My VBAC Journey

Oleh Desy Puspa Andriany pada Senin, 09 September 2013
Seputar Our Stories

Saya dan suami sangat menantikan kehamilan kedua. Akhirnya do'a kami terkabul. Saya hamil anak ke-2 di saat usia anak pertama yang hampir 3 tahun. Anak pertama saya lahirkan dengan melalui operasi caesar.

Di kehamilan yg ke-2 ini saya dengan dukungan suami ingin bisa melahirkan secara VBAC (Vaginal Birth After Caesarean) atau secara normal setelah saya mengalami 1 kali operasi. Saat itu tujuan utama saya hanya ingin melahirkan secara normal dan bisa memberikan ASI untuk bayi saya nanti.

Saya lalu mulai konsultasi ke dokter, berdiskusi dengan teman-teman yang memberikan ASI dan yang telah melakukan VBAC.

Sampailah saya dengar kata “Gentle Birth” dan “Hypnobirthing”. Kami mencoba mendalaminya.

Gentle Birth adalah pilihan proses kelahiran yang dilakukan dengan metode sealamiah mungkin, proses melahirkan yang lembut, yang ramah jiwa, natural, dan mengikuti siklus kehidupan manusia. Saya dan suami tertarik dengan "filosofi" persalinannya sendiri yang lebih alamiah dan menekankan pada persiapan sang calon ibu dan bayi sejak kehamilan.

Misi awal berubah, bertambah menjadi:


    1. Gentle Birth with Hypnobirthing.
    2. VBAC (Vaginal Birth After Caesarean).
    3. IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
    4. Delayed Cord Clamping.
    5. Sukses ASI Eksklusif.

Akhirnya saya dan suami mencari pihak yang bisa mewujudkan prinsip-prinsip Gentle Birth, baik itu apabila nanti saya beruntung bisa melahirkan normal ataupun kembali operasi CS. Saya berharap dengan Gentle Birth, traumatis yang dialami anak pertama saya saat lahir ke dunia yang tak hanya menangis tapi menjerit saat keluar dari perut saya tidak terjadi pada anak ke-2.

Dan akhirnya saya menemukan seseorang. Bidan Okke dari Galenia Mom and Child Center Bandung yang juga mendukung VBAC. Sayangnya karena jauh di Bandung, sedangkan kami tinggal di Bekasi, maka konsultasi langsung ke Bandung hanya bisa dihitung dengan jari. Tapi cukup puas karena setiap konsultasi bisa 1 jam lebih. Klinik Galenia MCCnya pun nyaman, feels like home. Membayangkan melahirkan di sana seperti melahirkan di rumah sendiri. Di saat tidak bisa konsultasi langsung dengan Bd. Okke, saya sering bertanya lewat BBM saja.

Awalnya suami saya sangsi kalau saya bisa melahirkan di Bandung, karena jarak Bekasi-Bandung yang cukup jauh. Tapi setelah konsultasi dengan Bd. Okke, suami saya malah mendukung sepenuhnya.

Jika berjodoh maka saya akan melahirkan di klinik Galenia MCC, dengan catatan sebelum berangkat ke Bandung periksa dalam pembukaan di bidan terdekat dahulu. Jika situasi tidak memungkinkan maka saya akan melahirkan di Bekasi atau Jakarta di RS, dengan dokter yang juga mendukung keinginan-keinginan kami. Jadi kami pun mencari dokter di daerah Bekasi / Jakarta yang mendukung keinginan VBAC saya.

Karena VBAC, maka saat persalinan nanti tidak boleh ada induksi, atau interupsi obat-obatan. Jadilah mulai trimester ketiga kehamilan saya mempersiapkan diri saya. Saya ikuti semua saran dan PR yang diberikan Bd. Okke. Membuat birth plan detail tertulis. Jalan kaki minimal 30 menit. Selalu memberikan affirmasi positif untuk baby dan untuk saya sendiri. Latihan hypnobirthing. Ikut senam hamil seminggu sekali. Merawat payudara, dibersihkan dengan baby oil & dikompres air hangat setiap malam demi ASI buat dedek nanti. Latihan dengan birthing ball setiap memungkinkan, sedang menonton TV, ngobrol, atau sambil baca buku pun jadi. Menonton video-video gentle birth orang-orang lain. Membaca cerita-cerita yang menggugah semangat tentang persalinan. Semuanya saya lakukan ditemani kakak Almer yang menantikan kelahiran adiknya.

Tiba di usia kehamilan 37 minggu, dokter di RS yang didekat rumah mulai tidak mendukung untuk persalinan normal, dengan alasan, kepala dedek belum turun panggul, kemungkinan jahitan bekas caesarnya tipis atau mengerut. Dengan tegas dokter tersebut berkata, "Jangan diteruskan". Padahal posisi dedek, air ketuban, detak jantung, berat badan dedek, lebar panggul saya, semua masih mendukung. Dan beliau menjadwalkan operasi caesar untuk saya. Kata “kemungkinan” yang beliau keluarkan membuat saya berpaling.
Saya kembali ke dokter lain yang biasanya check up kondisi kehamilan saya di RS dekat kantor. Hasilnya semua kondisi masih bagus, hanya kepala dedek memang belum turun panggul.

