Feel the Blues

Oleh Winda Deftiani pada Senin, 21 Februari 2011
Seputar Our Stories

Bagi saya, benar yang dikatakan banyak orang kalau setelah melahirkan itu emosi seperti roller coaster. Mending kalau terasa, masalahnya ternyata, si emosi yang naik turun ini malah pada awalnya, yang saya alami tidak terasa. Ini terjadi pada saya di minggu-minggu awal menjadi ibu. Bahkan saya baru menyadari kalau saya terserang the famous baby blues saat petugas kesehatan datang untuk mengontrol Bhumi dan bertanya...

Is this what you expected as mother?

Awal-awal menjadi ibu bukan hal yang mudah bagi saya. Saya merasa kondisi nyaman saya yang terganggu, selain karena semua hal di minggu pertama semua harus dilakukan sendiri (berdua dengan suami), jauh dari orang tua dan tanpa bimbingan siapapun. Perasaan di saat melahirkan yang over excited berubah menjadi over worried dan over inconfident. Yang paling saya rasakan di hari-hari awal Bhumi di rumah adalah lelah yang amat sangat. Tidur pun tidak begitu nyaman. Sehingga pada hari ke-empat di rumah saya merasa bahwa saya menyusui, mengganti popok Bhumi, dan menggendongnya hanya bagian dari kewajiban untuk membuatnya tidak menangis. Saya merasa, perasaan saya sebagai ibu tidak muncul sedemikian rupa sehingga kegiatan-kegiatan tadi menjadi tidak mudah dan menyenangkan. Dan ini membuat Bhumi belum merasa nyaman di dekat ibunya. Belum lagi, di hari kelima saya mengalami mastitis. Payudara saya dua-duanya membengkak dan membuat saya meriang. Sungguh yang saya rasakan hanya ketidakmampuan mengasuh B, apalagi kalau mendengar B menangis kencang. Yang paling menenangkan saya di saat-saat seperti ini hanya menangis dan dipeluk oleh mr.A.


Minggu kedua,orang tua saya tiba di Kopenhagen, untuk menemani saya.Tapi sungguh, sebenarnya kedatangan mereka membuat saya merasa lebih tidak mampu. Kekhawatiran berlebihan dari Eyang Ti dan Kung-nya saat Bhumi menangis membuat saya malah over protective pada Bhumi dan tidak mau menyerahkan pada eyang-eyangnya. Saya merasa saya harus bisa membuat Bhumi tidak menangis, paling tidak merasa nyaman, dan tidak mau orang lain yang melakukannya untuk Bhumi, karena tidak mau dicap tidak mampu. Belum lagi di minggu ini Bhumi mengalami bingung puting, padahal minggu sebelumnya semuanya baik-baik saja. Kondisi ini membuat saya hanya bisa berurai airmata.


Syukurnya, mama saya menyadari bahwa saya merasa tidak nyaman dengan kekhawatiran yang berlebihan dari mereka. Mama pun lebih banyak membantu saya mengurusi dapur, menyiapkan makanan, dan menggendong Bhumi saat sesudah disusui, dan membiarkan saya istirahat. Tampaknya keadaan ini membuat kondisi tubuh saya membaik dan membuat saya lebih mudah berpikir jernih.


Saya pun mulai menikmati bangun di tengah malam dan menyusui. Mulai tidak merasakan ketegangan yang berlebihan saat Bhumi menangis. Sehingga saat ditinggal mama dan papa kembali ke Indonesia, saya pun mulai menemukan ritme hidup yang baru. Mulai menikmati saat-saat menyusui dan kekhawatiran yang berlebihan pun mulai berkurang.


Akhirnya saya harus mengakui, bahwa saya tidak setangguh yang saya bayangkan saat hamil dulu. Sepositif apapun pikiran saya, ternyata lelah berlebihan membuat saya kehilangan rasa untuk menikmati. Dan yang paling saya sadari, kondisi emosi yang begini mungkin muncul dari adanya ekspektasi di saat hamil. Karena kebanyakan menyerap informasi dari bacaan atau internet, saya merasa seperti sudah lama memiliki bayi, sehingga saya punya ekspektasi, bayi baru lahir langsung bisa menyusu atau berkomunikasi dengan ibunya. Tapi tidak begitu. Bayi yang baru lahir mengalami sensasi 'serba baru' dalam hidupnya, melebihi sensasi baru yang dialami saya dan suami. Dan bayi kecil ini menggantungkan hidupnya pada dua orang dewasa disekitarnya.


Ketegangan yang saya alami selama awal menangani Bhumi, setelah saya renungkan juga karena saya tidak meresapi pesan para suster di rumah sakit saat saya mau pulang, bahwa bayi baru lahir menangis karena 3 hal, lapar, sehingga ingin disusui, tidak nyaman, sehingga harus diganti popoknya atau digendong dan butuh dipeluk. Dan pastinya saya terlambat menyadari bahwa bayi menangis adalah satu-satunya cara mereka berkomunikasi dengan ayah-ibunya, sehingga saya pada awalnya tidak menikmati tangisan Bhumi yang menggelegar.



