Mahalnya Mengasuh Anak

Oleh windi_teguh pada Senin, 17 Juli 2017
Seputar Our Stories
Mahalnya Mengasuh Anak

Dear para orangtua milenial,
Apakah mama-papa pernah punya pikiran bahwa memiliki anak itu ternyata biayanya mahal sekali?

Dulu sebelum saya menikah dan berkeluarga, setiap dengar ibu-ibu di kantor cerita soal uang beli susu, popok, sampai uang imunisasi yang katanya bikin kantong panas, saya tidak percaya. Tidak percaya level, "Hah masa sih, punya anak sampai segitunya? Memangnya susu berapa sih, diapers berapa sih, dan imunisasi bukannya gratis ya di puskesmas?"

Saat sang jabang bayi hadir di rahim, hati mama bersorak bahagia. Dengan penuh sukacita langsung daftar ke dokter kandungan ternama seantereo kota tempat tinggal. Rasa bahagia begitu membuncah sampai tidak bertanya lagi berapakah biaya konsultasi per kedatangan.

Dan wow, siapa yang mengira di masa kehamilan, uang lima ratus ribu bisa cuma 'menumpang lewat' saja di dompet. Pemeriksaan darah dengan tes lab lengkap sekian juta, USG sekian ratus ribu, beli vitamin ini-itu, susu kehamilan biar sehat, belum lagi kalau ingin makan segala macam dengan alasan mengidam. Tahu-tahu gaji sebulan sekedipan mata saja lewat di depan mata.

Saat waktu kelahiran tiba, jantung berdebar-debar tak karuan. Memikirkan keselamatan sang bayi sekaligus memikirkan biaya rumah sakit yang harus ditebus. "Ah tidak mengapa, diganti asuransi dari kantor ini", maka fasilitas kelas satu pun masih di-upgrade ke VIP demi kenyamanan pasca persalinan. Keluar rumah sakit, dompet kembali kosong karena biaya selisih upgrade kamar ternyata aduhai sekali ya, ibu-ibu.

Hari-hari menjadi ibu pun dimulai.
Anak bayi semungil itu, siapa sangka ternyata barang-barang kebutuhannya sungguhlah banyak dan menyedot saldo tabungan. Apalagi ketika melihat baju lucu-lucu, segala sepatu, kaos kaki, topi harus matched from head to toe hanya untuk kepuasan batin mama baru yang berpotensi kena baby blues. Instagram feed pun isinya sudah foto bayi yang lucu-lucu. Belum lagi tatkala menghadapi kenyataan bahwa satu kotak disposable diapers hanya bisa bertahan dalam tujuh hari saja, membuat mata kita para mama jadi begitu awas setiap ada kata PROMO di rak barang-barang kebutuhan bayi di toko dan di lembar iklan koran di akhir minggu. Harapan satu-satunya untuk membuat kantong yang kering tidak berlanjut jadi kerontang. Pernahkan terpikir bahwa ada masanya tisu basah menjadi barang yang akan mama pedulikan ketersediannya di rumah? Dan sepanjang satu-dua tahun ke depan, tas mama yang bagus itu isinya tak lebih dari 3 T: tisu-telon-termos, dan popok, dot serta baju bayi.

Apakah hanya sampai disitu? Tunggu dulu. Itu baru permulaan
 
Dengan begitu banyak ilmu parenting yang didapat, semua mama ingin yang terbaik untuk si buah hati. Demi si kecil mendapatkan asupan ASI yang cukup, maka mama butuh perangkat pendukung yang mumpuni. Breastpump jutaan rupiah masuk keranjang belanja, jangan lupa cooler bag, apron menyusui, alat sterilizer, dan tentu saja botol ASIP ternyata tidak hanya butuh satu-dua dan sungguhlah tak semurah kelihatannya.
 
Mari kita tarik napas dulu, perjalanan masih panjang.

Urban mama-papa tentu tak akan mungkin melewatkan jadwal imunisasi wajib untuk si kecil, bukan? Ini semua demi kekebalan tubuhnya. Imunisasi di Puskesmas? Bisa saja sih. Tetapi tidak, dengan bayangan selalu ingin memberikan yang terbaik dan hati resah membayangkan si kecil harus demam setelah imunisasi, maka dokter spesialis pun kembali rutin disambangi setiap bulannya imunisasi. Kaki mungkin sedikit berat setiap melangkah menuju kasir. Tetapi kesehatan adalah yang terpenting, bukan?
 
Oh, cerita masih berlanjut.
Begitu si kecil mulai bisa makan, peralatan MPASI pun muncul menari-nari di timeline sosial media. Dan muncullah pikiran bahwa si kecil pasti akan lebih semangat makannya dengan aneka piring dan sendok lucu tersebut! Menu MPASI? Tentu saja yang bergizi tinggi, segala omega-3 dan omega-6 harus tercukupi, mana itu ikan salmon, dori, hati ayam, alpukat, segala biskuit camilan bayi, dan sebagainya.
 
Jangan lupa masih ada banyak alat pendukung lainnya. Si kecil butuh tempat untuk duduk-duduk manis bergoyang di kala sore, bouncer seat is a must. Mau pergi jalan-jalan? Harus beli car seat agar anak nyaman dan selamat di dalam mobil. Belum lagi stroller demi bahu dan punggung aman dari pegal, dan tentu saja baby carrier agar tercipta bonding antara ibu dan anak makin dekat. Sebelumnya, semua itu tak akan terbayang harganya.

