"...it was a year ago... we held your little hands through the night... the night was so gloomy and dark... the next morning... you flew away free... when the sun was shinning so bright and the birds were singing your favorite songs… your body turned to ashes... yet your soul will forever remain..."
Tepat setahun lalu... 20 Mei 2012... saya dan suami kehilangan seseorang yang sangat kami cintai. Ia adalah Arkananta Lokombanua Tutuko yang lahir 27 Agustus 2011. Arka, anak kami yang selalu ceria, bahkan sampai sesaat sebelum ia memasuki tidur abadi karena Encephalitis oleh virus yang tidak sempat diketahui jenisnya.
Arka telah pergi... hati saya pun terluka dalam seolah tak akan sembuh lagi. Saat kepergiannya, saya mengalami tiga tahapan kondisi diri yang sangat penting dalam hidup saya.
Tahap pertama adalah merelakan kepergiannya. Saya telah melewati tahap ini, walau tidak mudah, tetapi saya benar-benar telah bisa menerima kepergian Arka untuk kembali ke Sang Maha Pencipta, sesaat setelah ia mengembuskan napas terakhirnya. Mungkin seharusnya saya menangis dan berteriak pada saat itu, tetapi rasa yang ada di hati saya saat itu hanyalah datar, seolah ada kehampaan yang takkan terisi lagi. Saya pulang bersama kedua adik saya, mengedit foto dan menyiapkan baju terbaiknya. Suami dan keluarga mengurus hal-hal lainnya. Sehari setelah Arka pergi, saya kumpulkan semua barang-barangnya, kemudian disumbangkan kepada panti asuhan. Masih ada beberapa barang yang saya simpan, sambil berharap suatu hari nanti Sang Maha Segalanya akan memberikan kepercayaan pada kami lagi. Pada saatnya nanti kepingan jiwa yang telah pergi itu akan ada lagi untuk membawa kebahagiaan dalam keluarga kami.
Tahap kedua adalah membuat semua ingatan dan bayangan akan hal-hal yang tidak menyenangkan hilang serta menerima kenyataan bahwa ini adalah hal yang tidak dapat dibalik kembali. Hal ini sangat sulit, sampai saat ini saya masih berjuang untuk melewati tahap ini. Terkadang pertanyaan yang selalu muncul adalah..."mengapa dan mengapa?" Pertanyaan ini yang tidak hanya terlontar dari diriku tapi juga sempat saya dengar dari orang-orang sekitar. Seolah tak dapat dipercaya, anak yang kami rawat sendiri, semua yang terbaik diusahakan untuknya, tetapi takdir menuliskan kisah yang lain dari harapan kami: perpisahan. Itulah kenyataannya, kami hanya dapat bercengkrama 8,5 bulan lamanya. Namun kemudian sebuah suara dalam hati saya berkata, "...jangan lagi bertanya mengapa... itu yang terbaik..." dan saya berdoa. Saya sadar sepenuhnya kekhawatiran dan ketakutan itu hadir karena bayangan masa lalu yang tidak menyenangkan dan masa depan yang tidak pasti. Segala hal yang tidak dapat saya kendalikan, namun saya mau terus berjuang untuk hidup sepenuhnya saat ini.
Itulah tahap ketiga, yaitu menjalani hidup sepenuhnya dan menyimpan memori-memori terbaik untuk menguatkan hati dan niat. Tahap ini saya lalui bersama dengan tahap kedua yang tidak akan lengkap sampai tahap kedua telah benar-benar bisa saya lewati. Walaupun ini bisa berarti perjuangan seumur hidup, saya sungguh memohon pada Tuhan dan ingin luka hati ini disembuhkan, memohon izin-Nya agar boleh sepenuhnya memilih untuk tidak bersedih lagi... saya memilih untuk bahagia...
Ketika saya merelakan Arka, saya sadar bahwa ia pergi untuk selamanya...
Suami saya adalah orang yang sangat tegar... Ia yang selalu menjadi penjaga hati saya yang seringkali lemah... kami melalui cobaan dan duka ini bersama-sama yang kini telah berubah menjadi sukacita. Sungguh banyak pelajaran hidup yang kami dapatkan dari kejadian ini dan semoga kami dapat terus saling menguatkan.
Saya juga banyak belajar dari pasangan yang secara tidak sengaja kami kenal melaui social media. Anak mereka juga telah tiada karena Encephalitis, mereka kini telah dikaruniai sepasang anak laki-laki dan perempuan. Semangat mereka menjadi inspirasi saya.
Walau Arka sudah tidak dapat kami lihat lagi, tapi kehadirannya masih sangat nyata terasa. Seolah ia tidak pernah benar-benar pergi. Saya percaya bahwa sebagai satu keluarga kami memiliki satu jiwa yang sama yang terdiri dari beberapa kepingan jiwa yang saling melengkapi, hingga seolah ketika hidup dan mati tetap akan bersatu kembali.
Empat puluh hari setelah kepergian Arka, salah satu dari kepingan jiwa itu datang. Saya hamil lagi. Kini telah ada seorang seperti anak yang berbagi kepingan dari jiwa yang sama. Ia hadir bersama kami di dunia ini, membawa kepingan jiwa yang sebelumnya ada... ia tidak sama tetapi juga tidak berbeda.
Gabriel Arkananta Tutuko lahir pada tanggal 22 Maret 2013, membawa harapan baru serta kebahagian bagi kami... Kami sungguh menyayangimu, dan dengan seizin-Nya kami akan berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik untukmu.
Sungguh mengharukan,, saya tidak bisa bayangkan bila hal itu terjadi pada saya...
Salam Kenal..
Mbak ephie_donk semoga share artikelnya bisa menguatkan ya...
Mbak Ramelia salam kenal...*hugs...sehat kuat dan senang ya mbak!!!
Salam hangat,
Ratih Janis
http://enjoyingthemotherhood.wordpress.com/
https://twitter.com/ratihjanis
salam kenal mama arka, kisahnya hampir sama seperti saya...4 bulan kepergian anak kami yg kedua saya hamil lagi..skrg sedang menunggu kelahirannya...selalu kuat dan sehat ya
Pagi ini saya menangis karena mendengar teman saya kehilangan putrinya yang berusia delapan bulan dengan diagnosa paru2nya banjir. Saya langsung ke TUM untuk mencari pembahasan tentang penyakit pada bayi yang tiba2 dan terlambat terdeteksi. Dan saya kembali menangis walaupun sudah membaca artikel ini berkali2. Mohon ijin untuk share artikel ini ke teman saya ya mbak.
Mbak Yulia Purnama Sari, yang kuat ya...semoga anakmu baik-baik saja.
Mbak liv makasih ya, salam kenal juga
Salam hangat,
Ratih Janis
http://enjoyingthemotherhood.wordpress.com/
https://twitter.com/ratihjanis