Saya percaya bahwa Allah memberikan saya kekuatan seorang ibu. Ya, semacam kekuatan super. Ternyata sentuhan saya bisa mendiamkan tangisnya. Kemudian di saat lain saya jadi tahu kalau sentuhan saya menenangkan, bahkan bisa menurunkan demamnya.
Punya bayi lagi itu seperti punya mainan baru. Sejak kelahiran baby Ryu, kakak-kakaknya senang sekali mencium-cium pipi baby Ryu. Saya suka bertanya pada Millie dan Leah, mengapa gemas sampai mencium dan tak lepas-lepas? Pasti jawaban mereka adalah karena baby Ryu ini lucu dan wangi sekali, jadi mereka suka mencium si adik.
Saat punya anak, akan ada banyak hal yang akan orangtua pelajari. Bukan saja hal-hal yang sebelumnya sering diwanti-wanti oleh orangtua kami, namun juga hal-hal yang sebelumnya tak pernah diberitahu oleh orang lain di sekitar kita. Beberapa di antaranya bahkan penting, malah kalau dipikir-pikir dapat berujung fatal kalau kami tidak mengetahuinya.
Saat Adik F berusia tiga bulan, dokter menyarankan agar ia dibawa ke fisioterapi. Saya kaget karena kok kepala peyang saja repot begini ya, padahal kalau di tanah air ini menjadi hal yang biasa saja.
Menurut saya, setiap busui pasti pernah menghadapi drama menyusui. Mulai dari puting lecet yang sakitnya luar biasa, keluarga terdekat yang ngomporin untuk memberikan susu formula tanpa indikasi medis, anak mogok menyusu, ibu kelelahan…. You name it!
Urban mama yang sudah punya anak ataupun sedang menanti kehadiran si kecil pastilah memikirkan perawatan kulit mereka. Apalagi bayi itu kulitnya masih lembut dan halus, rentan sekali, jadi kalau salah perawatan bisa membuat kulit yang tadinya baik-baik saja malahan jadi bermasalah.
Beberapa bulan lalu saat ke posyandu untuk memeriksakan tumbuh kembang Faiha, kami mendapatkan selembar kertas oranye dari perpustakaan kota. Ternyata kami mendapatkan satu paket buku bayi secara gratis khusus untuk anak-anak 0–2 tahun, serta panduan bagi orang tua untuk mendampingi anak-anak membaca buku.
Akhir minggu ini diliputi kegemparan terutama di grup WA ibu-ibu mengenai adanya KLB difteri, termasuk di WAG sekolah anak saya dan di beberapa grup lainnya. Perhatian kembali ditujukan kepada penyakit yang selama ini dianggap tidak ada dan tidak akan menular pada anak kita. Ternyata kita (bisa) salah.
Ada kalanya Kafi (2 tahun) dan Janna (10 bulan) menangis bersamaan. Saat itulah, peran suami sangat diandalkan, sementara saya menyusui dan menenangkan si kakak, suami akan menyiapkan ASI perah untuk si bungsu sambil menggendongnya.
"Jangan terlalu sering menggendong anak. Nanti anakmu jadi bau tangan."
"Kok gendong anaknya dipekeh gitu? Nanti jalannya ngangkang, lho"
Ucapan-ucapan tersebut sudah sering saya dengar, bahkan jauh sebelum menikah dan punya anak. Saking seringnya mendengar, sampai-sampai menjadi keyakinan bahwa terlalu sering menggendong anak akan berdampak negatif bagi ibu dan anak.