Sensory Integration Assessment

Oleh Shinta Daniel pada Selasa, 05 Februari 2013
Seputar Our Stories

Setelah berkonsultasi dengan dokter dan psikolog, serta berbicara dengan pihak preschool Baron, selanjutnya kami melakukan sensory integration assessment di Pela 9. Awalnya saya pikir, Baron mau diuji kemampuan motoriknya tapi ternyata saya salah. Yang diuji itu saya, ibunya! Sementara Baron bermain sama bapaknya di gym (tempat untuk terapi SI).

Sensory integration assessment dilakukan oleh seorang occupational therapist dengan mengajukan berbagai macam pertanyaan seputar tumbuh kembang anak mulai dari lahir, bayi sampai dengan sekarang. Di sini terlihat peran penting seorang ibu yang wajib mengenal dan memahami secara detail proses tumbuh kembang anak dari waktu ke waktu baik secara fisik maupun perilaku.

Beberapa pertanyaan mirip dengan yang sudah ditanyakan dokter, tapi lebih detail, spesifik, dan mayoritas dimulai dengan kata “Apa, Apakah, Bagaimana?”. Sebenarnya pertanyaannya cukup teknis hanya saja diterjemahkan menjadi bahasa sederhana dan disertai contoh kegiatan sehari-hari. Kalaupun ada jawaban saya yang sifatnya cerita, terapis tetap akan mengonfirmasikan jawaban tersebut sehingga menjadi hanya ya atau tidak.

Contoh pertanyaan:


  • Apa Baron sering merasa cemas atau takut/geli terhadap sesuatu/seseorang? Bila ya, terhadap apa?

  • Kalau Baron bertemu orang baru atau berada di keramaian, bagaimana sikapnya? Malu, diam, menangis, biasa saja, takut, dll?

  • Apakah Baron kalau dipanggil langsung menengok? Atau asyik dengan kegiatannya sendiri?

  • Apakah Baron sudah bisa mengikuti perintah dengan cepat, benar, dan sesuai?


Selesai mengajukan pertanyaan, terapis menjelaskan proses tumbuh kembang anak melalui diagram piramida sbb:
(baca piramidanya dari bawah ke atas sesuai perkembangan usia anak)

Pada intinya, sensori integrasi itu berkaitan dengan 7 indra yang meliputi pendengaran (telinga), penglihatan (mata), penciuman (hidung), pengecapan (lidah), sentuhan (kulit), kesigapan tubuh (vestibular), dan posisi dalam ruang (proprioceptive). Apabila anak di usia dini mengalami masalah di salah satu dari 7 indra ini dan tidak segera ditangani/terapi, maka di kemudian hari anak tersebut akan mengalami keterlambatan dalam proses tumbuh kembangnya.

Kadang kala masalah perilaku anak yang menurut orang tua masih dianggap wajar dan dapat ditangani, ternyata penyebab dan efeknya yang tidak kelihatan secara langsung baru diketahui melalui terapi dan konsultasi dengan dokter/psikolog. Contohnya:


  • Penyebab anak terlambat bicara bisa dari dari faktor anak belum mengerti, bingung bahasa, lidah belum fasih mengunyah, atau rahang bermasalah, faktor pencernaan di dalam perut, dll

  • Takut masuk kelas sendiri bisa karena malu, trauma, takut bertemu orang baru/keramaian tapi juga bisa karena ada ketidakseimbangan motorik sehingga menyebabkan otak tidak dapat memberikan respons positif atas perilaku anak


Oleh karena itu, ada baiknya mengonsultasikan tumbuh kembang anak sedini mungkin untuk mengetahui penyebab dan langkah terbaik apa yang harus dilakukan.

Berdasarkan informasi dari website Klinik Pela 9, ciri-ciri anak yang mengalami masalah SI antara lain:

Area Taktil/Sentuhan:


  • Tidak suka disentuh/dipeluk

  • Sering marah bila dalam kerumunan dan cenderung mengisolir diri dari orang lain

  • Tidak merasakan rasa sakit

  • Tidak suka bila dipotong kukunya

  • Berjalan berjinjit

  • Tidak mau menggosok gigi

  • Menyukai makanan dengan tekstur tertentu


Area Vestibular:

  • Bersikap terlalu waspada atau cenderung ketakutan

  • Tidak menyukai aktifitas-aktifitas di tempat bermain seperti berayun dan berputar

  • Tidak bisa naik sepeda

  • Takut naik tangga

  • Selalu berputar-putar

  • Meloncat-loncat

  • Berayun sangat cepat dan waktu yang lama

  • Mudah jatuh


Area Proprioceptive:

  • Sering menabrak atau menendang sesuatu

  • Menggigit atau mengisap jari

  • Memukul

  • Menggosokkan tangan pada meja

  • Tidak bisa diam

  • Kesulitan dalam naik turun tangga

  • Kurang keras atau terlalu keras memegang pensil

  • Cenderung ceroboh

  • Menggunakan tenaga berlebihan dalam mengangkat

  • Postur yang kurang baik

  • Menyandarkan kepala pada lengan ketika sedang belajar

  • Sering menggertakkan gigi


Alhamdulillah, Baron tidak mengalami masalah seperti yang disebutkan di atas itu. Memang pernah beberapa kali saya lihat ia berjalan jinjit tapi itu karena lantai kamar dingin kena AC, lalu pernah beberapa kali dengar Baron menggertakkan gigi, tapi tidak sering. Begitu diberi tahu jangan menggertakkan gigi, ia langsung berhenti

