Saya sering terganggu dengan kebiasaan basa-basi kebanyakan orang Indonesia yang selalu bertanya, "Kapan?"
Waktu masih single, pertanyaannya, "Kapan menikah?"
Setelah menikah, pertanyaannya berganti, "Kapan punya anak?"
Setelah punya anak pertama, rangkaian pertanyaan masih berlanjut, "Kapan anak kedua?"
Anak sudah besar, masih ada pertanyaan, "Kapan mantu?"
Dan seterusnya dan seterusnya.
Sejak menikah hampir tiga tahun yang lalu, pertanyaan yang selalu saya dengar adalah "Kapan punya anak?" Kebetulan memang awal-awal saya dan suami memutuskan untuk menunda dulu karena masa pacaran yang cukup singkat (hanya 1 tahun lho dari kenal sampai menikah!). Jadi kami berpikir untuk menghabiskan cukup waktu berdua dulu sebelum menambah anggota keluarga baru.
Semua pertanyaan tentang kapan punya anak pun saya jawab dengan senyum saja, daripada menambah perdebatan yang tidak perlu. Tidak ada beban karena memang kami belum berencana.
Kemudian setelah anniversary pernikahan kami yang kedua, mulailah kami berpikir untuk serius program punya anak. Mulailah kunjungan ke ob/gyn, menjalani serangkaian tes untuk memastikan semua baik-baik saja dan dokter pun mulai menerapkan programnya. Sengaja memang rencana program ini kami simpan sendiri, tidak memberitahu orang-orang karena tidak ingin merasa terbebani dengan harapan mereka.
Saat-saat kami sedang berusaha inilah dimana pertanyaan dan komentar orang-orang mulai membuat gerah dan terasa tidak pada tempatnya. Karena entah kenapa, sepertinya mereka merasa saya memang sengaja tidak ingin punya anak dan selalu mengeluarkan komentar yang bersifat menghakimi.
"Jangan kerja terus makanya, kapan mau punya anak?"
"Kenapa sih ditunda-tunda terus punya anaknya? Awas lho kalau nunda-nunda ntar malah nda punya-punya."
"Udah berapa sekarang anaknya? Gue dong udah dua!"
Itu adalah beberapa dari sekian banyak pertanyaan/komentar yang sering membuat saya geram karena dilontarkan oleh orang-orang yang jarang bertemu saya. Tau apa ya mereka tentang apa yang sedang saya jalani? Apa yang sedang saya usahakan? Kenapa langsung berasumsi kalau saya tidak mau punya anak dan jadi malah seperti mendoakan saya lama punya anak? Dan sejak kapan anak jadi seperti piala, jumlahnya dipamer-pamerkan? Padahal itu saja saya baru yang usaha beberapa bulan dengan upaya yang mungkin minimal dibandingkan dengan apa yang dilalui orang lain. Kebayang ngga sih, kalau komentar itu dikeluarkan ke pasangan yang sudah lama berusaha dengan segala daya dan upaya, apa ngga sedih mendengarnya?
Lagipula, kenapa memangnya kalau pasangan yang sudah menikah tidak/belum mau punya anak? Apakah salah? Apakah berarti semua yang punya anak lebih baik? Semakin banyak jumlah anak menandakan pencapaian di dunia? Sepertinya kok picik sekali ya?
Menurut saya, memutuskan menjadi orang tua adalah pilihan. Bertanggung jawab atas hidup manusia lain bukanlah hal yang mudah dan itu harus dilakukan dengan sepenuh hati karena kita sendiri yang menginginkannya bukan karena tekanan dari orang lain.
Sekarang saya dan suami sedang menantikan anak pertama kami, alhamdulillah kehamilan saya sejauh ini cukup lancar, tidak ada morning sickness dan masih bisa beraktivitas normal. Hanya saja selama 3 bulan pertama saya tersiksa karena pilek-batuk yang tidak kunjung reda yang ternyata karena hormon yang berubah. Tidak bisa minum obat, pusing tak tertahankan, dan sebagainya. Riwayat sakit punggung yang pernah ada pun muncul kembali, dan karena belum boleh pijat, jadi ya saya hanya maksimal bisa mengusap-usap dengan minyak angin. Tapi semua saya jalani dengan ikhlas dan senang, karena ini memang sesuatu yang saya inginkan untuk diri saya sendiri. Kalau saya melakukan ini hanya karena desakan orang lain, sepertinya bisa marah deh mengalami segala "penderitaan" yang terjadi. :)
Maka setiap ada yang bertanya mengenai program kehamilan saya, bagaimana bisa berhasil, dan sebagainya - dan kemudian menyebutkan alasannya, "Iya nih, gue udah ngga tahan ditanya-tanyain terus kapan punya anak sama orang tua/mertua/saudara/dsb", saya selalu bilang, "Hamil itu nda selalu all that glorious lho, make sure emang loe yang pengen, bukan karena tekanan orang lain - jadi semua konsekuensinya juga dijalani dengan senang."
