Melihat Dengan Mata Hati

Oleh dieta hadi pada Rabu, 25 April 2012
Seputar Our Stories


Sebagai manusia, lebih-lebih lagi sebagai orangtua, kita ingin sekali menjadi orangtua yang sempurna untuk anak-anak kita. Bisa mendidik dan melihat tumbuh kembang anak kita dari lahir hingga besar dengan mata kepala kita sendiri. Saya yakin hampir semua orang ingin seperti itu, melihat seluruh perkembangan anaknya dengan matanya sendiri, ya matanya sendiri. Lalu bagaimana jika kita tidak bisa melihat itu semua dengan mata kita sendiri? Bukan karena sudah dipanggil oleh Tuhan (meninggal dunia) tetapi lebih karena mata sebagai  indra penglihatan kita diambil oleh Tuhan alias tidak bisa melihat? Bagaimana kita bisa melihat perkembangan anak jika tidak bisa melihat? Lalu bagaimana perasaan kita?


Awalnya saya amat ketakutan ketika membayangkan, bagaimana jika saya tidak bisa melihat tumbuh kembang anak-anak saya karena keterbatasan? Apakah saya akan menangisi hidup dan menyalahkan Tuhan? Tentu saja saya takut jika Tuhan memberikan ujian seperti itu sampai akhirnya saya bertemu dengan seseorang Ibu yang sekarang menjadi ibu mertua saya dan kejadian yang menimpa saya sehingga membuat saya belajar untuk menjadi manusia yang ikhlas, walaupun sulit.


Ibu mertua saya adalah ibu rumah tangga biasa, ia mengurusi suami, anak, dan rumah dengan segala suka cita. Ibu Mertua adalah seorang wanita yang sesungguhnya, cantik (melihat fotonya ketika muda walaupun sampai sekarang masih cantik), baik dan sangat bersahaja. Menurut anak-anaknya, beliau tidak pernah marah, padahal mereka bertiga sangat lincah dan aktif. Beliau hanya berbicara dengan lemah lembut ketika anak-anak berebut mainan atau melakukan hal lain yang kadang membuat kita gemas dan kesal. Sebagai Ibu, tentu saja mertua saya ingin sekali melihat anak-anaknya tumbuh besar, sukses, dan melihat cucu-cucunya dengan matanya sendiri, tetapi sayang, Tuhan berkata lain, ketika anak-anaknya masih kecil, Ibu Mertua tiba-tiba tidak bisa melihat. Apa penyebabnya? Saya sendiri tidak tahu dan tidak berani menanyakan langsung, suami tidak tahu karena ia juga tidak mau menanyakan langsung. Yang suami saya ceritakan adalah pada waktu itu dokter berkata bahwa mata Ibu Mertua bisa diselamatkan dan bisa melihat lagi walaupun prosesnya sangat lama dan hasilnya 50-50 serta memakan biaya yang lumayan mahal. Karena hal ini, Ibu Mertua mengambil keputusan untuk tidak mau mengambil tindakan penyelamatan matanya itu, Ibu lebih memilih tidak bisa melihat dengan alasan yang terkadang tidak saya mengerti, yaitu, “Saya sudah mulai terbiasa dengan penglihatan seperti ini”. Lalu apakah keluarga suami tidak memaksanya? Tentu saja memaksanya, tetapi Ibu Mertua tetep dengan pendiriannya dan mengatakan “Saya masih punya mata hati yang diberi oleh Tuhan, dan saya bisa melihat dunia ini dengan mata hati saya”. Jika sudah seperti itu, mau bagaimana lagi?


