Pemeriksaan Mata Minus Sebelum Persalinan

Oleh rina dianti pada Senin, 16 Juni 2014
Seputar Our Stories

Saat kehamilan memasuki minggu ke-31, saya disarankan untuk memeriksakan kondisi mata karena minus saya yang tinggi (kiri-kanan 5). Akhirnya saya menyempatkan diri ke Jakarta Timur Eye Center yang lokasinya satu gedung dengan RS Harapan Bunda, Pasar Rebo Jakarta Timur. Walaupun hanya menempati satu lantai di RS Harapan Bunda, tetapi Jakarta Timur Eye Center ini cukup nyaman dan bersih. Bahkan di ruang tunggu disediakan tiga kursi alat pijat dan beberapa alat pijat refleksi kaki untuk pengunjung.

Sebelum menikah, saya tidak pernah berpikir hubungan antara mata minus tinggi dan pilihan proses persalinan. Kemudian dokter spesialis mata yang saya datangi menjelaskan bahwa risiko putusnya syaraf mata bisa terjadi pada siapa dan kapan saja, tidak hanya pada persalinan normal saat mengejan. Contoh orang yang bangun tidur bisa saja tiba-tiba kehilangan penglihatannya, atau karena benturan keras dan sebagainya.

Mengejan atau memejamkan mata saat proses persalinan sebenarnya tidak berpengaruh langsung ke mata, namun untuk mengurangi resiko terburuk bagi mata maka dokter spesialis kandungan biasanya menganjurkan ibu hamil dengan kondisi mata minus tinggi untuk memeriksakan kondisi matanya jauh-jauh hari sebelum persalinan. Saat proses persalinan normal, seluruh otot dan syaraf pada tubuh bekerja keras dan menegang, termasuk syaraf penglihatan. Jadi menurut saya, tak ada salahnya bumil yang matanya minus tinggi untuk memeriksakan mata ke dokter, untuk memastikan kondisi matanya tidak bermasalah jika akan menjalani proses persalinan normal.

Dari pemeriksaan mata yang saya jalani, alhamdulillah tidak ada masalah dengan mata saya maupun besar minusnya. Padahal sudah ada ketentuannya untuk memeriksakan mata minimal setiap enam bulan. Untuk saya yang termasuk jarang memeriksakan mata ke dokter spesialis, anjuran dokter kandungan agar pergi periksa ke dokter mata membuat saya lebih mengetahui kondisi mata secara menyeluruh dari kondisi kornea, lensa, retina, dan syaraf mata.

Manfaatnya lagi, setiap kali berkunjung dari dokter spesialis pasti dapat ilmu walaupun sedikit. Dokter mata sempat menjelaskan kepada saya: syaraf mata orang yang berminus tinggi itu diibaratkan seperti balon tiup karet. Balon karet yang belum ditiup ketebalannya masih normal = mata normal, artinya syaraf mata pun masih bagus. Sementara balon karet yang ditiup dengan sedikit angin, ketebalan permukaannya berkurang = mata minus. Lalu balon karet yang ditiup dengan banyak angin hingga balon membesar, permukaannya makin tipis = mata minus tinggi. Jadi, makin tinggi tekanan angin dalam balon maka semakin menipis ketebalan permukaan si balon. Jika tekanan anginnya ditambah lagi, ada kemungkinan balon tersebut akan semakin tipis dan kemudian pecah. Sama halnya dengan mata minus, makin tinggi minusnya, syaraf mata makin menegang tipis. Begitu kira-kira analogi antara syaraf mata minus dan balon karet.

Saya pikir itulah mengapa dokter kandungan sekarang menyarankan pasien yang berminus tinggi untuk memeriksakan matanya sebelum menjalani persalinan normal dengan tujuan untuk mengurangi risiko terburuk. Sebagai pasien pun, tentu saja saya menginginkan proses persalinan yang tenang tanpa kekhawatiran apa yang akan terjadi pada mata ketika proses persalinan berlangsung.

Keseluruhan proses pemeriksaan mata yang saya jalani saat itu adalah sebagai berikut:

Tahap pertama, saya memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat tiga alat pemeriksaan mata. Sebenarnya alat ini tidak asing bagi karena ada di optik-optik. Untuk alat yang pertama, pasien duduk kemudian diminta menempelkan dagu di bagian alat tersebut dan mata kiri-kanan diperiksa bergantian. Di dalam alat tersebut, pasien akan melihat sebuah rumah kecil dari kondisi buram hingga terlihat jelas. Untuk alat kedua, bentuknya hampir mirip dengan alat pertama tetapi cara kerjanya berbeda. Ada semacam efek angin yang ditiupkan ke mata, menurut saya tidak sakit tapi agak sedikit mengagetkan. Dari alat ini, beberapa kali angin ditiupkan ke mata saya. Kemudian alat ketiga berupa pemeriksaan manual seperti di optik, di mana pasien dikenakan kacamata khusus yang akan diselipkan beberapa lensa secara berganti untuk membaca huruf dan angka di dinding. Setelah tahap pertama selesai, saya diminta menunggu untuk tahap selanjutnya.

