Positive Parenting: Fokus pada Solusi Bukan Masalah

Oleh Veronica Sri Utami pada Senin, 25 Mei 2020
Seputar Activities
Positive Parenting: Fokus pada Solusi Bukan Masalah

Beberapa waktu lalu saya mengikuti acara workshop parenting di daycare tempat saya menitipkan anak-anak. Temanya adalah “Positive Parenting dalam Tumbuh Kembang Anak”. Menarik sekali  ya, Urban Mama, sekaligus kesempatan saya untuk menambah ilmu. Saya ingin berbagi beberapa hal positif yang saya dapatkan dari acara ini.

“Tidak masalah anak kita kurang begini atau begitu, tapi yang kita perhatikan jangan kekurangannya, justru kita harus menggali, anak saya potensinya apa,” demikian dikatakan Ibu Agnes Indar Etikawati, MSi., Psi., seorang psikolog dan dosen di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Kata-kata awal Ibu Agnes itu cukup membuka mata saya tentang menjadi orangtua yang positif. Bahkan dimulai dari cara memandang anak kita pun, harus lewat sudut pandang yang positif.

Ibu Agnes tidak menampik, bahwa tiap anak memiliki temperamen, yaitu sifat yang merupakan bawaan, dan lebih banyak berhubungan dengan faktor genetik. “Jangan terpaku pada apa yang sudah terberi atau ditetapkan. Kita harus terus maju,” demikian sarannya. Yang perlu dilakukan oleh orangtua adalah membuat target perilaku untuk dikembangkan anak, sekaligus rencana strategi untuk mengajarkan hal tersebut.

Yang menarik, karena acara ini bertajuk workshop, dan bukan seminar, maka semua peserta diajak untuk ikut terlibat membuat strategi menjadi orang tua yang positif ini. Setiap pasang orangtua diberi form, dan meminta kami untuk mengisinya. Mulai dari  karakter anak, baik yang positif maupun negative, target perilaku apa yang ingin dikembangkan dari si anak tersebut, juga strateginya. Dengan mengisi form ini, sebenarnya kami sedang diajak untuk mengikuti langkah-langkah mengaplikasikan positive parenting.


Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Pelajari kebutuhan perkembangan dan psikologis anak

Setiap tingkatan usia, ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh seorang anak. “Anak umur dua tahun, seharusnya sudah bisa mengucapkan kata yang memang bermakna. Kalau ia mengucap minum, itu memang dalam rangka minta minum,” contohnya, “kalau mau tahu yang lain, banyak kok di internet, browsing saja!” sarannya. Maka dalam form tersebut, kami  diminta untuk mengisi usia anak sekaligus karakter positif dan negatifnya.

2. Tentukan target perilaku yang akan ditingkatkan

Untuk mengisi bagian target perilaku ini, Ibu Agnes sekali lagi mengingatkan, “Fokuslah pada solusi. Yang kita inginkan bukan menghilangkan apa dari si anak, tapi kita mau meningkatkan apa.” Ia mencontohkan,   “Jangan tulis ‘ingin menghilangkan rasa malu anak’, tapi ‘meningkatkan kepercayaan diri’. Atau, bukan ‘menghilangkan kebiasaan anak main gadget’, tapi ‘meningkatkan kemampuan anak dalam mengatur waktunya’.”     

Para orangtua diminta menuliskan satu saja dulu perilaku yang ingin ditingkatkan dalam diri anak. “Kita juga tidak perlu terlalu idealis, ingin meningkatkan macam-macam. Satu-satu saja,” pesan Agnes.

3. Buat rencana dan strateginya

Untuk membuat strategi peningkatan kemampuan anak, Agnes memaparkan beberapa hal penting:

