Perkembangan Kognitif Anak (2)

Oleh Anna SurtiNina pada Kamis, 17 September 2020
Seputar Expert Explains
Perkembangan Kognitif Anak (2)

Pada tulisan pertama kita sudah membahas tentang perkembangan kognitif anak 0-2 tahun menurut teori Piaget. Dalam tulisan ini, kita akan membahas tahap perkembangan kognitif anak 2-7 tahun, yaitu tahap Preoperational.

Tahap Preoperational sebetulnya dibagi atas 2 subtahap, yaitu usia 2-4 tahun dan usia 4-7 tahun. Namun tulisan ini akan membahas secara umum saja. Dalam kedua subtahap tersebut ada beberapa keunikan yang akan kita bahas, dimulai dari penyebab segala keunikan tersebut yaitu centration.

Centration adalah kemampuan berpikir anak yang masih terpusat, hanya berfokus pada 1 aspek saja, dan belum bisa memahami aspek lain secara sekaligus. Contohnya ketika anak memahami aspek ‘panjang’, dia belum bisa memahami sekaligus aspek ‘lebar’ atau ‘dalam’. Inilah penyebab kenapa anak bingung ketika suatu benda berubah bentuk, misalnya es berubah menjadi cair, dia mengira es hilang. Contoh lain adalah ketika anak memahami ‘tanjakan’, dia bingung mengapa benda yang sama bisa disebut ‘turunan’.

Gara-gara centration, anak punya beberapa keunikan pola pikir di tahap Preoperational. Keunikan tersebut adalah symbol, lack of conservation, egocentrism, animism, dan classification. Kita bahas satu per satu ya.

Symbol
Menurut Piaget, di usia 2-7 tahun anak mulai belajar berpikir menggunakan simbol, namun masih tak sistematis dan tak logis. Symbol adalah perwakilan dari benda, bisa berupa gambar atau kata-kata, tapi bukan bendanya sendiri.

Anak 0-2 tahun belum memahami balon ketika tak melihat balonnya secara langsung. Namun anak 2-7 tahun dapat memahami balon dengan melihat gambarnya saja. Ia juga dapat membayangkan balon ketika kita bernyanyi lagu “Balonku”.

Bayangkan, gambar dan kata-kata balon bukan si benda balon sendiri kan? Tidak bisa dipegang dan tak bisa meletus kan? Oleh karena itu gambar atau kata ‘balon’ kita sebut ‘simbol balon’. Kalau anak kurang dari 2 tahun bernyanyi lagu “Balonku” dan berkata, “Dor!” yang ia pahami adalah suara ‘dor’ bukan balon yang meletus, namun anak 2-7 tahun bisa membayangkan balon yang meletus dan bersuara ‘dor’.

Pada usia 2-7 tahun anak baru memahami simbol dari benda nyata yang pernah dilihat atau dipegangnya. Ia belum terlalu memahami simbol dari benda tak terlihat seperti ‘takut’, ‘sayang’, ‘marah’, dll. Inilah sebabnya mengapa ketika berbicara dengan anak, perlu terlihat atau terasa apa yang dibicarakan itu. Contohnya ketika Mama berkata ‘senang’, raut mukanya harus berbeda dibandingkan ketika berkata ‘marah’, dan sebaiknya kata-kata tersebut diucapkan agar anak lebih memahami, misalnya, “Mama sedang senang!”.


*image credit: Thalia

Gara-gara pemahaman simbol yang terbatas, anak juga belum paham kalau dinasehati atau diminta membayangkan. Sering terjadi di budaya kita, orangtua memarahi anak yang memukul temannya dengan kalimat semacam ini, “Coba kalau kamu yang dipukul, sakit nggak?” Anak belum terlalu bisa membayangkan kesakitan gara-gara dipukul. Bukan berarti anak harus dipukul dulu, namun berarti kalau anak 2-7 tahun memukul teman, tak usah disuruh membayangkan, langsung saja dipisahkan dari temannya dan dialihkan dengan kegiatan yang lain.

Mengapa anak berulangkali dinasihati tapi belum mengerti juga? Kembali ke topik ini, pemahaman simbol nasihat belum penuh. Oleh karena itu nasihat harus hadir dalam bentuk yang lebih konkret, yaitu sesuatu yang terlihat atau terasa, bukan cuma terdengar saja. Contoh, ketika kita melarang anak main lilin, jangan hanya katakan bahwa lilin panas dan bisa membakar, tapi perlihatkan proses bagaimana lilin bisa membakar kertas.

Ingat, nasihat yang tidak konkret hanya akan diabaikan anak, karena anak belum paham. Jangan salahkan anak lho. Menasihati anak tentunya boleh saja, tapi jangan terlalu berharap dia akan paham dan menurut gara-gara nasihat orangtua. Lain kali kita bahas cara lebih konkret untuk membuat anak lebih mengerti ya.

Penjelasan tentang keunikan lainnya di tulisan berikut ya. Selamat menanti.

Anna SurtiNina
Anna SurtiNina

Family & child psychologist di Klinik Terpadu, Fakultas Psikologi UI, Depok (021-78881150) dan Medicare Clinic, Menara Kadin, Kuningan, Jaksel (021-5274556)

11 Komentar
Intan Rastini
Intan Rastini March 19, 2018 9:11 am

Jadi bagaimana cara menasehati anak secara konkret? Supaya lebih mudah dipahami dan tidak diabaikan?

Mia Ummi Kaltsum
Mia Ummi Kaltsum January 13, 2015 1:57 pm

oooh, pantesya, bayi2ku kl dinasihati malah ketawa2. kl jatuh nanti sakit itu belom kebayang, kecuali dikasih tahu pas kesakitan jatuh abis lari2an ditempat licin. itu aja kl sdg asyik udah aja bablas.

mau tanya dong, balita itu paham konsep waktu kemarin, minggu lalu, besok bulan depan, kapan ya? anakku yg #1 (4thn) kalau past tense semua jadi "tadi" walopun tahun lalu.. hihihi

Cindy Vania
Cindy Vania October 10, 2014 1:32 pm

Artikel mbak Anna Surti selalu ditunggu,terimakasih ilmunya mbak :)

Ditunggu lanjutannya.

Rasti Novitasari
Rasti Novitasari October 9, 2014 4:08 pm

ga sabar tunggu artikel selanjutnya.. apalagi yang egocentrism.

Mike Damayanti October 9, 2014 2:32 pm

waaaahhh,, sangat bermanfaat *menunggu artikel berikutnya* :D

 

Artikel Terbaru
Senin, 09 November 2020 (By Expert)

Mengenal Lebih Dekat Rahasia Manfaat BPJS Sebagai Asuransi Proteksi Kita

Jumat, 25 Desember 2020

6 Keuntungan Tidak Punya Pohon Natal di Rumah

Kamis, 24 Desember 2020

Rahasia kecantikan Alami dari THE FACE SHOP YEHWADAM REVITALIZING

Rabu, 23 Desember 2020

Lentera Lyshus

Selasa, 22 Desember 2020

Different Story in Every Parenting Style

Senin, 21 Desember 2020

Menurut Kamu, Bagaimana?

Jumat, 18 Desember 2020

Santa's Belt Macarons

Selasa, 15 Desember 2020

Christmas Tree Brownies