Hunian adalah bagian dari perjalanan hidup berumah tangga. Rumah mencerminkan aktivitas, pekerjaan, tingkat pendapatan, serta pilihan-pilihan yang dijalani di setiap fasenya, di mana pada masing-masing fase, kebutuhan akan hunian mungkin akan berbeda satu sama lain.
Namun tak sedikit orang yang masih ragu untuk membeli rumah sendiri. Penyebabnya berkutat pada dua sikap ini: mengejar rumah idaman dan kurang pede dengan kemampuan finansial.
Siapa yang tak ingin punya rumah di lokasi premium, berukuran besar, bahkan punya kolam renang sendiri? Kalau belum mampu mewujudkannya, bukan berarti harus menunda membeli rumah.
(Gambar: www.pexels.com)
Urban Mama, harga hunian meningkat setiap tahun dengan rasio yang tinggi. Hunian dengan harga Rp700 juta saat ini bisa menjadi Rp1 miliar dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Kenaikannya mencapai Rp60-100 juta atau 8-14% per tahun. Rasio ini melebihi rata-rata kenaikan gaji per tahun. Kecuali Urban Mama dan pasangan mendapatkan akselerasi gaji dengan rasio yang sama atau lebih besar setiap tahunnya, ide menunda membeli rumah hanya akan membuat cita-cita punya rumah sendiri makin jauh dari kenyataan.
Sembari menunggu mampu membeli rumah idaman, belilah rumah yang sesuai kebutuhan dan kemampuan saat ini. Jika Urban Mama belum memiliki momongan, apartemen tipe studio atau rumah dua kamar tidur dengan akses menuju tempat kerja sudah cukup. Saat buah hati hadir, ada kebutuhan baru yang turut hadir, seperti akses ke sekolah dan hunian yang lebih luas. Maka, mulailah mencari hunian yang lebih sesuai.
Rumah yang sudah dibeli dapat dijual kembali dengan harga yang sudah mengalami kenaikan. Uang ini dapat digunakan untuk modal membeli rumah baru yang lebih sesuai kebutuhan. Jika ada rezeki berlebih, barulah membeli rumah idaman. Ini adalah langkah yang lebih bijaksana daripada terus menunggu hingga mampu membeli rumah idaman, yang entah kapan bisa terjangkau.
Saat berbicara kemampuan, angka ratusan juta hingga miliaran rupiah yang tercantum di pricelist yang disodorkan sales promotion person memang terlihat mengintimidasi. Alih-alih fokus pada harga rumah, lebih baik melihat angka yang lebih kecil, yakni 'cicilan'.
Rumah dengan dua kamar tidur dipasarkan dengan cicilan Rp3-5 juta per bulan. Di Jabodetabek, misalnya, suplainya terdapat di daerah Tangerang Selatan, Depok, Bekasi, Bogor, bahkan Jakarta Timur. Jika rasio cicilan sehat adalah 30% dari penghasilan, maka cicilan ini bisa dijangkau pasangan berpenghasilan Rp10-17 juta per bulan. Ingat, ya, penghasilan pasangan. Jadi, jika total penghasilan Urban Mama dan suami minimal Rp10 juta per bulan, Urban Mama tak perlu takut untuk memulai langkah membeli rumah.
(Gambar: www.pixabay.com)
Kalau dua mental barrier tersebut sudah terlewati, saatnya Urban Mama bersama pasangan membuat komitmen mewujudkan rumah sendiri. Wujudkan komitmen tersebut dengan melakukan hal-hal seperti:
1. Terbuka dengan pasangan
Tak jarang suami-istri masih enggan terbuka soal keuangan, utamanya pada pasangan baru. Ada rasa sungkan atau kurang etis apabila mulai menanyakan topik ini lebih dulu. Saling terbukalah, karena langkah awal membeli rumah harus dimulai dengan transparansi finansial. Contoh terbuka: pasangan saling mengetahui utang kartu kredit, tanpa ada yang disembunyikan. Anda jadi tulang punggung keluarga besar? Sampaikan berapa besar yang Anda kirimkan untuk orang tua atau untuk membantu adik yang masih kuliah. Relasi yang sehat antara pribadi dengan uang sangat fundamental dalam membentuk hubungan yang sehat dengan pasangan.
2. Menata keuangan
Catat semua pengeluaran, mulai sekarang hingga dua atau tiga bulan ke depan. Dari sini, Urban Mama akan melihat pengeluaran-pengeluaran tersier atau sekunder yang dapat dipangkas dan dialokasikan untuk program membeli rumah. Jujur saja: apakah kita sanggup tiap hari ngopi cantik di kafe? Jika pun iya, apakah itu cara terbaik untuk membelanjakan uang?
3. Mengubah gaya hidup
Kalau sudah berkomitmen mengalokasikan penghasilan untuk membeli rumah, tentu saja gaya hidup harus diubah. Kurangi aktivitas ngopi cantik, atau makan di fancy restaurant. Tunda keinginan ganti atau modifikasi kendaraan. Sesekali boleh. Jika memang yoga tiap minggu atau facial tiap bulan membuat Urban Mama happy (aku sih, yes!), buat budget dan atur frekuensinya. Optimalkan membership apa pun yang Urban Mama miliki, jangan hanya jadi member tetapi tak pernah dipakai. Fokuskan semuanya pada rencana membeli rumah. Percayalah, it's worth the effort!
4. Rajin melakukan riset harga rumah dan lokasi
Isi waktu senggang atau akhir pekan dengan melakukan riset rumah. Aktivitas ini banyak keuntungannya, loh! Anda makin kompak dengan pasangan, semakin up to date terhadap harga dan fasilitas perumahan yang sesuai kemampuan dan kebutuhan, dan secara mental, makin optimistis bisa punya rumah sendiri.