  • Pentingnya modeling/contoh
    “Kalau anaknya susah bicara, lihat dulu bapak-ibunya seperti apa. Kalau bapaknya biasanya pendiam, ya harus memberi contoh untuk lebih ekspresif!” kata Agnes.
  • Pastikan tidak ada stimulasi fisiologis yang membuat perilaku negatif muncul
    “Pastkan anak tidur cukup, makan cukup, nutrisi cukup, tidak sedang kena alergi sesuatu,” terangnya.
  • Pastikan tidak ada stimulasi psikologis yang memancing perilaku negatif muncul
    “Kalau menanyakan sesuatu ke anak, ibu-ibu harus pakai nada suara yang enak, jangan seperti kaya ngajak berantem!” kata Agnes. Ia mengingatkan bahwa rumah bukan saja tempat belajar bagi anak, tapi juga tempat mendapat kasih saying. “Kasih sayang ini sangat penting. Anak sudah capek dengan segala kegiatannya di luar. Jangan sampai di rumah dia stres!” tegas Agnes.
  • Setting lingkungan
    “Ingin anaknya tidak main gadget setiap waktu, tapi ada HP, tablet, laptop bertebaran di mana-mana. Ya nggak bisa berhasil!” contoh Agnes.
  • Rule/Peraturan harus diberlakukan juga ke orangtua
    “Kita menyuruh anak belajar, tapi di waktu yang samaorang tuanya malah main-main. Itu tidak memotivasi anak,” terang Agnes. “Ya orangtua ikut melakukan sesuatu yang serius. Baca buku atau pura-pura mengerjakan sesuatu di laptop,” usulnya.
  • Rekreasi itu penting!
    “Anak bisa jadi malas melakukan sesuatu karena dia merasa hidupnya begitu-begitu saja, membosankan,” kata Agnes. Karena itu, ia menekankan pentingnya rekreasi. “Rekreasi tidak perlu mahal ya. Bahkan bisa kita hubungkan dengan apa yang dipelajari anak di sekolah. “Kalau sedang belajar tentang pemerintahan, ajak ke kantor kelurahan misalnya, lihat ruangan apa saja yang ada. Atau kalau sedang pelajaran aama di Indonesia, ajak ke Pura atau Wihara,” usul Ibu Agnes.

 4. Berlakukan reward

Setiap capaian anak, perlu diapresiasi dengan reward. Meski demikian, Agnes mengingatkan, reward  tak harus berupa barang, atau sesuatu yang besar dan mahal. “Bisa dengan memberikan laporan positif ke ayahnya, di depan anak, misalnya ‘Tuh Yah, adek hari ini pinter loh! Udah bisa ini – itu’,” kata Agnes memberi contoh. Hal semacam itu pun sudah bisa dikatakan sebagai reward.

 

Tentu saja, meskipun kita sudah mengikuti step by step menjadi orang tua yang positif, tidak selalu berarti perubahan akan segera terjadi. Karenanya, Agnes mengingatkan orangtua untuk sabar. “Menjadi orangtua yang sabar itu tidak berarti lalu anak dibiarkan saja ya,” ingatnya, “Sabar itu lebih kepada kemampuan orangtua untuk mengelola dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan mengelola emosi,” terang Agnes.

Jadi, siap praktik jadi orangtua positif? Selamat mencoba, dan ingat untuk sabar ya!

Veronica Sri Utami
Veronica Sri Utami

Always love the journey of being mother, she is a fulltime mother – for Lintang and Sekar - and parttimer of everything, from "tukang ojeg"-nya Lintang, writer to lecturer. Already have two books being published until now, “We are Good Mothers”, (Galang Press, 2010) and “Recharge Your Life”, (Grasindo 2016), and (hope) still more to come

13 Komentar
Nala Gautama
Nala Gautama November 21, 2018 3:26 pm

mbaaa bagus artikelnya. thenks yah!

Tyara Maryam
Tyara Maryam November 21, 2018 10:11 am

Artikel yang bagus sekali mbaa. Terus terang sering fokus dengan masalah daripada solusi :( Terima kasih sudah diingetkan.

dieta hadi
dieta hadi November 15, 2018 10:32 am

terimakasih mbak sudah membantu mengingatkan, terkadang kita orangtua suka lupa hal ini. ingin anak baik dan bagus tapi kita kadang tidak mencontohkan hal itu. semoga kita bisa terus belajar ya

musdalifa anas
musdalifa anas November 13, 2018 11:02 am

Duh jleb banget baca artikel ini, apalagi yang poin 3 buat rencana dan strateginya. TFS mama Veronica, baca ini berasa langsung direcharge lagi, diingatkan lagi.

May Sukmasari
May Sukmasari November 13, 2018 10:44 am

Terima kasih mama Veronica tulisannya. Kena banget nih sama aku. Terima kasih ya sudah mereminder lagi.

 

Artikel Terbaru
Senin, 09 November 2020 (By Expert)

Mengenal Lebih Dekat Rahasia Manfaat BPJS Sebagai Asuransi Proteksi Kita

Jumat, 25 Desember 2020

6 Keuntungan Tidak Punya Pohon Natal di Rumah

Kamis, 24 Desember 2020

Rahasia kecantikan Alami dari THE FACE SHOP YEHWADAM REVITALIZING

Rabu, 23 Desember 2020

Lentera Lyshus

Selasa, 22 Desember 2020

Different Story in Every Parenting Style

Senin, 21 Desember 2020

Menurut Kamu, Bagaimana?

Jumat, 18 Desember 2020

Santa's Belt Macarons

Selasa, 15 Desember 2020

Christmas Tree Brownies