Beberapa waktu lalu, saya memantau linimasa Twitter. Niatnya sih untuk membaca berita terkini terkait wabah Covid-19 yang melanda negeri kita. Namun, saya kok lama-kelamaan malah menjadi stres menyimak dinamika linimasa Twitter terkait pandemi ini. Tak hanya kabar-kabar duka dan kengerian terkait Covid-19, cuitan netizen yang terus-menerus melontarkan kritik dan sarkasme secara tidak langsung membuat saya sebagai orang awam semakin terbebani. Belum lagi, grup WhatsApp keluarga yang tak henti mengirimkan dan membahas berita kengerian Covid-19 setiap hari. Tak ketinggalan, respon panik keluarga yang saling menimpali ketika menanggapi berita-berita terkait wabah Covid-19 dan coronavirus.
Selain itu, saya pribadi risih ketika ada pihak yang membagikan pesan berantai tanpa sumber yang jelas di grup WhatsApp. Sering kali pesan berantai ini menimbulkan ketakutan. Juga, kecenderungannya mencomot nama dan gelar pihak tertentu saja tanpa tautan kredibel yang mengonfirmasi kebenarannya. Rasanya sulit mendapatkan informasi yang tepat juga informasi yang bernuansa semangat dan harapan belakangan ini.
Beruntung, saya kemudian mendapati pengingat dari Konselor & Psikoterapis Kesehatan Mental Deepika Mulchandani dalam menyikapi arus informasi yang deras ini. Deepika adalah pendiri The Open Connections, penyedia layanan konseling dan psikoterapi yang berbasis di Singapura. Lewat IG story-nya, ia mengunggah ulang postingan poster dengan tulisan "keep calm and carry on" dengan ilustrasi virus di bagian atasnya. Sementara bagian bawah poster terdapat teks berbahasa Inggris dengan terjemahan, "Rasa khawatir itu normal, tapi kepanikan tidak akan membantu. Otakmu tidak bekerja di bawah tekanan."
Deepika pun memberikan pengantar di IG story tersebut. "Kita semua bertanggung jawab menyebarkan informasi secara bijaksana. Upaya membagikan fakta tentu bagus untuk menjaga keamanan satu sama lain, tapi membagikannya secara AMAN dan TENANG bahkan jauh lebih penting di saat seperti ini," tulis Deepika.
"Banyak orang yang bercerita pada saya bahwa mereka malah menjadi lebih tak berdaya dengan kegelisahan dan ketakutan yang ditimbulkan, ketimbang berfokus pada konten beritanya."
"Kita dapat selamat dari virus dan hal terpenting untuk mewujudkannya adalah merawat diri sendiri (self-care). Semakin kita belajar untuk tenang, itu lebih baik bagi kita semua."
Deepika adalah teman satu sanggar tari saya dulu. Beberapa bulan belakangan, kami jadi sering berdiskusi seputar isu kesehatan mental. Wawasan saya mengenai manajemen emosi dan self-care menjadi terbuka setelah banyak berdiskusi dengan dirinya. Ketika saya mendapati IG story tersebut, Deepika seakan-akan membaca pikiran saya.
Ia pun membagikan sejumlah tips membagikan informasi secara bijak di media sosial dan grup percakapan:
- Pastikan tautan berita yang kita sebarkan berasal dari sumber yang tepat. Jika Urban Mama tidak yakin, periksa dulu tautan tersebut dengan bertanya pada teman, kolega, atau keluarga sebelum membagikannya ke banyak orang.
- Bagikan informasi yang dapat membantu orang lain menjadi aman, bersiap diri, and waspada.
- Jika Urban Mama sendiri merasa cemas dan takut, itu bukan saat yang baik untuk membagikan berita.
- Tanda kecemasan yang perlu diwaspadai: pikiran negatif yang terus-menerus, memikirkan keputusasaan, ketidakmampuan untuk istirahat dan tidur yang layak, terus-menerus memeriksa dan membicarakan berita, dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap kesehatan diri.
