Dua minggu lalu, kami sekeluarga berkesempatan mengikuti Jambore Kupu-Kupu Indonesia, yang diselenggarakan oleh lembaga konservasi alam Sahabat Alam Indonesia. Acara ini diadakan di Hutan Lindung Malang Selatan, kecamatan Bantur, kabupaten Malang. Kami berkemah di pinggir pantai Kondang Merak bersama puluhan peserta dari seluruh Indonesia, dari berbagai kalangan dan usia.
Selain menjadi kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga, tujuan lain kami mengikuti jambore adalah ingin memperkenalkan kehidupan alam pada anak-anak, sekaligus memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang salah satu fauna Indonesia pada habitatnya langsung.
Pada hari pertama, kami mendapat materi dasar dari para praktisi yang berkecimpung di pelestarian alam. Materi awal adalah pengenalan hutan lindung di Malang Selatan sebagai habitat banyak macam flora dan fauna, tidak hanya kupu-kupu. Dulunya, hutan lindung terbentang sepanjang garis pantai selatan pulau Jawa, tetapi semakin hari terjadi penyusutan barik dari segi kualitas lahan maupun kuantitas flora dan faunanya. Jika pembangunan, baik itu akses jalan maupun tempat wisata terus berjalan tanpa memperhatikan ekologi, maka ada siklus rantai makanan yang dapat terganggu keberlangsungannya.
Urban Mama, ternyata kupu-kupu dan ngengat merupakan bangsa Lepidoptera yang keberadaannya bisa jadi indikator apakah suatu lingkungan memiliki kualitas hidup yang baik juga sebagai representasi diversitas kehidupan makhluk hidup lainnya.
Kupu-kupu, memiliki siklus hidup yang pendek, karena itu kupu-kupu merespons perubahan lingkungan dengan cepat. Kupu-kupu menyukai tempat yang bersih, sejuk, dan minim polusi. Karena sifatnya yang demikian, kupu-kupu menjadi salah satu serangga yang dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap perubahan ekologi. Makin tinggi keragaman spesies kupu-kupu di suatu tempat menandakan lingkungan tersebut masih baik.
Ada kurang lebih 2.500 spesies kupu-kupu yang ditemukan di Indonesia, hanya saja, belum banyak yang mau meneliti dan mengonservasi. Satu fakta unik, kupu-kupu hanya mengambil madu dari tumbuhan yang disukainya terus-menerus (tanaman pakan). Jadi, kalau Urban Mama mau menarik kupu-kupu datang ke halaman rumah, tanamlah tumbuhan bunga dan buah. Semakin banyak jenisnya, semakin banyak juga jenis kupu-kupu yang akan mampir.
Kami juga membahas tentang peran citizen scientists dalam dunia ilmiah. Apa itu citizen scientist? Istilah ini merujuk pada peneliti amatir, yaitu masyarakat biasa yang melakukan penelitian dan pengamatan secara swadaya dan informal. Jadi tidak hanya para peneliti, ilmuwan atau entomologis saja yang bisa meneliti soal kupu-kupu. Kita semua bisa. Dari seluruh jenis kupu-kupu di Indonesia yang tersebar di 17.000 pulau, siapa yang mau memonitornya sementara jumlah peneliti sendiri masih terbatas.
Kabar baiknya, beberapa jurnal ilmiah dunia, seperti Elsevier, Springer, dan Science Direct menerbitkan sejumlah judul yang tidak sedikit dari hasil penelitian para amatir. Bahkan, istilah citizen scientist dan citizen science sendiri sudah diakui dan masuk ke dalam kamus Oxford.
Lalu apa saja yang bisa kita cari tahu dari kupu-kupu?
Untuk langkah awal, Urban Mama dan anak-anak bisa mencoba memelihara seekor ulat untuk diamati proses metamorfosisnya sampai menjadi kupu-kupu. Ambil satu ulat dengan pohon inangnya, taruh di dalam wadah dengan ventilasi baik, dan catat perkembangannya dari hari ke hari. Sekitar satu jam setelah kupu-kupu baru keluar dari kepompong, ia masih kesulitan untuk terbang, saat tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendokumentasikan dan mengamati motif sayapnya lebih dekat.
Beberapa hal yang menarik diketahui juga seperti keanekaragaman spesies, wilayah penyebaran spesies secara umum, musim migrasi, musim berkembang biak, tumbuhan inang, predator, respon terhadap perubahan iklim, dan tak kalah menarik, dari sisi ekonominya.
Pada hari pengamatan, setiap peserta menanam host plant (tanaman inang kupu-kupu) yang biasanya digunakan untuk tempat bertelur kupu-kupu jenis Troides sp, Pacholipta Aristolochiae, Idea Stolli dan Papilio Peranthus. Harapannya, dengan tersedianya tanaman inang, semakin banyak kupu-kupu yang dapat terkonservasi jumlah dan spesiesnya.
Bagi amatir seperti saya, menangkap gambar kupu-kupu itu sebuah tantangan, karena mereka sangat gesit bergerak. Dari ratusan kupu-kupu yang seliweran di depan mata, kami hanya berhasil merekam yang paling dekat dan terjangkau oleh kamera smartphone. Urban Mama yang jago fotografi bisa menggunakan lensa tele untuk menangkap pergerakan kupu-kupu yang terbang jauh di atas kepala kita, pasti terpesona dengan anggunnya kepakan sayap kupu-kupu yang cantik. Anak-anak saya gemas sekali ingin menyentuh kupu-kupu, sayangnya mereka terlalu cepat untuk didekati.
Setelah memperoleh pengalaman ini, anak-anak jadi lebih memperhatikan jika ada kupu-kupu melintas di sekitar kami. Saat melihat ulat-ulat yang sering mereka amati di halaman, kami jadi rajin mencari tahu ulat ini akan jadi kupu-kupu atau ngengat apa nantinya. Sejak saat ini, mengamati kupu-kupu jadi jauh lebih menarik daripada sebelumnya.
haaiii mama-mama semuaa, ikut senang kalo jadi banyak yang terinspirasi bersahabat dengan alam :)
memelihara ulat seru kok, pasti ketagihan karena excited menunggu bakal jadi kupu-kupu/ngengat apa.
Keren banget ini acaranya! bagus ya ada program citizen scientist buat anak2 dari hal2 di lingkungan sekitar... kyk observasi kupu2 gini. Thanks sharingnya yaa Rella :D
Waahhh seru yaaa dan baru tau ada jambore kupu-kupu, asyik banget. Anak-anak suka kupu-kupu, suka takjub mereka kalo lihat kupu-kupu
ya ampuuun! seru banget! beneran baru tau kalau ada jambore-nya. menarik banget yaa untuk anak-anak. bermain dan dapat sesuatu untuk dipelajari. apalagi si kecil lagi suka banget nyanyi lagu kepompong :D
Wah baru tahu juga kalau kupu-kupu ada Jambore nya! Keren ya! Makasih Rella sudah berbagi!