska Knoch
Siska Knoch June 9, 2015 10:27 pm

Artikelnya inspiring banget!! Setuju soal ketakutan (akan hal apapun), memang harus di hadapi, bersyukur dirimu selalu di support dan di kasih kepercayaan sama suami.
drive safe ya mommy mine ^^ TFS sekali lagi.

Handini
Handini June 9, 2015 8:12 pm

terima kasih mommy minje buat artikelnya yang sukses bikin saya semangat lagi buat belajar nyetir (lagi). Pada akhirnya rasa takut itu memang harus dihadapi kan ya bukan dihindari :)

Cindy Vania
Cindy Vania June 9, 2015 11:52 am

Terimakasih banyak tipsnya ya MommyMinjee..
Saya juga masih newbie nih di dunia setir-menyetir. Rasanya beda yaa nyetir sendiri sama nyetirin anak-anak.

Rebekka Irnawati
Rebekka Irnawati June 8, 2015 4:21 pm

Di jakarta klo bawa anak suka agak susah ya naik angkutan umum :( banyak yg suka merokok dlm angkot dan klo sampe kejebak macet panas bgt :( y