- Ketika Urban Mama menyadari gejala kecemasan dalam diri: lakukan jalan kaki ringan, latihan bernapas dalam, hubungi orang yang Urban Mama percaya, alihkan diri dengan melakukan aktivitas yang disukai, tonton sesuatu yang lucu maupun menyenangkan, dan JANGAN MEMBAGIKAN BERITA APAPUN.
Deepika juga mengajak kita untuk belajar mengidentifikasi berita yang membantu dan berita yang tidak membantu kita.
Berita yang membantu:
- Berita mengenai tindakan pencegahan tambahan yang bisa kita lakukan.
- Area yang menjadi tempat terjadinya kontak terhadap virus. Dengan begitu, kita dapat memutuskan, kita atau siapapun yang pernah ke sana perlu tidaknya menjalankan tes kesehatan terkait saat menunjukan gejala.
- Informasi kesehatan tentang cara meningkatkan imunitas tubuh dan menjaga kesehatan.
- Rumah sakit dan layanan kesehatan yang menyediakan pemeriksaan lanjutan.
- Hal-hal yang dapat kita lakukan untuk membantu orang-orang dan bisnis yang sedang berjuang akibat dampak wabah.
- Hal-hal yang bisa dilakukan untuk merawat diri lebih baik.
- Prosedur untuk menjalani tes kesehatan terkait (misal, rapid test Covid-19 ), tata cara isolasi diri, dan aturan karantina yang dilaksanakan oleh Pemerintah.
- Perkembangan isu secara lokal di sekolah anak atau tempat kerja Urban Mama.
Berita yang tidak membantu:
- Pembaruan informasi secara terus-menerus kepada orang lain tentang jumlah korban dan kasus-kasus terdeteksi.
- Artikel yang membahas lebih banyak konten tentang pihak yang bersalah dan disalahkan. Informasi ini tidak akan membuat kita bergerak ke manapun, tapi malah meningkatkan kecemasan diri.
- Informasi mengenai keterpurukan ekonomi dan prediksi masa depan yang mengerikan. Pengecekan fakta secara rasional mengenai kerugian boleh saja dibagikan karena sebagian dari kita menjalankan bisnis dan investasi. Namun, porsi informasi yang berlebihan tentangnya dapat membahayakan kesehatan mental kita.
- Berita yang belum terverifikasi dari sumber yang tidak terverifikasi. Selalu cek berulang sumber informasi yang kita dapatkan.
Deepika kemudian mengakhiri IG story-nya, "Kami tahu kita sedang menghadapi momen-momen ketidakpastian dan pemimpin-pemimpin di beberapa negara bisa bertindak lebih baik. Tapi, menyebarkan berita secara tidak bertanggung jawab TIDAK AKAN MENOLONG SIAPAPUN."
"Kita semua dapat memimpin dan membantu. Dan, orang pertama yang perlu dipimpin adalah DIRI KITA SENDIRI."
Usai mencerna penjelasan Deepika, secara kebetulan saya juga mendapati imbauan dari Departemen Medik Kesehatan Jiwa RSCM-FKUI. Cuplikan imbauan yang ramai dibicarakan di media sosial ini menyarankan kita untuk mengurangi menonton, membaca, atau mendengarkan berita yang membuat diri cemas dan gelisah.
"Usahakan mencari berita hanya 1-2 kali dalam sehari dan pada waktu spesifik," tulis himbauan tersebut.
Alhamdulillah, saya kini merasa lebih baik dengan mengurangi paparan berita mengenai Covid-19. Saya lebih selektif lagi dalam memperbarui informasi seputar wabah ini dan lebih memfokuskan diri pada rutinitas offline. Saya berusaha untuk sepenuh hati mengerjakan tugas-tugas domestik, bermain dengan anak-anak, dan kembali menikmati buku-buku yang sudah dibeli, namun belum berhasil dibaca sampai selesai.
Semoga tips di atas juga dapat membantu Urban Mama dalam mengatur konsumsi informasi selama masa krisis ini ya. Stay safe!