Saatnya Menyapih Anak dari 'Gadget'

Oleh Putri Huswatun Hasanah pada Minggu, 28 Januari 2018
Seputar Tips
Saatnya Menyapih Anak dari 'Gadget'

Bicara soal gadget, sekarang siapa sih yang tidak punya gadget? Minimal telepon seluler tipe smartphone, pasti punya. Di era digital ini, berbagai aplikasi pada ponsel dijadikan solusi yang memberikan kemudahan dalam hidup, bahkan dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Termasuk lebih mudah untuk menenangkan anak, karena jika diberi gadget mereka akan langsung tenang, bukan?

Saya tidak akan menulis bahaya kecanduan gadget dari segi kesehatan atau psikologi anak, karena selain saya bukan ahlinya, sudah banyak artikel studi ilmiah yang ditulis para profesional dan sangat mudah untuk diakses. Yang ingin saya bagi adalah cerita bagaimana kami melakukan 'gadget detox' pada anak kami, Ilana (2 tahun).

Berawal dari rasa lelah yang terjadi pada saya sebagai seorang ibu, lebih tepatnya rasa lelah dan bosan. Saat itu usia Ilana sekitar 10 bulan, sedang senang-senangnya merangkak. Saya juga menjalankan usaha dari rumah, tanpa bantuan baby sitter, asisten rumah pun hanya datang dua hari sekali untuk cuci-setrika pakaian dan bersih-bersih. Ini tentu tidak mudah bagi seorang ibu baru seperti saya saat itu. Di kala senggang, iseng saja saya ajak Ilana menonton lagu-lagu anak di Youtube dan menyanyi bersama-sama. Semakin banyak frekuensi menonton yang saya berikan, semakin ‘anteng’ pula anak saya. Jadi saya tidak perlu kejar-kejaran kalau Ilana keluar dari kamar dan mengacak-acak pekerjaan saya. Dengan diberikan video lagu anak-anak tersebut pun saya bisa power nap walaupun hanya 15 menit, atau memasak dengan tenang dan makan jadi lebih nikmat karena Ilana betah duduk di tempatnya saat video lagu anak diputar. Oh, hidup yang indah!

Kemudian saya merasa ada sesuatu yang salah ketika saya panggil Ilana saat dia sedang asyik nonton. Ketika saya panggil, Ilana tidak mau menyahut bahkan sama sekali tak menoleh. Hampir setiap waktu, ketika melihat ponsel dia langsung berteriak histeris minta diputarkan channel favoritnya, pencet sana-sini dan memilih sendiri apa yang dia inginkan, dia pun jadi hapal betul aplikasi apa yang harus dipilih. Saat itu ponsel saya tidak dilengkapi fitur pengunci layar. Meskipun telah dipasang restricted mode tetapi baru kemudian saya mengetahui juga bahwa ternyata ada banyak video-video tidak layak tonton yang 'dibungkus’ gambar kartun anak-anak.


image credit: pexels.com

BUM! Rasanya ada yang menghentak kepala saya. Mungkin sudah terlalu 'enak' ya, anak saya terpapar gadget. Namun tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki semuanya. Sebelum usianya genap dua tahun, kami putuskan untuk segera melakukan  ‘gadget detox’ dengan membatasi paparan gadget pada anak.

Karena masalah ini terjadi pada anak, apakah lantas orangtua hanya membatasi screen time anak-anaknya saja? Tentu tidak. Semua anggota keluarga harus terlibat bekerja sama untuk membatasi screen time. Berikut beberapa langkah yang kami lakukan:

1. Menghapus aplikasi yang membuat anak menjadi kecanduan.

Saat itu aplikasi yang menjadi penyebab kecanduan Ilana adalah Youtube. Maka mulai saat itu, saya saja hapus aplikasi Youtube dari ponsel kami.  “Youtubenya kita hapus ya, Ilana. Nanti kalau mau nyanyi, kita nyanyi sama-sama saja ya”. Click! Dihapus sudah.

2. Membatasi screen time untuk diri sendiri.

Kalau tidak terlalu penting, sebisa mungkin tidak membuka ponsel di depan anak. Awalnya memang agak sulit, karena pekerjaan saya mengharuskan saya membalas pesan dari ponsel. Namun demi anak, saya hanya cek ponsel pada waktu Ilana tidur, atau kadang masih sembunyi-sembunyi. Suami pun saya ingatkan agar ikut dalam aturan ini, begitu pula dengan anggota keluarga lainnya di rumah.