Saya masih semangat untuk melahirkan VBAC, atas saran Bd. Okke saya perbanyak jalan kaki minimal 1 jam setiap hari (selama saya belum merasa terlalu lelah), perbanyak birthing ball dirumah sambil membisikan affirmasi ke dedek diperut, “Turun ya nak, bunda, ayah dan kakak sudah menunggu kehadiranmu. Lahirlah di saat yang tepat, di saat kamu siap.”

Usia kehamilan ke 38 minggu, dokter ke-2 mulai khawatir karena berat baby pasti bertambah sedangkan kepala masih belum turun panggul. Beliau juga mulai merasa sangsi untuk persalinan normal. Saya ingin ditemani dokter yang yakin dan membuat kami yakin. Tidak menjadi persoalan jika nanti pada ujungnya saya harus operasi CS lagi selama tidak direncanakan, tetapi kondisilah yang mengharuskan. Sejauh ini kondisi masih sangat bagus. Saya dan suami berpaling lagi. Ternyata banyak dokter yang mendukung persalinan nomal, tapi tidak banyak yang mendukung VBAC.

Atas saran teman, saya pindah ke dokter ketiga Dr. Diah Sartika di RS.Pondok Kopi. Beliau juga praktik di RS.Kemang tempat teman saya melahirkan. Akhirnya kami menemukan dokter yang tepat. Konsultasi yg lebih jelas, lebih detail dan dukungan penuh atas keinginan saya VBAC. Beliau mengatakan kepala baby belum turun panggul bukan berarti tidak bisa lahir normal. Ada banyak yang mengalami kontraksi dulu baru bayinya turun panggul. Kami pun mulai tenang. Dr. Diah siap menerima saya apabila saya terpaksa melahirkan di Bekasi / Jakarta. Bd. Okke pun siap apabila saya melahirkan di Galenia MCC.

Pada 22 April 2013 pukul 01:00 kontraksi makin terasa, sampai 10 menit sekali. Karena penasaran akhirnya tengah malam cek ke Galenia, ternyata masih bukaan 1. Kami kembali ke hotel. Sampai pagi kontraksi tambah terasa. Saya masih semangat jalan-jalan di sekitar hotel. Setiap 10-15 menit sekali disaat kontraksi saya menghentikan apapun yang saya lakukan, lalu mengatur napas, menikmati kontraksi sampai dia hilang lagi. Dan suami setia menemani setiap saya melakukan hal itu. Pukul 16.00 saya kembali ke Galenia. Ternyata, lagi-lagi masih bukaan 1 juga. Sementara kontraksi sudah jeda pendek masih saja bukaan 1. Pendarahan masih terus. Tapi kepala dedek sudah tambah turun ke panggul. Sepertinya saya memang sedikit stress jadi bukaan terhambat, ingat terus sama kakak Almer, kangen ingin bertemu. Teh Okke menyarankan untuk pulang dulu ke Bekasi. Akhirnya saya
makan malam, bertemu kakak Almer, birthing ball sebentar, memberi affirmasi sama dedek, lanjut bobo.. Rasanya nikmat sekali tidur di rumah sendiri malam itu, nekad tapi alhamdulillah menikmati.

Pukul 03:30 saya dan suami berangkat ke Bandung karena merasakan kontraksi yang rasanya berbeda dengan sebelumnya. Di mobil kontraksi terus terasa dengan jeda 5-10 menit sekali, tapi saya masih bisa menikmatinya. Sepanjang jalan saya mendengarkan affirmasi Bidan Yessie Klaten yang saya unduh dari Youtube "persalinanku akan lancar, kontraksi yang terasa sangat lembuuut....". Di jalan saya berharap tiba di Galenia sudah bukaan diatas 5, kalau bisa langsung nyemplung ke kolam waterbirth. Perjalanan ke Bandung ditempuh dalam 1.5 jam karena keadaan lalu lintas yang bersahabat. Setelah periksa dalam, ternyata masih bukaan 3. Saya lalu beristirahat di kamar, tiduran, sedikit birthing ball. Pukul 07:00 Lho kok ngajak ngeden, waah gawat. Saya khawatir bukaannya belum lengkap. Saya mengatur napas untuk menahannya. Ketubannya keluar, masih dengan kantungnya, seperti balon tapi belum pecah. Saya gonta ganti posisi, lama-lama itu ketuban pecah sendiri karena terjepit paha saya. Suami saya memanggil bidan pendamping. Periksa dalam ternyata bukaan sudah lengkap. Bidan-bidan kemudian menyiapkan kolam waterbirth. Saya menunggu sambil mendengarkan musik klasik yang diputar suami untuk saya, cukup menenangkan.

