Urban mama yang sudah punya anak ataupun sedang menanti kehadiran si kecil pastilah memikirkan perawatan kulit mereka. Apalagi bayi itu kulitnya masih lembut dan halus, rentan sekali, jadi kalau salah perawatan bisa membuat kulit yang tadinya baik-baik saja malahan jadi bermasalah.
Nyatanya memang harus telaten, kontinyu dan sangat istiqomah untuk mengajak anak latihan berenang seminggu sekali. Berikut beberapa tips yang harus Urban Mama dan Papa perhatikan sebelum, saat, dan sesudah mengajak anak berenang.
Di tulisan sebelumnya, saya berbagi tentang waktu untuk memulai pemberian MPASI di Belanda, pengenalan jenis makanan, serta beberapa kebiasaan makan anak-anak di Belanda. Tentunya berbeda dengan kebiasaan makan anak-anak di Indonesia, tetapi ada beberapa contoh yang menarik untuk Urban Mama amati, seperti bagaimana kalau anak susah makan?
Saat berkunjung ke consultasi biro di Belanda, kami kembali bertemu dengan specialist nurse dan beliau masih ingat tatkala kami banyak bertanya tentang peraturan dan budaya kesehatan di Belanda. Ketika berdiskusi soal MPASI, menurutnya budaya makan Asia sangat berbeda dengan Belanda.
Beberapa bulan lalu saat ke posyandu untuk memeriksakan tumbuh kembang Faiha, kami mendapatkan selembar kertas oranye dari perpustakaan kota. Ternyata kami mendapatkan satu paket buku bayi secara gratis khusus untuk anak-anak 0–2 tahun, serta panduan bagi orang tua untuk mendampingi anak-anak membaca buku.
Shanum sudah berusia tujuh bulan dan artinya sudah MPASI. Puas rasanya bisa memberikan ASI ekslusif pada Shanum. Namun saya merasa khawatir juga karena tahap berikutnya adalah fase MPASI yang artinya saya harus belajar mengatur waktu dengan lebih baik lagi.
Saya masih ingat saat Lana berusia enam bulan dan mulai MPASI. Ketika itu saya masih bekerja setiap hari di kantor, rasanya masa-masa ini penuh drama. Apalagi saya termasuk ibu yang jarang masuk dapur, jarang masak, dan belum ada peralatan MPASI yang canggih seperti saat ini.
Akhir minggu ini diliputi kegemparan terutama di grup WA ibu-ibu mengenai adanya KLB difteri, termasuk di WAG sekolah anak saya dan di beberapa grup lainnya. Perhatian kembali ditujukan kepada penyakit yang selama ini dianggap tidak ada dan tidak akan menular pada anak kita. Ternyata kita (bisa) salah.
Ada kalanya Kafi (2 tahun) dan Janna (10 bulan) menangis bersamaan. Saat itulah, peran suami sangat diandalkan, sementara saya menyusui dan menenangkan si kakak, suami akan menyiapkan ASI perah untuk si bungsu sambil menggendongnya.
"Jangan terlalu sering menggendong anak. Nanti anakmu jadi bau tangan."
"Kok gendong anaknya dipekeh gitu? Nanti jalannya ngangkang, lho"
Ucapan-ucapan tersebut sudah sering saya dengar, bahkan jauh sebelum menikah dan punya anak. Saking seringnya mendengar, sampai-sampai menjadi keyakinan bahwa terlalu sering menggendong anak akan berdampak negatif bagi ibu dan anak.