Dear para orangtua milenial,
Apakah mama-papa pernah punya pikiran bahwa memiliki anak itu ternyata biayanya mahal sekali?
Dulu sebelum saya menikah dan berkeluarga, setiap dengar ibu-ibu di kantor cerita soal uang beli susu, popok, sampai uang imunisasi yang katanya bikin kantong panas, saya tidak percaya. Tidak percaya level, "Hah masa sih, punya anak sampai segitunya? Memangnya susu berapa sih, diapers berapa sih, dan imunisasi bukannya gratis ya di puskesmas?"
Saat sang jabang bayi hadir di rahim, hati mama bersorak bahagia. Dengan penuh sukacita langsung daftar ke dokter kandungan ternama seantereo kota tempat tinggal. Rasa bahagia begitu membuncah sampai tidak bertanya lagi berapakah biaya konsultasi per kedatangan.
Dan wow, siapa yang mengira di masa kehamilan, uang lima ratus ribu bisa cuma 'menumpang lewat' saja di dompet. Pemeriksaan darah dengan tes lab lengkap sekian juta, USG sekian ratus ribu, beli vitamin ini-itu, susu kehamilan biar sehat, belum lagi kalau ingin makan segala macam dengan alasan mengidam. Tahu-tahu gaji sebulan sekedipan mata saja lewat di depan mata.
Saat waktu kelahiran tiba, jantung berdebar-debar tak karuan. Memikirkan keselamatan sang bayi sekaligus memikirkan biaya rumah sakit yang harus ditebus. "Ah tidak mengapa, diganti asuransi dari kantor ini", maka fasilitas kelas satu pun masih di-upgrade ke VIP demi kenyamanan pasca persalinan. Keluar rumah sakit, dompet kembali kosong karena biaya selisih upgrade kamar ternyata aduhai sekali ya, ibu-ibu.
Hari-hari menjadi ibu pun dimulai.
Anak bayi semungil itu, siapa sangka ternyata barang-barang kebutuhannya sungguhlah banyak dan menyedot saldo tabungan. Apalagi ketika melihat baju lucu-lucu, segala sepatu, kaos kaki, topi harus matched from head to toe hanya untuk kepuasan batin mama baru yang berpotensi kena baby blues. Instagram feed pun isinya sudah foto bayi yang lucu-lucu. Belum lagi tatkala menghadapi kenyataan bahwa satu kotak disposable diapers hanya bisa bertahan dalam tujuh hari saja, membuat mata kita para mama jadi begitu awas setiap ada kata PROMO di rak barang-barang kebutuhan bayi di toko dan di lembar iklan koran di akhir minggu. Harapan satu-satunya untuk membuat kantong yang kering tidak berlanjut jadi kerontang. Pernahkan terpikir bahwa ada masanya tisu basah menjadi barang yang akan mama pedulikan ketersediannya di rumah? Dan sepanjang satu-dua tahun ke depan, tas mama yang bagus itu isinya tak lebih dari 3 T: tisu-telon-termos, dan popok, dot serta baju bayi.
Begitu si kecil mulai bisa makan, peralatan MPASI pun muncul menari-nari di timeline sosial media. Dan muncullah pikiran bahwa si kecil pasti akan lebih semangat makannya dengan aneka piring dan sendok lucu tersebut! Menu MPASI? Tentu saja yang bergizi tinggi, segala omega-3 dan omega-6 harus tercukupi, mana itu ikan salmon, dori, hati ayam, alpukat, segala biskuit camilan bayi, dan sebagainya.
Sudah, sampai di situ saja? Tidak.
Ibarat komputer, ini masih bicara soal hardware, belum ke software.
Anak tersayang kita tumbuh menggemaskan, sudah saatnya ia berinteraksi dengan lingkungan luar. Maka saatnya pengeluaran sesungguhnya dimulai.
Biaya sekolah anak mulai jadi alokasi yang memakan anggaran rumah tangga. Mulai dari playgroup, daycare, TK dan seterusnya yang harus sudah dipikirkan dari sekarang. Karena biaya pendidikan tidak murah, persiapannya harus sedari anak masih bayi. Dan semuanya itu belum termasuk biaya menggaji tenaga bantuan untuk mengawasi si kecil di rumah.
Sanggupkah kita? Cukupkah pemasukan kita?
Kelak akan ada masanya, mama lebih sering mampir ke toko bayi dibandingkan menikmati secangkir kopi di kafe kesayangan.
Ada masanya, saat sepatu putih bunga-bunga tak bisa hilang dari ingatan, kau harus menguatkan diri untuk tidak membeli hanya untuk melihatnya dipakai di kaki orang lain, karena ingat ada dana darurat yang mesti tercapai. Semua demi keluarga. Ada masanya mama harus menahan hasrat untuk pre-order tas keren yang sedari dulu menari-nari dalam benak, ketika ingat ada tabungan pendidikan anak yang jumlahnya harus dipenuhi. Ini demi cita-cita si kecil mendapat pendidikan terbaik kelak.
Bersabarlah. Dan rencanakan semuanya sebaik mungkin.
Namun yakinlah, kebahagiaan yang menyertai kehadiran si kecil, senyum lucunya, wangi napasnya -dan bahkan bau pesing ompolnya pun- tak akan sanggup digantikan oleh lembaran rupiah yang mungkin keluar tak terbendung.
Jangan sedih kalau tak bisa memenuhi hasrat sesuai ekspektasi. Lagi pula tidak semua yang disebutkan di atas harus dibeli kok. Jalani saja dengan usaha, doa, dan rasa percaya bahwa kita sanggup memenuhinya. Karena setiap anak lahir dengan membawa rezekinya masing-masing yang dititipkanNya melalui tangan kita, orangtuanya.
Bener banget, setiap anak ada rezekinya, jangan pesimis, harus optimis dan lakukan yang terbaik buat anak. Insyaallah niat baik akan berbuah baik.
Nice article mam :) percayalah rejeki itu sudah ada yang mengatur. Dan iya banget, kebahagiaan adanya anak di tengah-tengah keluarga tidak bisa diganti dengan lembaran uang ataupun segunung emas berlian.
Artikelnya baguuus, rezeki itu mengalir dan selalu sampai tepat waktu saat ada kebutuhan si kecil ya...
jleb bangeeet baca artikelnya :D
betul... rezeki anak in syaa Allah akan mengalir melalui orangtuanya... dan kita sebagai yang diberi amanah, juga harus bisa mangatur dan membuat perencanaan keuangan dengan baik.
seperti yang cindy bilang, artikelnya juaraaa! *kalungin medali*
setuju mba sama artikelnya, bahagia punya buah hati tapi setelahnya sadar akan realita. tidak memungkiri biaya anak mahal ya. tapi ya yakin saja rejeki pasti dan selalu ada ya.. amien