Untungnya, saya ditemani oleh suami tercinta di saat-saat seperti ini. Yang setia mendengarkan curhatan saya, menemani saya menangis sesenggukan, atau memeluk saya dengan erat walaupun saya tahu dia juga tidak kalah lelahnya dari saya. Dan syukurlah, semua ini terlewati. Setelah 4 minggu, suami harus kuliah di luar kota, sehingga saya hanya berdua dengan Bhumi. Kesempatan ini menjadi kesempatan besar untuk saya melakukan pendekatan. Layaknya jatuh cinta dengan seorang pria, butuh pendekatan yang tepat untuk membuatnya jatuh hati pada saya. And it worked! Sekarang semuanya menyenangkan. Mungkin memang butuh waktu untuk saling mengenal karena memang cinta datangnya dari mata turun ke hati dan ada sedikit bentangan jarak dari mata menuju hati yang harus dilalui.



Sedikit tips bila merasakan hal yang sama :


  • menangislah jika memang harus menangis.

  • berceritalah pada orang terdekat, bisa suami atau ibu, atau bahkan sahabat.

  • istirahatlah selagi bisa.

  • kurangi ekspektasi, tentang apapun, dan nikmati setiap detik yang dijalani.

Kategori Terkait


Tag Terkait

26 Komentar
MamahVaro
MamahVaro May 14, 2013 2:10 pm

salam kenal mommas smua..

merasa senasib banget baca thread ini, tapi anehnya aku baru ngrasain smua yang dibicarain mama-nya Bhumi setelah babyku berumur 3bulan.. justru awal2 kelahiran baby Varo everything's fine!! apa yang aku alamin juga termasuk baby blues syndrome? knapa datangnya telat? ato sebenernya ini merupakan akumulasi dr awal??? (malah nanya ;p)

anyway, tfs ya moms.. ngrasa ga sendiri dan lebih mensyukuri keberadaan baby Varo =)

lasti sulistia March 1, 2013 12:08 pm

wuaaah senangnya akhirnya kutemukan thread ini..
Melalui tulisan mba winda, terungkapkanlah semua perasaan saya, perasaan yg persis seperti itu.. terimakasih sudah berbagi..

sedikit share, saya termasuk yg lama dikaruniai keturunan.. saya harus menunggu 5 tahun
sepintas yg terbayang bahwa mengurus bayi akan sangat menyenangkan karena sudah dinanti2 begitu lamanya.. namun awal2 justru kebalikannya, saya merasa kehidupan berbalik 180 derajat..kebiasaan mengurus diri sendiri+suami kini ada makhluk kecil lainnya yg harus saya gendong, susui, ganti popok, menenangkan kalau nangis dll..
itu semua diluar bayangan saya..belum lagi kebingungan2 yg muncul akibat tangisan bayi, sudah ganti popok, disusui, digendong, kok masih nangis??? whats wrong???

tapi ternyata seiring waktu, semua mjd terbiasa.. saya mulai bisa mengikuti ritme nya.
Sekarang rasa stress,cape dan bingung itu berubah mjd rasa syukur bahwa akhirnya ALLAH mempercayai saya utk mendapatkan keturunan.. sesuai doa2 saya bahwa ingin mendapatkan keturunan pada saat yg TEPAT, inilah saatnya maka dari itu saya harus bisa karena ALLAH telah menilai saya MAMPU

semangat ya moms semua.. menjadi ibu dan mengurus anak adalah kodrat kita sebagai perempuan, semoga kita diberi kekuatan, kesehatan dan keihklasan utk menjalaninya .. aamiin

janis March 1, 2011 9:46 am

hi mba.... pengalaman itu pernah juga kualami setahun yang lalu bulan pertama kelahiran najwa adalah bulan penuh airmata danbanyak pelukkan dari suaminya ;p. Saat itu saya merasa bukan ibu yang baik untuk najwa. Najwa tidak mau lepas dengan saya, maunya minta di susu in dan di gendong bahkan di tinggal hanya untuk kekamar mandi udah nangis, belum lagi luka oprasi yang masih sakit, tidur tidak teratur bla bla...
tetapi itu dulu setahun yang lalu...
ehh ... sekarang malahan kebalikkannya saya tidak bisa jauh2 dgn najwa, sehingga setiap hari najwa ikut saya bekerja... xixixixixixi....

Laurina Eisenring
Laurina Eisenring February 27, 2011 7:32 pm

ya ampun sama bangettt...

Dastan skrg dua minggu, dia lahir pas Valentine kmrn. Bener banget seperti yg dialami mbak, feels over excited dan amazing tiba2 berubah jadi stress berat karena dia nangis trus,,,bener2 malam2 yg lelah dan panjang..

Btw, kalo lg capek gini saya cuma inget satu hal : semkin capek semakin cepet nurun BBnya hahahaha...:p

corinne tanuwidjaja
corinne tanuwidjaja February 23, 2011 3:41 pm

dear mba winda dan para ibu,
ternyata banyak yang kena baby blues ya? seneng ngebaca cerita orang-orang semua juga. jadi inget dulu sehabis lahiran pulang ke rumah dengan sam. saat perasaan 'i am a no good mum' dateng, nangis meraung-raung. untung ada dukungan suami dan sodara2. setelah lewat sekarang merasa lucu kalo inget lagi. 'kok bisa jadi sensitif gitu ya?' *malu juga* hehehe