3. Siapkan kegiatan

Temani dan siapkan kegiatan atau permainan yang menarik, memang anak mudah bosan tapi disitulah kreativitas kita diasah. Bisa direncanakan dengan weekly plan atau daily plan. Sebenarnya saya bukan ibu yang telaten membuat mainan, tapi saya bisa mengajak anak membaca buku atau menggambar saja. Jika memungkinkan, libatkan pula anak yang lebih besar dalam kegiatan rumah tangga.

Kalau sedang pergi atau makan di luar siapkan dan bawa saja mainannya, keep them busy supaya tidak ingat minta ponsel. Ribet memang, saya jadi teringat sebuah kejadian ketika petugas security check airport meminta kami membongkar tas tenteng kami yang menurut mereka isinya agak mencurigakan. Padahal tas tersebut hanya berisi satu set mainan seri Mario Bros beserta boneka gajah jerami.

Di usianya yang sudah genap dua tahun saya mulai menerapkan metode reward and punishment pada Ilana. Cara ini dapat menjadi metode edukasi selingan untuk memasukkan nilai bahwa apa yang diinginkan tidak selalu bisa didapatkan setiap saat. Misalnya hari ini dia berhasil tidur sendiri, lalu pagi harinya kam bersama-sama akan menempelkan satu buah bintang. Jika bintang yang dikumpulkan sudah berjumlah 4 sesuai kesepakatan maka Ilana akan mendapatkan reward. Salah salah satu reward yang saya berikan adalah dia boleh memilih menonton channel apa hari ini.

Setelah melakukan usaha tadi, apakah anak saya langsung berhenti meminta diputarkan video kesukaannya? Tentu saja tidak. Dia akan tetap merengek dan menangis. Apakah saya menyerah? Tidak, saya harus konsisten. Biarkan saja dia menangis sampai lelah, karena pada akhirnya ibu tidak akan memberikan permintaannya.

Kesulitan terbesar saya saat melakukann detox gadget ini adalah intervensi dari banyak arah. Misalnya, ada keluarga atau teman yang mengajak anak “sini nonton yuk” atau “kita main games ini ya”. Nah, anak akan mulai lupa lagi dengan aturan yang sudah dibuat di rumah.

Seiring berjalannya waktu Ilana jadi biasa saja ketika melihat hp. Saat ini usianya 2 tahun 3 bulan, hanya sesekali saja saya ajak dia nonton channel youtube masak-memasak, untuk membangun minatnya. Dengan perjanjian awal “kita nontonnya satu kali saja ya”.

Yang  paling penting dalam setiap proses mendidik anak adalah konsistensi dan keyakinan kita sebagai orangtua. Jangan mudah menyerah. Memang semuanya akan menjadi sedikit lebih lelah dari biasanya, tetapi ada hasil positifnya.

6 Komentar
Retno Aini
Retno Aini February 1, 2018 4:17 pm

Anak kami saat ini hanya diizinkan menonton & menggunakan gadget saat akhir pekan, tapi segitu pun akhirnya harus dikorting lagi hanya boleh 2 jam/hari saat weekend. Kalau tidak, bakal susah tidur. Setelah disapih, ternyata memang berpengaruh kok ke pembawaannya, jadi lebih tenang. Dan 3 poin yang disebutkan tersebut cukup membantu proses gadget detox di rumah, pastinya kami juga harus konsisten. Terima kasih utk sharingnya yaa mama Putri :)

Putri Huswatun Hasanah
Putri Huswatun Hasanah February 10, 2018 2:01 pm

Happy to hear that. Semagat ya mam!

dieta hadi
dieta hadi January 29, 2018 11:01 am

betul, menyapih dari gadget itu sangat butuh konsistensi, saya pun sangat membatasi penggunaan gadget pada anak-anak terutama pada hp suami dan saya sendiri. Memang susah ketika ada keluarga termasuk kakek atau nenek yg memberikan kemudahan itu, sempet terjadi juga pada anak-anak dan akhirnya saya harus bilang kepada orangtua saya untuk tidak memberikan gadget kepada anak-anak.

Putri Huswatun Hasanah
Putri Huswatun Hasanah February 10, 2018 2:03 pm

‘Cintanya’ kakek dan nenek itu ya kadang yg membuat kita sedikit kewalahan

Cindy Vania
Cindy Vania January 29, 2018 8:25 am

Menyapih anak daru gadget sama seperti menyapih saat selesai menyusui.
Butuh dukungan penuh dari keluarga dan kemauan orang tua yang kuat.

Sebenarnya jika kita luangkan waktu 10-15 menit untuk bermain di luar atau beraktivitas bersama, anak-anak akan lebih mudah lupa akan gadgetnya. Tapiiii kenyataan tak seindah itu, hihihi..

Putri Huswatun Hasanah
Putri Huswatun Hasanah February 10, 2018 2:04 pm

Tak seindah mother and childs di iklan susu ya mam