Dengan keterbatasan itu, Ibu Mertua tetap membesarkan anak-anaknya, tetap menjadi ibu rumah tangga yang selalu menyiapkan makanan untuk anak-anak dan suaminya. Ya, Ibu Mertua masih memasak hingga sekarang walaupun beliau tidak bisa melihat. Beliau masih melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, mengepel, menyapu, menyetrika, dan hal-hal lainnya seperti layaknya manusia yang memiliki mata. Entahlah, waktu pertama kali mendengar ceritanya, saya tidak percaya sampai akhirnya melihat langsung. Pada saat itu saya berpikir, jika saya seperti beliau, apakah saya bisa seikhlas beliau? Saya rasa tidak! Pasti saya sudah menangis dan menyalahkan diri sendiri dan sampai pada akhirnya Tuhan memberikan cobaan sesaat pada saya yang membuat saya tahu dan bisa merasakan apa yang Ibu Mertua rasakan. Ya, Tuhan sempat memberikan saya ujian yaitu tidak bisa melihat dunia alias buta ketika saya harus melahirkan anak saya Mika karena pre-eklamsia. Benar, saya tiba-tiba buta saat itu, tidak bisa melihat apa-apa selain warna hitam. Tetapi entah kenapa pada saat itu saya tidak merasa panik dan takut jika Tuhan harus mengambil mata saya. Pada saat itu saya hanya bisa pasrah dan percaya pasti Tuhan akan memberikan jalan terbaik jika saya ikhlas. Tuhan mendengar doa saya dan memberikan kembali penglihatan kepada saya. Di sini saya baru merasakan apa yang Ibu Mertua saya rasakan, tidak bisa melihat bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Ikhlas kepada Tuhan akan membuat kita menjadi tenang dan nyaman menjalani kehidupan ini dan itu terjadi pada Ibu Mertua saya.


Yang jelas, saya sebagai menantu sama sekali tidak merasakan malu dengan kekurangan Ibu Mertua. Keluarga suami saya saja tidak merasakan hal itu, mereka sangat mengerti dan menjembatani kebutuhan Ibu Mertua. Oh ya, Ibu Mertua bisa tahu rupa seseorang, padahal beliau kan tidak melihat, ya? Ya, jika bertemu dengan seseorang, Ibu Mertua pasti bersalaman dan cium pipi kiri kanan baik dengan pria atau wanita, dengan begini beliau akan mengetahui rupa orang itu, karena biasanya dia akan bertanya kepada kami apakah orang tersebut mirip dengan seseorang yang beliau kenal. Seperti ketika bertemu dengan papa saya, setelah itu beliau bertanya kepada anak-anaknya, papa saya mirip dengan Bapak A ya?  Dan memang papa saya mirip dengan Bapak A itu. Kami selalu menceritAkan setting suatu ruangan atau keadaan ketika kami mengajak ke suatu tempat, agar Ibu Mertua juga bisa membayangkan tempat tersebut dan melihat dengan mata hatinya. Begitu juga dengan barang-barang yang kami beli untuk Ibu Mertua, ya semua itu kami lakukan supaya ia juga bisa melihatnya.


Saya sungguh kagum dengan ibu mertua saya ini, dengan keterbatasan yang dimiliki, beliau masih bisa membesarkan dan mendidik anak-anaknya dengan baik, dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tidak pernah menyesali keadaan yang dirasakan dan dihadapi, selalu pasrah dan ikhlas menghadapi kehidupan dan ujian yang Tuhan berikan kepadanya. Dari Ibu Mertua, saya belajar untuk bisa menerima kenyataan kehidupan ini, belajar untuk bisa ikhlas dan belajar untuk lebih sabar lagi menghadapi segala hal.


Mama, begitu banyak hal yang Mama berikan dan contohkan kepadaku, begitu hebatnya dirimu sehingga membuatku untuk selalu terus mencintaimu tanpa batas.

Kategori Terkait


Tag Terkait

28 Komentar
Harning Yuangvi Setiarini April 28, 2012 11:48 am

terharu bgt mb...

jarvi kurnia lestari
jarvi kurnia lestari April 28, 2012 8:57 am

Can't say a word...gak berhenti senyum2 terharu aku bacanya...salam hormat untuk beliau ya mbk :)

Honey Josep
Honey Josep April 27, 2012 11:39 am

:')

arninta puspitasari
arninta puspitasari April 26, 2012 3:37 pm

nangis bacanya :')

marni uli saragih
marni uli saragih April 25, 2012 9:55 pm

terharu kekurangan'y ibu jadi kelebihan'y y..... ikhlas'y itu yg ga nahan.sebagai org yg "sempurna fisik"harus msh latihan banyak y,,,,,