Hasil dari sensory integration assessment dan masukan dari terapis:


  • Setiap 2 jam sekali, kulit tangan dan kaki Baron digosok-gosok pakai SI brush (mirip sama nail brush sebesar kepalan tangan) sebanyak 5 kali naik turun, telapak tangan dan kaki 3 kali, punggung vertikal dan horisontal 3 kali

  • Setiap habis mandi atau lagi santai lakukan pijatan tangan dan kaki dengan cara memutar (seperti dipilin) dan ujung-ujung jari dipijat mengarah keluar jari untuk melancarkan peredaran darah dan sensor di bawah kulit

  • Tetap melakukan aktivitas motorik yang sudah dilakukan selama ini seperti jalan kaki setiap pagi dan sore, bermain bersama teman-teman, naik sepeda, tendang dan tangkap bola, berenang, dll.

  • Latih konsentrasi dengan melakukan 1 kegiatan tertentu sampai selesai tanpa ada gangguan aktivitas lain, suara, dan gambar bergerak (tv/radio/suara bising lainnya)



Terapis menceritakan kecenderungan orang tua di kota besar zaman sekarang yang terlalu protektif ke anak dan memberikan fasilitas gadget canggih kadang kala membawa dampak kurang baik untuk proses tumbuh kembang anak. Beliau menyarankan supaya membebaskan anak bermain sebanyak-banyaknya. Jangan batasi perilaku anak sesuai keinginan orang tua. Biarkan anak mengeksplorasi segala sesuatu, sepanjang terjaga keamanan dan kewajarannya, misalnya main pasir, main tanah, main hujan/air, memanjat pohon, main bola,  dll. Semoga bermanfaat!

18 Komentar
Indri
Indri April 22, 2016 12:23 am

Tfs mom..pas banget lagi kebingungan cari ilmu tentang SI krn anak saya hampir 2 thn belum bisa ngomong. Smoga ibu2 lain yg punya masalah seperti ini bisa terbantu

Indri
Indri April 22, 2016 12:22 am

Tfs mom..pas banget lagi kebingungan cari ilmu tentang SI krn anak saya hampir 2 thn belum bisa ngomong. Smoga ibu2 lain yg punya masalah seperti ini bisa terbantu

:*

Rini
Rini October 24, 2014 8:45 am

Artikelnya bagus kebetulan anakku diduga ada masalah SI . Nurhelmi boleh tolong share tempat konsultasi dan terapinya? Thanks

nurhelmi April 17, 2014 11:18 am

Saya termasuk orang tua yang sudah melakukan SI assesment. tahapan yang saya lalui tidak hanya wawancara ibu. Pertama anak psikotes, kemudian hasil psikotes diserahkan ke dokter tumbuh kembang anak. Dokter tersebut selain mewawancarai sang ibu (mulai dari hamil, proses melahirkan, proses tumbuh kembang anak,pola asuh) juga mengobservasi si anak dan melakukan beberapa tes kecil pd anak, seperti lompat kodok,tangan direntangkan ke atas dan pinggir dalam hitungan 10,dll (nampaknya disesuaikan dgn usia anak).Hasil wawancara dan observasi akan menghasilkan sebuah diagnosa dan rekomendasi

Setelah dari dokter tumbuh kembang anak, lalu anak2 saya diobservasi lagi oleh occupational therapist. Therapist melakukan beberapa test dgn cara yang sangat mengasyikan, sehingga anak enjoy banget. Mulai dari main bola, loncat di trampolin dll. Dan akhirnya therapist pun mengeluarkan kesimpulan dan rekomendasi

Hasil kesimpulan dan rekomendasi dari dokter tumbuh kembang anak dan dari therapist, baru masuk ke psikolog. Di sini psikolog mewawancarai kembali sang ibu dan juga mengobservasi anak dengan berbagai mainan edukatif yang diberikan. Sang psikolog mengobservasi apakah ada efek terhadap perkembangan emosionalnya atau tidak, atau harus dilakukan apa selanjutnya.

Dari serangkaian pemeriksaan yang dilakukan tadi, barulah disimpulkan apakah anak harus therapy atau tidak. Kalaupun anak harus therapy, therapy apa, agar tepat sasaran. Lalu harus melakukan latihan apa di rumah. Dan memberikan banyak info dan masukan juga mengenai pola asuh.

Begitulah tahapan yang saya lalui berdasarkan pengalaman anak saya. Cukup panjang yaa prosesnya. Tapi alhamdulillah anakku happy banget, enjoy banget, karena dokter, therapis dan psikolog melakukan semua rangkaian prosesnya dengan menyenangkan dan lewat permainan-permainan. Bahkan sekarang anak say selalu ngajak ke tempat therapy hehehhe

just share aja ^_^

tanjung beth December 3, 2013 12:24 pm

bagus banget artikelnya, tq ya, salam dari kendari.
saya buka terapi anak berkebutuhan khusus di kota kendari. tapi bedanya, kami menangani banyak anak tidak mampu yang memerlukan terapi. nambah lagi dong artikelnya.