Setelah mengetahui bahwa janin yang saya kandung kembar, saya jadi banyak mendengar mitos-mitos seputar anak kembar. Mitos itu saya dengar dari saudara, tetangga, atau saya baca dari berbagai sumber. Berikut mitos-mitos yang pernah saya dengar dan fakta yang ada di keluarga kecil saya.
Kalau punya anak kembar dengan satu plasenta, sebaiknya hidup atau tinggal terpisah
Saya pernah bertemu seorang ibu di angkot yang bercerita kalau anak di pangkuannya adalah kembar. Tapi saudara kembarnya tinggal terpisah bersama tantenya. Ibu ini beralasan bahwa anak kembar yang tinggal dalam satu rumah, salah satu anak akan kalah atau cenderung mudah sakit.
Bagi saya sendiri, memiliki anak kembar adalah anugerah yang luar biasa indah. Saya tidak ingin memisahkannya, apalagi mengalihkan pengasuhan anak-anak saya ke saudara atau orang lain. Apalagi saya ingin memberikan ASI untuk Kira dan Kara, sehingga saya memilih untuk mengasuh mereka sendiri. Alhamdulillah, sampai berusia hampir 3 tahun, mereka tumbuh sehat dan normal. Bukankah setiap individu itu unik? Begitu juga dengan anak kembar, apabila ada anak yang lebih dominan dibandingkan saudaranya, saya rasa itu normal. Saya percaya, dengan pola asuh yang berimbang, mereka dapat tumbuh dengan sifat-sifat yang mengagumkan dan saling melengkapi.
Apabila salah satu anak sakit, saudara kembarnya akan ikut sakit
Siapa yang belum pernah mendengar mitos ini? Saya sendiri sering mendengar mitos ini bahkan sejak sebelum menikah. Bagi saya sendiri, saya lebih memilih untuk menanggapinya berdasar logika. Jangankan yang kembar, yang beda usia jauh saja, apabila tinggal satu rumah atau sering berinteraksi, bisa jadi ketularan sakit. Apalagi untuk penyakit yang memang mudah menular seperti batuk, pilek, atau penyakit lain yang disebabkan virus. Begitu juga anak kembar. Selama ini, ketika salah satu anak sakit, maka saya akan melakukan tindakan preventif semaksimal mungkin bagi anak yang lain. Misalnya, ketika salah satu anak sedang sakit batuk-pilek, maka saya pisah ketika tidur, dan sebisa mungkin mempertahankan kekebalan tubuh anak yang lain. Dan ketika salah satu anak sakit, belum tentu anak yang lain juga sakit, meskipun mereka terlahir kembar dengan 1 plasenta. Bahkan pernah ketika Kira sakit Roseola, Alhamdulillah Kara tidak ikut tertular.
Hanya anak kembar yang bisa memiliki keturunan kembar
Kalau mitos “hanya anak kembar yang bisa memiliki keturunan kembar” sepertinya lebih dominan faktor genetik dan pastinya campur tangan Tuhan. Fakta di keluarga suami saya kebetulan ada tante yang memiliki anak kembar, tetapi si anak kembar tersebut tidak memiliki anak kembar. Dan juga suami saya bukan anak kembar, juga tidak memiliki saudara satu garis yang kembar. Dan di keluarga saya sendiri bahkan tidak ada sejarah sedikit pun tentang anak kembar.
Mengasuh anak kembar itu merepotkan
Banyak yang bilang, mengasuh satu anak saja repotnya bukan main, apalagi mengasuh anak kembar. Bagi saya, yang namanya mengasuh bayi yang masih belum bisa apa-apa pasti banyak tantangan yang merepotkan. Semua tergantung pada setiap individu beserta tantangan-tantangan yang dihadapi. Karena setiap ibu memiliki tantangan yang berbeda. Saya berusaha menghadapi kerepotan-kerepotan itu dengan hati penuh suka cita dan rasa syukur, maka hal yang dianggap membebani justru akan berubah menjadi sebuah kepuasan ketika semua mampu dikerjakan. Ada kepuasan dan kebahagiaan yang tak terperi ketika saya mampu merawat si kembar Kira dan Kara bersama suami dan mertua. Suara tawa dan tangis yang saling bersahutan antara satu anak dengan anak yang lain, rumah yang penuh dengan mainan yang berantakan, dan suara celoteh-celoteh ceriwis yang berusaha membantu bersih-bersih tapi justru membuat semuanya menjadi makin berantakan menjadi warna yang selalu meriah di keluarga kami.
Anak kembar mampu membaca pikiran saudara kembarnya
Ada yang pernah mengatakan pada saya, bahwa anak yang terlahir kembar dengan 1 plasenta akan mampu merasakan apa yang sedang dirasakan saudara kembarnya ketika mereka tinggal berjauhan, atau yang sering disebut dengan telepati.