Sudah, sampai di situ saja? Tidak.

Ibarat komputer, ini masih bicara soal hardware, belum ke software.
Anak tersayang kita tumbuh menggemaskan, sudah saatnya ia berinteraksi dengan lingkungan luar. Maka saatnya pengeluaran sesungguhnya dimulai.

Biaya sekolah anak mulai jadi alokasi yang memakan anggaran rumah tangga. Mulai dari playgroup, daycare, TK dan seterusnya yang harus sudah dipikirkan dari sekarang. Karena biaya pendidikan tidak murah, persiapannya harus sedari anak masih bayi. Dan semuanya itu belum termasuk biaya menggaji tenaga bantuan untuk mengawasi si kecil di rumah. 
 
Dilema pun melanda para mama, antara beli skin care atau buku edukasi, buku dongeng, ensiklopedia, buku sticker, crayon, bahan-bahan DIY sensory play... ya ampun, kok banyak ya? Belum lagi kalau nanti tiba saatnya si kecil sudah bisa main dengan anak lain seusianya. Dia butuh sepeda, butuh diajak ke kebun binatang, bermain di kolam renang dan playground, field trip ke kebun sayur, belum lagi pesta ulang tahun dengan hiasan dekorasi penuh tema a la pinterest. Blah.


Sanggupkah kita? Cukupkah pemasukan kita?

Kelak akan ada masanya, mama lebih sering mampir ke toko bayi dibandingkan menikmati secangkir kopi di kafe kesayangan.
Ada masanya, saat sepatu putih bunga-bunga tak bisa hilang dari ingatan, kau harus menguatkan diri untuk tidak membeli hanya untuk melihatnya dipakai di kaki orang lain, karena ingat ada dana darurat yang mesti tercapai. Semua demi keluarga. Ada masanya mama harus menahan hasrat untuk pre-order tas keren yang sedari dulu menari-nari dalam benak, ketika ingat ada tabungan pendidikan anak yang jumlahnya harus dipenuhi. Ini demi cita-cita si kecil mendapat pendidikan terbaik kelak.

Bersabarlah. Dan rencanakan semuanya sebaik mungkin.
 
Memiliki anak memang membuat pengeluaran Urban mama-papa seribu kali lebih banyak dibanding saat single dahulu.
Mungkin kita akan kaget, penambahan satu anggota keluarga tapi kebutuhannya kok melebihi kebutuhan kita dan pasangan. Kenyataannya memang seperti itu.

Namun yakinlah, kebahagiaan yang menyertai kehadiran si kecil, senyum lucunya, wangi napasnya -dan bahkan bau pesing ompolnya pun- tak akan sanggup digantikan oleh lembaran rupiah yang mungkin keluar tak terbendung.

Nikmati saja saat ini, nikmati setiap momen yang mungkin dalam pikiranmu terbersit " Gila, ini mau merawat anak atau merawat mobil sih, kok banyak amat biayanya". Bersyukurlah atas kehadirannya. Bersyukurlah atas kesempatan berpusing-ria memikirkan biaya untuk si kecil, karena di luar sana banyak pasangan yang mendambakan kehadiran sang bayi dalam kehidupan mereka.

Jangan sedih kalau tak bisa memenuhi hasrat sesuai ekspektasi. Lagi pula tidak semua yang disebutkan di atas harus dibeli kok. Jalani saja dengan usaha, doa, dan rasa percaya bahwa kita sanggup memenuhinya. Karena setiap anak lahir dengan membawa rezekinya masing-masing yang dititipkanNya melalui tangan kita, orangtuanya. 
 

8 Komentar
dieta hadi
dieta hadi July 19, 2017 5:16 pm

Bener banget, setiap anak ada rezekinya, jangan pesimis, harus optimis dan lakukan yang terbaik buat anak. Insyaallah niat baik akan berbuah baik.

Woro Indriyani
Woro Indriyani July 19, 2017 2:51 pm

Nice article mam :) percayalah rejeki itu sudah ada yang mengatur. Dan iya banget, kebahagiaan adanya anak di tengah-tengah keluarga tidak bisa diganti dengan lembaran uang ataupun segunung emas berlian.

Gabriella F
Gabriella F July 18, 2017 8:40 pm

Artikelnya baguuus, rezeki itu mengalir dan selalu sampai tepat waktu saat ada kebutuhan si kecil ya...

ninit yunita
ninit yunita July 18, 2017 3:20 pm

jleb bangeeet baca artikelnya :D
betul... rezeki anak in syaa Allah akan mengalir melalui orangtuanya... dan kita sebagai yang diberi amanah, juga harus bisa mangatur dan membuat perencanaan keuangan dengan baik.

seperti yang cindy bilang, artikelnya juaraaa! *kalungin medali*

stefanny kennieta widjaja July 18, 2017 1:36 pm

setuju mba sama artikelnya, bahagia punya buah hati tapi setelahnya sadar akan realita. tidak memungkiri biaya anak mahal ya. tapi ya yakin saja rejeki pasti dan selalu ada ya.. amien