Pukul 07:30 Teh Okke datang. Kolam waterbirth belum siap, masih sedang dimasukkan air hangat. Kata teh Okke "Mau coba melahirkan di kamar saja? Dimana aja sama kok, nunggu kolam siap nanti lama.."
Akhirnya saya bertahan dengan posisi konvensional juga. Dikelilingi Teh Okke, suami tercinta, dan 3 bidan pendamping.
Karena VBAC dan mengingat ada luka sayatan bekas operasi CS waktu melahirkan anak pertama dulu, selama kontraksi dilarang ngeden kalau tidak sangat ingin.
Alhamdulillah selama jeda tiap kontraksi nyaman, masih bisa ngobrol ngalor ngidul, bercanda, minum.. Bahkan saat kontraksi pun sakitnya masih terasa nyaman buat saya, masih bisa tanya ini itu, masih bisa pegang-pegang kepala dedek yang udah nongol dibawah sana.
Rasanya nyaman sekali menunggu moment dedek keluar sambil berpegangan tangan kepada suami.
Keluarlah di saat kamu siap, Nak.

Pukul 08:45 akhirnya lahirlah Gibrazan Zaverio.

Babynya tidak menangis, keluarnya very gentle. Saat ditaruh di dada untuk IMD baru dia menangis sebentar, lalu kita berdua saling berpelukan.
Air mata mengalir.
Suami saya bingung, karena selama kontraksi, selama lahiran tadi saya tidak pernah terlihat kesakitan apalagi menangis, kenapa pas sudah keluar saya malah nangis. Dia nanya "kenapa bunda? Mules? Sakit?" Padahal saya sedang terharu sekali.
IMD kurang lebih 1 jam, sesudah itu dedek dibersihkan dan plasenta dibungkus masih bersama-sama dedek. Sengaja di delayed clamping cord untuk burning cord sorenya.
Setelah melahirkan dan istirahat sambil IMD cukup untuk bisa langsung duduk dan berjalan, dan masih berasa segeer tidak terasa cape sama sekali.

Berbeda sekali rasanya dengan persalinan anak pertama saya.


with my hubby and dd Gibran @Galenia, 1 day after the birth, sayangnya tanpa kakak Almer



with Bidan Okke @Galenia, 1 day after the birth


Semoga cerita ini menjadi inspirasi untuk semua. Saya sudah pernah mengalami 2x persalinan. 1 kali operasi CS, 1 kali persalinan normal. Yang penting bagi saya adalah proses mempersiapkan persalinannya, selama masa kehamilan. Menanti proses kelahiran anak kita seharusnya bukan menjadi ketakutan terbesar, tetapi menjadi kebahagiaan terbesar.
Apapun cara persalinannya, yang penting adalah bagaimana kita memberdayakan diri kita sendiri dari semenjak kehamilan sampai persalinan.

“The whole point of woman-centered birth is the knowledge that a woman is the birth power source. She may need, and deserve, help, but in essence, she always had, currently has, and will have the power.” ~Heather McCue

”Part of birthing without fear is trusting your instincts!” ~Brande Holm, BWF Mama.

28 Komentar
Vianty Kumala October 26, 2019 3:39 pm

Boleh minta alamat nya dimana Galenia itu?,, sy berencana hamil tp ingin metode gentle birth soalnya sy pernah melahitkan pertama normal ke dua vacuum ke 3 secar dan skrg sy brncana hamil k 4 tp vbac atau gentle birth adakah yg bs membantu sy info nya

Nurlela Ekawati November 23, 2018 10:51 pm

Mba saya ingin bertanya,saya sedang mencari rumah sakit dan dokter yg bisa membantu proses vbac di daerah lebak ( rangkasbitung ).Saya bisa dapat informasinya dimana yah mba.Terimakasih

Mita
Mita July 10, 2014 10:12 am

Hai Mbak Desy,

Aku juga lagi tertarik nih melahirkan di Galenia. Posisiku saat ini di cibubur, suamiku ragu-ragu karena takut kejauhan kalo ke Bandung. Tapi ngliat Mbak Desy yang brangkat dari Bekasi aku jd penasaran pengen coba survey dulu kesana.

Idealnya mulai kontrol disana pas usia kehamilan berapa ya Mba?

Thaanks...

Ajeng Sekar Tanjung
Ajeng Sekar Tanjung September 25, 2013 1:44 pm

hai mbak desy,
februari lalu, aku juga melahirkan di galenia.
dan merasakan sekali yang namanya gentle birth :)
alhamdulillah.

link artikelnya langsung aku kasih ke temenku yang sangat ingin VBAC, terimakasih inspirasinya mbak desy :)

Desy Puspa Andriany
Desy Puspa Andriany September 17, 2013 10:20 am

@mrs.harmen: pasti bisa. Makasih ;)
@MommyManda: sama2..
@Riza: What an unforgettable experience. Yup, semoga lebih banyak para mommies yg berkesempatan merasakan Gentle Birth..