Saya sendiri belum pernah melihat atau merasakan hal yang sama pada Kira dan Kara. Mungkin karena mereka masih kecil dan masih tinggal di tempat yang sama. Ada kalanya ketika Kira tinggal di rumah, dan Kara diajak eyang utinya jalan-jalan atau sekadar arisan. Ketika di dua tempat berbeda tersebut, mereka sama-sama gelisah, dan ribut minta bertemu dengan saudaranya. Namun bagi saya, hal ini terjadi karena mereka terbiasa main dan bercanda bersama. Maka ketika ada satu yang hilang, wajar jika kemudian mereka saling mencari saudaranya.
Saya pernah membaca, perasaan yang mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, bukan hanya bisa dimiliki oleh anak kembar. Dengan saudara kandung atau dengan orang-orang terdekat pun sangat mungkin terjadi. Semua itu bergantung pada seberapa besar kedekatan emosi antar dua individu tersebut. Dua orang yang sejak kecil telah intens berkomunikasi, memiliki kedekatan emosi yang kuat dan saling memahami adat dan kebiasaan masing-masing, akan dapat dengan mudah membaca keadaan hati atau pikiran satu individu dengan yang lain.
Si Kakak dan si Adik
Setiap orang yang melihat anak kembar, seringnya akan bertanya, “Yang mana kakaknya? Yang mana adiknya?” Ada yang bilang, yang lahir pertama adalah adiknya, sedangkan yang lahir kedua, adalah kakaknya. Karena kakak mengalah dan memberikan jalan lahir lebih dulu untuk adiknya. Ada yang bilang justru sebaliknya. Ada juga yang mengatakan, sebaiknya tidak perlu diberikan label kakak/adik untuk anak kembar demi menghindari dominasi antar keduanya. Apa pun itu, setiap orang tua dari anak kembar pasti memiliki alasan dan pertimbangan masing-masing terhadap aturan dan pola asuh kepada anak kembarnya.
Demikian juga yang ada di keluarga saya. Karena keluarga ibu saya maupun mertua saya masih cukup kental nuansa adat Jawa, maka eyangnya pun memberikan label kakak-adik kepada kedua anak kembar saya. Kira yang lahir kedua, mendapatkan label “kakak”, sedang Kara yang lahir pertama mendapatkan label “adik”. Menurut mama mertua yang mendampingi saya selama proses persalinan, Kira yang memiliki berat badan lebih besar sebenarnya sudah ada di posisi jalan lahir terlebih dulu. Namun ketika detik-detik menjelang persalinan, tiba-tiba Kara merosot turun dan mendesak Kira ke atas. Sehingga yang lahir lebih dulu justru Kara yang memiliki BB jauh lebih kecil, yang saat itu sudah mulai kritis karena air ketuban yang menipis.
Demi menghindari dominasi berlebihan, saya berusaha menerapkan pola asuh yang berimbang untuk keduanya. Saya tidak akan meminta kakak untuk selalu mengalah pada adiknya. Siapa pun yang salah, kewajibannya adalah minta maaf, baik itu kakak maupun adik. Semua dibagi rata, dan membiasakan untuk main bergantian atau bersama-sama. Tidak mudah memang, tetapi juga bukan berarti tidak mungkin diterapkan.
Halo Bunda. Ceritanya sangat menarik. Terima kasih sudah berbagi.
Oh ya, saya sedang hamil 13 minggu dan dr hasil usg hasilnya kembar dengan dua telur. Saya sendiri masih kaget karena baik dari saya atau pun suami tidak memiliki garis keturunan kembar, saudara2 kami pun tidak ada yg kembar. Mohon doanya, semoga diberikan kesehatan.
Hehe2...memang benar mempunyai anak kembar pada awalnya sungguh merepotkan krn 2. Tetapi dengan kesabaran kesukacitaan keiklasan semua akan terlewati dengan sendirinya. Percaya Dan berusaha.
My twin sdh mau 7 thn kelas 1 sd.
Bs di baca di www.ambarlaras.blogspot.com.
Mksh
Ella: berarti waktunya plan utk adiknya Al yaa.. #lhoo
Indri: haii indri.. siapa tau dpt rejeki kembar juga.. :) kalo kembar turun BB pasca melahirkan jg dobel kok.. tapi naiknya jg dobel.. kan kantung hamil dan ketubannya juga 2 :)
ikutan ya...salam kenal. HAmil ke-2 nanti pengen dapet kembar, tapi kita ga ada keturunan. hiks....mau tanya mba : kl kembar, turun berat badannya double juga ga?? hehe tq
seru ya kayaknya punya anak kembar... pasti Ki&Ka juga kasian sama Albert yg anak tunggal ya...