Itu baru hamilnya, belum nanti pada saat anaknya sudah lahir. Sudah pasti hidup orangtuanya berubah total. Banyak yang harus dipikirkan kalau sudah bertanggung jawab terhadap hidup orang lain. Yang menjalani dan bertanggung jawab terhadap sang anak kan kita, bukan orang tua/mertua/saudara yang ribut mencereweti kita kalau belum punya anak tadi kan?
Memutuskan menjadi orang tua adalah pilihan, bukan kewajiban. Dan buat saya sekarang, menjalani pilihan ini terasa sangat menyenangkan. Mendengar detak jantungnya pada saat USG, melihat gerak-geriknya di monitor, mengetahui pertambahan berat badan/panjangnya, dan yang terakhir ini, merasakan pergerakannya di rahim saya, semua terasa begitu menakjubkan, dan membuat semua pilek/batuk/pusing/sakit punggung jadi tidak terasa lagi.
Tapi lagi-lagi, ini adalah pilihan saya. Tidak semua orang memilih demikian. Jadi, buat yang pertanyaan basa-basinya adalah soal anak, atau yang hobinya "menghakimi" pasangan yang belum memiliki anak, tolonglah, cari pertanyaan lain untuk basa basi. Ini pilihan, bukan kewajiban.
Mba Des, u r amazing women...
jadi tahu nih semua perjuanganmu...telinga ini selalu mendengar pertanyaan kapan Rasyid punya adik, kan udah 7 tahun...
ketika adiknya rasyid lahir, ternyata Allah memintanya kembali kepelukanNya, pertanyaan kapan itu kini sirna berganti menjadi "Nanti akan di ganti dengan yang lebih baik" , tapi ndak tahu setelah 1 or dua tahun kemudian pasti akan kembali lagi pertanyaan kapan? hehe :)
Peluk cium untuk Aqila..
hi dessey..... i'm with you...he he.... sy br diberi kesempatan hamil setelah hampir 8thn menikah, skrg alhamdullilah sy sedang mengandung bayi kembar. dulu ngerasain banget pressure dr lingkungan, dan sy setuju banget sm kamu memang sebaiknya semua datang dari dalam diri sendiri, bukan dr org lain. wish us the best for our pregnancy yach...:)
Waduh mba Dessey...cuma bisa bilang I feel you there! Saya sampai saat ini juga masih berkutat di pertanyaan yang sama "kapan punya anak?". Tekanannya semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia pernikahan saya.
Kadang saya juga berpikir, apakah si penanya ini sadar kalau kadang pertanyaan yang mereka lontarkan terkadang bukan memberi semangat melainkan rasa stres?
Anyway, postingannya bagus banget! Ini menyuarakan hati banyak perempuan :)
Selamat atas kehamilannya ya Mba, aku doain lancar terus sampe persalinan.
saya baca artikel ini , sangat setuju seperti yang dikatakan dessy , karena sampai sekarang saya merasakan hal yang sama selalu dihakimi orang2 karena belum juga hamil
mba dessey,
congratz for ur pregnancy! mudah2an mommy & babynya baik2 ajah sampe lahiran nanti yaaah ^_^
saya juga ngerasa risih sama pertanyaan/komentar orang2 yg bernada ga enak, sinis, usil soal kehamilan. orang2 yg cenderung menjudge keadaan org lain yg blm dikaruniai anak dgn sesuatu yg buruk. menurut saya, mereka adalah orang2 yg rapuh. mereka bisa berkata begitu karena keadaan mereka berlawanan dengan org2 yg mereka komentarin (mereka udh punya anak yg sehat & lucu). coba kalo mereka ada diposisi yg blm punya anak: apakah mereka akan berlapang dada menerima sambil terus berusaha...atau justru mereka terpuruk karena seperti yg mereka blg sendiri klo ga pny anak itu sesuatu yg buruk??
memiliki anak pastinya keinginan setiap perempuan yaaah (termasuk saya yg udah menikah 13 bulan tapi belum punya anak karena emg planning, but soon insyaAllah udh siap untuk menjadi orangtua ^_^). tapi kenyataannya tidak semua perempuan ditakdirkan memiliki anak. klo udah ngomong takdir, masih mau menjudge perempuan itu yg ngga2?? Allah Maha Mengetahui hal2 yg mulia untuk hamab2Nya, mba :) Untuk ibu2 yg belum dikaruniai anak, jangan berkecil hati yaaaah...masih banyak kebaikan2 yg bisa qta lakukan yg pahalanya ga kalah sama mengasuh anak :). Untuk para mommies, congratz! semoga amanah yg Allah titipkan bisa membawa berkah buat kalian sekluarga :)