Pendidikan: S1 Pertambangan - ITB.
Sertifikasi di RFA & QMPC.
Independent Financial Planner di Quantum Magna Financial Indonesia.
Kalau pada Hari Ibu, kita biasa memberikan ucapan selamat atau rangkaian bunga, bagaimana dengan Ayah?
Saya ingin menceritakan pengalaman saya sendiri, apa yang bisa saya berikan pada Ayah saya.
Ayah saya adalah seorang dosen dan sudah pensiun ketika saya lulus kuliah tahun 2000. Jadi sudah sekitar 11 tahun berlalu. Sebagai pensiunan pegawai negeri, kehidupan di masa pensiun tentunya tidak berlebihan. Cukup.
Setelah lulus kuliah, saya langsung dapat pekerjaan. Bekerja di perusahaan asing sebagai management trainee. Euphoria punya gaji sendiri, uang sendiri, dirasakan terlalu berlebihan. Saya asyik memenuhi keinginan saya sendiri, jadi setiap bulan gaji ya habis habis saja. Tidak punya tabungan sepeser pun. Bulan demi bulan, tahun demi tahun tidak pernah ada rasa penyesalan untuk selalu menghabiskan gaji. Kan, gaji sendiri, hasil kerja keras sendiri, ya wajar lah kalau dihabiskan untuk kesenangan sendiri. Egois sekali ya saya dulu, kalau dipikir-pikir.
Sampai suatu ketika, Ayah saya sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Beliau tidak memberitahukan kondisi ini pada kami semua (anak-anak nya). Jadi kami berlima kaget saat di informasikan Ayah masuk RS. Langsung kami pergi ke Bandung untuk menjenguk. Dan kami kaget sekali sewaktu melihat Ayah berada di kelas kamar yang rame-rame (1 kamar untuk 5 orang). Ditambah pula pasien sebelah Ayah saya adalah korban kecelakaan, jadi lah pasien tersebut tidak bisa tidur nyenyak dan selalu berteriak-teriak kecil sepanjang hari dan malam. Rasanya waktu itu sedih sekali, melihat kondisi Ayah. Karena kita semua tidak tega, maka sepakat lah kami anak-anaknya untuk upgrade kelas kamar. Sehingga Ayah bisa istirahat dengan tenang di kelas kamar sendiri. Kasak kusuk, semua diskusi untuk bagi-bagi setiap orang mau sumbang berapa. Nah, saya langsung tertunduk malu. Saya tidak punya uang sepeser pun saat itu, tabungan? Nol besar! Sedih dan malu bercampur aduk. Semua bisa menyumbang, saya tidak bisa.
Itulah awal kejadian yang membuat saya mulai berpikir, kalau saya begini terus-terusan. Apa jadinya? Masa iya, saya tidak bisa menyisihkan sedikit saja dari penghasilan bulanan untuk digunakan dalam keadaan emergency. Ayah saya dengan kondisinya sebagai seorang dosen bisa menyekolahkan anak-anak nya lima orang sampai ke jenjang perguruan tinggi. Pastinya dengan kondisi tersebut, banyak pengorbanan yang beliau lakukan. Setelah pensiun pun, beliau tidak pernah minta kami (anak-anak nya) untuk memberi uang. Saking tidak mau meminta uang, masuk dan dirawat di RS pun dilakukannya diam-diam. Dari sejak kejadian itu, saya berjanji pada diri sendiri untuk bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk Ayah saya. Ayah saya orangnya sangat cool, dan tidak sentimentil. Jadi tidak mungkin, saya sok romantis memberikan hadiah spesial di Hari Ayah. Jadi yang bisa saya lakukan adalah menyisihkan penghasilan saya setiap bulan, untuk tujuan membantu Ayah apabila terjadi hal emergency. Salah satunya biaya tambahan perawatan RS.
Alhamdulilah, dengan niat dan semangat yang kuat. Perlahan-lahan kondisi keuangan saya membaik. Beruntung pula, saya bekerja sebagai Financial Planner. Pekerjaan inilah yang sangat membantu saya untuk berubah menuju kebaikan. Sekarang dari hasil menyisihkan setiap bulan, saya sudah bisa membantu Ayah, Ibu, dan Mertua saat mereka membutuhkan bantuan dana perawatan RS. Sekarang saya tidak tertunduk malu lagi, saya bisa tersenyum bahagia karena setidaknya bisa meringankan sedikit beban mereka.
Itulah hadiah yang saya pilih untuk Ayah saya.
Untuk Ayah Anda atau suami, mau pilih hadiah apa? Mudah-mudahan cerita saya bisa menjadi salah satu pilihan urban Mama ya.
Terimakasih mbak untuk sharingnya, memotivasi saya untuk bisa lebih bijak dalah hal keuangan... :)
hiks2.. sedih juga baca ceritanya, sekaligus bikin "tepok jidat". eventhough ortu sama mertua dicover dari ex-kantornya (pernah ngalamin yg sama juga, waktu bokap sempet diopname satu kamar berdua) berarti harus cari "hadiah" lain buat mereka.. dan satu lagi yang bikin saya sadar, dana emergency "liquid money" penting bgt yah.. =)
thanks ya untuk sharing ceritanya ya mbak,
saya juga dari keluarga pas-pasan, dan penghasilan ayah saya betul-betul habis untuk keperluan harian, beliau tidak punya tabungan sama sekali, untungnya sempat beli tanah yg bisa dicicil setiap bulan, kalau tidak, mungkin sampai sekarang, ayah saya tidak punya rumah. Melihat pengalaman dari orang tua saya, saya tidak mau seperti itu, saya berusaha untuk selalu menyisihkan hasil kerja saya, dan alhamdulilah, masih singlepun saya sudah bisa nyicil rumah melalui KPR,selama 15 th, dan Insya Allah, 4 tahun lagi selesai, dengan baca-baca masukan dari para FP juga, saya usahakan untuk simpan sedikit2 melalui RD,LM dan properti.
Jadi, uang cash di tabungan saya itu, jumlahnya ga lebih dari 3 juta..hehehe...karena begitu lebih dari segitu, saya gatal untuk lgs beli LM atau reksadana.
makasi udah mengingatkan lewat artikel. Beruntung sekali saya yang masih memiliki orang tua yang sehat, tetapi setiap sehat akan ada sakit jadi terpikir akan memulai membuat pos keuangan baru khusus buat orang tua dan mertua :)
sangat menyenangkan msh ada ayah dan msh sempat membahagiakannya,saya sedih blm bs berterimakasih kepada ayah saya krn beliau sudah tiada sblm sy bs mandiri....