Tahap kedua, saya diminta masuk ke ruang tunggu yang lebih privat. Ternyata di sana saya diberi obat tetes mata yang berfungsi untuk memperbesar pupil mata guna pemeriksaan mata selanjutnya. Orang-orang yang berada di ruangan ini khusus bagi yang akan diberikan obat tetes mata tetapi pendamping boleh ikut masuk untuk menemani. Efek obat tetes mata ini adalah selama 4-6 jam ke depan penglihatan akan buram dan kesulitan membaca. Ternyata benar, selesai pemeriksaan mata, penglihatan saya buram dan tidak bisa baca sms, whatsapp, bbm dan sebagainya.

Tahap ketiga, saya memasuki ruangan yang hanya ada tempat tidur dan alat pemeriksaan mata. Di sana saya diperiksa oleh dr. Okky N, Sp.M. Saya diminta berbaring kemudian lampu dimatikan dan dokter mulai memeriksa mata saya dengan sebuah lampu seperti senter. Dokter meminta saya untuk menggerakan bola mata ke atas, kiri, bawah, kanan untuk setiap mata. Proses ini cukup menyilaukan mata. Selama proses pemeriksaan mata ini saya selalu ditemani oleh suami.

Tahap keempat dan terakhir,  pemeriksaannya menggunakan alat yang cara penggunaannya hampir sama dengan tahap ketiga namun lebih detail. Saya diminta melihat atas, atas kanan, kanan, bawah kanan, bawah, bawah kiri, kiri, lalu kiri atas, untuk setiap bola mata. Selama pemeriksaan saya merasa ada sebuah benda yang hampir menempel dengan lensa mata sementara suster memegangi kepala saya, mungkin agar tidak bergerak dan alatnya bisa menempel sempurna. Selesai pemeriksaan, dr. Okky menyatakan bahwa kondisi mata saya masih bagus dan tidak bermasalah jika nanti menjalani persalinan normal. Dari pengalaman saya ini, berhubung tidak dikasih surat rekomendasi pemeriksaan mata oleh dokter kandungan, saya berinisiatif meminta surat pernyataan dari dokter mata bahwa kondisi mata saya baik-baik saja dan tidak bermasalah untuk melakukan persalinan normal.

Adapun biaya pemeriksaan retina untuk ibu hamil di Jakarta Timur Eye Center per Mei 2014 adalah sebagai berikut:


  • Konsultasi dokter spesialis mata: Rp165.000,-

  • Tonometri non contact ODS: Rp15.000,-

  • Indirect Optalmoskop Kepala ODS: Rp25.000,-

  • Pemakaian obat tetes mata: Rp8.000,-

  • Biaya administrasi: Rp25.000,-

  • Total biaya pemeriksaan mata: Rp248.000,-


Semoga informasi ini berguna bagi urban mama yang sedang hamil dan matanya berminus tinggi.

featured image credit: gettyimages.com

Kategori Terkait


Tag Terkait

3 Komentar
MamaAzza January 15, 2015 4:07 pm

Makasi info lengkapnya...nice share for mom-to-be

zata ligouw
zata ligouw June 19, 2014 7:27 am

lengkap banget infonya, makasih ya Rin!

Retno Aini
Retno Aini June 16, 2014 9:35 pm

Tfs ya Rina... jadi keinget lagi nih pentingnya buat periksa mata menyeluruh :)

 

Artikel Terbaru
Senin, 09 November 2020 (By Expert)

Mengenal Lebih Dekat Rahasia Manfaat BPJS Sebagai Asuransi Proteksi Kita

Jumat, 25 Desember 2020

6 Keuntungan Tidak Punya Pohon Natal di Rumah

Kamis, 24 Desember 2020

Rahasia kecantikan Alami dari THE FACE SHOP YEHWADAM REVITALIZING

Rabu, 23 Desember 2020

Lentera Lyshus

Selasa, 22 Desember 2020

Different Story in Every Parenting Style

Senin, 21 Desember 2020

Menurut Kamu, Bagaimana?

Jumat, 18 Desember 2020

Santa's Belt Macarons

Selasa, 15 Desember 2020

Christmas Tree Brownies