Ada yang bilang pada saya, "Enak banget ya di rumah aja, nggak kerja kantoran. Bisa ketemu anak terus-terusan." Saya akui itu memang keuntungan menjadi Stay-at-Home-Mama (SaHM) atau Working-at-Home-Mama (WaHM). Saya bisa terus mantau perkembangan anak dan nggak perlu pusing dengan masalah siapa yang jaga anak kalau kerja?
Tapi terkadang saya iri pada Working Mama. Bagi saya pribadi, menjadi Working Mama bisa sedikit bersantai, apalagi kalau anak kita sedang ada di masa meng-eksplore semua yang ada, yang dimana butuh pengawasan ekstra. Capek nya bukan main pastinya. Saya kangen jam makan siang ngobrol dengan teman-teman. Bukan berarti setelah menjadi SaHM nggak bisa, kadang saya juga sering menghabiskan jam makan siang dengan beberapa teman. Bedanya, kalau para working mama bisa melakukannya setiap hari, saya nggak mungkin bisa melakukan nya setiap hari. Tapi akhirnya kembali lagi pada diri saya, ini adalah sebuah pilihan.
Keluarga kecil kami masih tinggal dengan orang tua dan ada alasan kenapa sampai hari ini kami masih tinggal dengan orang tua. Bayangan tinggal dengan orang tua kayaknya enak ya, masih "dimanja" begitu yang pernah orang bilang pada kami. Tapi terus terang bagi kami, itu nggak berlaku. Suami saya tipe orang yang maunya makan masakan istri nya, jadi lah urusan masak di rumah harus saya yang melakukan dan otomatis masak untuk semua penduduk di rumah. Kami nggak punya ART untuk keluarga kecil kami (kami hanya punya karyawan untuk usaha kami dan tidak mencampuri urusan lain). Saya nggak mungkin mengandalkan ART orang tua untuk membantu kami. Jadi urusan anak, masak, beres-beres semua saya kerjakan sendiri.
Ketika memutuskan dan memilih untuk "ada di rumah", yang jadi masalah pasti lah masalah penghasilan. Rasanya tidak mungkin hanya mengandalkan "satu tiang" saja. Suami saya Arvianto adalah seorang Fotografer di salah satu media cetak. Dan di sini lah saya harus memutar otak, bagaimana caranya saya bisa membuat "satu tiang" ini menjadi dua. Dengan modal sedikit dan keahlian memasak, jadi lah saya membuka usaha pempek yang Alhamdulillah berjalan lancar dan di luar dugaan saya responnya sangat baik.
Terkadang ada rasa jenuh dengan rutinitas yang saya lewati setiap hari. Capek itu pasti, dan di saat seperti ini lah saya kangen dunia kerja dan berpikir, "Enak ya jadi working Mama". Ketika saya utarakan ini semua kepada suami reaksinya adalah, "Ya udah kalo kamu mau kerja, tapi apa kamu tega sama Aurel?" Dan akhirnya setelah berpikir, "bertapa," dan diskusi dengan suami, here's the deal... "Saya tetap di rumah, kerja dari rumah, mengurus semua kebutuhan Aurel, dengan 1 jam dalam sehari, 1/2 hari dalam seminggu, dan 3-4 kali (tergantung suami ada di kerjaan atau tidak) dalam sebulan waktu saya untuk "Me-Time". Bebas tugas dari urusan rumah dan anak untuk sementara. Dan yah keputusan ini udah cukup adil buat saya dan suami. Dan semakin ke sini, saya menjalani hari-hari saya sebagai Working at Home Mama, dengan santai dan membuang jauh iri saya.
Seperti yang saya bilang sebelum nya, apa pun julukan itu, kita para Stay at Home Mama, Working at Hom Mama, Working Mama, atau apa pun itu... you name it... kita adalah seorang ibu lengkap dengan kekurangan dan kelebihan nya.
Karena hidup adalah sebuah pilihan.
Salam kenal ya jeng Anthie...
Sampai sekarang aku masih WM...sampe sekarang masih suka ngiri sama FTM atau WaHM atau Mama2 yang bisa freelance. Tapi setiap kali ngiri...setiap kali itu juga aku sadar. Apa yang aku jalanin ini adalah pilihanku sendiri. Jadi harus dengan mantap dijalani...sambil cari2 ide buat buka usaha rumahan...heheheheeee... :)
aku WM dan terus terang iri banget sm ibu yang bisa stay at home atau working at home..karena bisa full ngerawat anak dan mengamati perkembangannya 24/7..
tp kita kan telah membuat pilihan dan apapun resikonya kita ambil..
kalo SAHM yang ngiri sm WM..believe it mom, when you look ur baby smile..then nothing u can complain about..karena semuanya lumer..dan perasaan itu meaningless jadinya..
tp ME-TIME bener2 perlu, mom...biar seimbang kebutuhan mama dan anaknya..
salam kenal...
two thumbs up buat mbak anthie...
merasa punya teman seperjuangan...hehehe
Ini cerita paling favorit :) pernah ada dalam situasi dilemma berat soal ini tapi akhirnya memutuskan untuk jadi freelancer...moment2 kecil/besar dalam masa pertumbuhan anak rasanya ngga bisa tergantikan dengan apapun dan segala hal yang "pertama kali" sedih kalau terlewati oleh saya....:)
saya saluuut sekali kalau melihat ibu yang bekerja fulltime krn bisa mengkontrol rasa kangen thd anaknya dirumah...,tp mau bekerja fulltime ataupun tidak yang paling penting kwalitas kasih sayang yg kita berikan kepada buah hati kita...
sukses selalu yaa buat semuaa :D
Tfs anthie.. seperti menemukan teman dalam perjuangan ini hehehe.. :D