Punya tiga orang anak laki-laki yang mukanya hampir serupa ternyata tidak menjamin cerita menyapih yang juga akan sama. Masing-masing punya ceritanya sendiri yang berbeda. Si sulung tersapih di usia tepat dua tahun, si anak tengah di usia 2 tahun 6 bulan, sementara si bungsu saat usianya 2 tahun 7 bulan.
Dua bulan sebelum Dzaky, si sulung, berulang tahun ke-2, sosialisasi untuk menyapih sudah dilakukan. Selama dua bulan itu, setiap hari dan malam sebelum tidur saya selalu mengajak si sulung mengobrol dan bilang kalau Dzaky sudah besar dan sudah mau ulang tahun yang ke-2, kalau sudah besar berarti Dzaky sudah tidak menyusu dengan Ibu lagi, diganti dengan minum susu menjelang tidur. Mengobrol yang sama seperti itu, terus diulang-ulang selama dua bulan.
Saat tiba hari ulang tahun Dzaky yang ke-2, supaya lebih berkesan saya dan Suami menyempatkan diri untuk cuti dan membuat kue ulang tahun. Menjelang mau tidur, si sulung sudah mengerti dan tidak minta menyusu lagi tetapi saat dia terbangun dari tidur malamnya, dia meminta ASI. Saya diingatkan kalau tadi siang sudah ulangtahun yang ke-2 dan kalau sudah ulang tahun berarti sudah tidak mendapatkan ASI lagi. Dzaky pun tersipu malu dan meminta susu saja sebagai gantinya. Sejak malam itu, Dzaky sudah tidak meminta nenen lagi. Wah, begitu mudahnya menyapih si Sulung ini, tidak perlu ada drama-drama tangisan anak dan tidak usah mengoleskan sesuatu yang pahit yang bisa membuat anak kapok tidak mau menyusu lagi. Saya berpikir, ternyata begitu mudahnya menyapih itu.
Empat tahun kemudian, cara yang sama seperti kakaknya dilakukan juga ke adiknya, Fakhri, anak laki-laki kedua kami. Dua bulan sebelum ulang tahun Fakhri, dengan sosialisasi yang intensif. Memang tidak sama persis, karena saya dan suami tidak bisa membuat kue ulang tahun dan cuti lagi saat ulang tahun Fakhri yang ke-2, sebagai gantinya kami buat acara ulang tahun sederhana di malam harinya. Entah mengapa, ternyata hasilnya berbeda: Fakhri menangis dan tantrum luar biasa, dia tidak terima kalau tidak boleh lagi untuk minum ASI. Wataknya yang keras membuat saya mengalah dan memberinya ASI. Begitu terus, malam-malam selanjutnya, penuh tangisan dan kehebohan karena walaupun begitu diberitahu ia mengiyakan seakan paham dan kesannya mengerti, tetapi ternyata si anak tengah masih belum rela untuk lepas dari menyusu. Sekitar dua mingguan yang penuh drama, akhirnya dibiarkan saja Fakhri untuk terus menyusu. Begitu terus-terusan sampai akhirnya Fakhri berhenti sendiri atas kesadarannya saat usianya 2 tahun 6 bulan. Malu katanya, karena sudah besar.
Lima tahun berselang dari menyapih anak kedua, saatnya tiba untuk menyapih Raffa, anak laki-laki kami yang ketiga. Kali ini, saya tidak berniat untuk menyapihnya. Kenapa? Anak ketiga ini rencananya akan menjadi anak paling bontot dan rasanya menyusui itu indah sekali, benar-benar pengalaman indah yang luar biasa. Rasanya benar-benar menjadi orang yang sangat dibutuhkan anak, tidak rela kalau ia harus segera disapih. Untuk Raffa, saya sudah tidak memakai pendekatan mengajak ngobrol si kecil dua bulan sebelum ia berulang tahun ke-2.
Menjelang si bungsu berusia 2,5 tahun, saat akan masuk sekolah PAUD, barulah sosialisasi mulai saya lakukan lagi. Kali ini dengan keyakinan, begitu dia sekolah, pastilah lebih mudah untuk menyapih. Jadi disosialisasikan anak besar itu sudah sekolah, dan anak sekolah yang sudah besar itu sudah tidak minum ASI lagi. Ternyata berhasil, hanya di hari pertama saja Raffa menangis menjelang tidur, minta menyusu lagi tetapi nampaknya dia malu karena sudah jadi anak sekolah. Menangisnya sih tidak heboh, hanya terisak-isak saja tetapi justru itu yang membuat saya kasihan dan rasanya sangat menyayat dihati. Saat saya tawarkan untuk menyusu, Raffa malah menolak lho. Malam-malam selanjutnya sudah bisa dilewati dengan baik sampai dua minggu kemudian Raffa sudah tidak minta menyusu lagi.
Dua minggu tersebut berjalan aman, tadinya sudah yakin sekali kalau Raffa sudah berhasil disapih. Setelah mulai libur lebaran, masalah baru pun muncul: pengasuhnya meminta izin libur lebaran selama seminggu. Si bungsu yang mendengar tampaknya tidak rela dan tiba-tiba mogok makan. Awalnya masih mau makan sedikit dan selanjutnya tidak mau buka mulut sama sekali untuk makan. Maunya minum susu saja terus tanpa makan. Khawatir si bungsu merasa tidak nyaman dan sakit, akhirnya ia mulai menyusu lagi dan terus begitu sampai dua minggu lamanya seiring libur lebaran sekolah.
Begitu masuk sekolah lagi, saya langsung ingatkan ke Raffa untuk tidak meminta menyusu lagi. Raffa mengiyakan dengan menjawab ia sudah besar jadi sudah tidak mau mimi ASI lagi. Apakah ini akibat jadi anak sekolah ya? Sampai saat ini, sudah dua bulan Raffa tidak menyusu lagi. Boleh dibilang sekarang si bungsu sudah berhasil disapih di usianya yang 2 tahun 7 bulan ini.
Ternyata masing-masing anak punya kisah penyapihannya sendiri-sendiri ya. Urban mama punya kisah menarik dan tips saat menyapih si kecil? Atau sedang mencari cara untuk menyapih si kecil? Yuk berbagi ceritanya di sini.
saya legi pesiapan untuk menyapih, bulan depan tepat syaqilla ulang tahun kedua sejak 18 bulan udah di kasih tau, awal2 dia udah Oke krn aku bilang " kalau qilla mau punya adik berarti ga nen ya, nen nya kan buat adik. qilla udah jadi kaka" pas itu udah setuju, krn dia suka sama adik. tapi ini satu bulan sebelum ultah kedua , malah mendadak ga mau punya adik.. aku galau... hiks
wah cakep2 jagoan nya... >.<
pas bgt nih ada yg sharing juga, secara anakku 2 tahun 5 bulan belum jg bs disapih, terutama menjelang tidur malam. Nangis2 merengek ngomel minta ASI. Cara2 yg aku lakuin udh sama persis kayak yg ditulis, tp blum berhasil hehe..
fitriii.. tfs yaaa.. lagi menimbang2 juga nih mau nyapih qavi gimana.. bentar lagi.. antara pengen dan ga pengen sebenernya, karena mmg belom berencana anak ke2, jadinya galau mau nyapih.. hahaaa..
wah... baca ini jd sedih krn rizma udh 20mo.
mau pk trik hitung mundur n hipnosis jg. smg gampang n g pk drama. makasih ya mom fitri sharingnya