Soal riset properti, Rumah.com punya beragam fitur untuk memperkaya riset Urban Mama. Project Review mengulas sebuah hunian secara mendalam mulai dari fasilitas, harga, detail properti, hingga prospek ke depannya. Panduan dan Referensi menyajikan beragam panduan dan tips seputar membeli rumah, mulai dari tips mengumpulkan uang muka, menentukan KPR yang cocok, dan lain-lain. Ada juga Property Index yang menyajikan laporan pergerakan harga properti di kota-kota besar di Indonesia.
Melalui survei yang dilakukan The Urban Mama dan Rumah.com di Instagram Story, Urban Mama dan Papa punya pandangan yang menarik terhadap kebutuhan akan rumah.
Hasil survei The Urban Mama dan Rumah.com menunjukkan bahwa sebanyak 54% responden sudah tinggal di rumah sendiri, 33% tinggal bersama orang tua atau anggota keluarga lain, dan 13% mengontrak.
Sebanyak 65% dari total responden yang berpartisipasi mengaku berencana untuk pindah rumah tahun ini. Yang menarik, mayoritas (60%) dari mereka yang berencana pindah ini mengaku ingin lebih mandiri dalam menjalani rumah tangga, 12,5% karena alasan sekolah anak, dan 27,5% karena ingin rumah yang lebih besar atau lebih nyaman.
Tak salah jika mayoritas Urban Mama dan Papa yang ingin punya rumah sendiri beralasan karena ingin mandiri. Tinggal di rumah sendiri membuat sebuah pasangan rumah tangga leluasa mengeksplorasi nilai-nilai, kebiasaan, termasuk pola pengasuhan anak bersama-sama.
Kemandirian ini juga pada akhirnya membuat sebuah rumah tangga tumbuh menjadi dewasa dan kompak, karena setiap keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama, belajar bersama dari kesalahan-kesalahan yang dialami bersama-sama. Pada akhirnya, rumah bukan sekedar aset atau inventaris, tetapi juga bagian dari perjalanan hidup dan kedewasaan berumah tangga.
Bagaimana pengalaman Urban Mama tentang rumah? Share di sini, yuk! Kalau ada pertanyaan, boleh juga diajukan di sini.
Terima kasih artikelnya Mbak Ike. Saya setuju sekali dengan semua hal yang Mbak Ike jelaskan. Rumah dan perjalanan hidup berumah tangga memang sungguh berkesan. Jadi ingat perjuangan saat masih awal-awal menikah dan dikaruniai anak, kisah saya dan suami harus 4 tahun mengontrak rumah di dekat area kantor suami. Di tahun ke-5 pernikahan akhirnya bisa menghuni rumah sendiri dari hasil kerja keras kami mengendalikan gaya hidup selama mengontrak rumah supaya bisa membeli hunian sesuai kebutuhan. Menata gaya hidup dan berani melangkah pasti untuk memiliki hunian sudah dilakukan. Semoga urban mama dan urban papa bisa lebih percaya diri memiliki hunian sesuai kebutuhan ya.
Mbak Lita, ikut senang dengan buah dari hasil kerja kerasnya ya, Mbak. Kita memang tak bisa mengendalikan keadaan, dalam hal ini adalah harga rumah yang meningkat. Yang bisa kita kendalikan adalah respon kita dalam menghadapi situasi ini, yaitu mengatur prioritas. Semoga semangat postifnya menular kepada Urban Mama dan Urban Papa yang lain.
Setuju sekali dengan tulisan mbak Ike di atas. Harga rumah itu tidak tanggung-tanggung ya kenaikannya. Jadi kalau memang ingin membeli rumah, jangan ditunda, harus dipaksakan. Doakan ya mbak ike saya dan suami bisa memiliki rumah idaman kami. Sedang berusaha untuk mewujudkan komitmen untuk membeli rumah, salah satunya mengencangkan ikat pinggang, prioritas kami berubah, mengumpulkan banyak demi banyak untuk Dp rumah. Thanks mbak Ike artikelnya bermanfaat sekali.
Semoga segera terwujud, Mbak Aliya. Memang betul, menunda tidak akan membuat keadaan berubah. Harus dimulai dari kesadaran sendiri bersama suami. DP saat ini sudah makin terjangkau. Uangnya bisa digunakan untuk membayar biaya-biaya lainnya seperti pajak jual beli, biaya notaris, dll. Yang penting fokus dan kuatkan prioritas. Bila berencana mengambil KPR, jaga agar catatan keuangan kita baik, misalnya pembayaran kartu kredit mulus tanpa cacat. Good luck!
mbak ike, mencerahkan bgt tulisannya. aku tuh kadang suka pesimis klo liat harga rumah kayaknya ndak kekejar aja jadi selama ini numpang di rumah mertua. tapi pas bc artikel ini jd semangat punya rmh sndri. mksh mbaa
Hi, Mbak Tyara. Pesimis tidak akan mengubah keadaan, ya. Mari berpikiran positif dan mengambil langkah nyata. DP itu sekarang jauh lebih rendah dibanding misalnya bbrp tahun lalu. Dengan demikian, uang yang dikumpulkan bisa digunakan untuk membayar biaya-biaya lainnya, seperti pajak, notaris, dll. Senang bisa memberi semangat untuk Mbak Tyara. Semoga segera terwujud, Mbak.
Semoga dengan banyak urban mama yang baca artikel ini semakin semangat (bukannya takut) untuk memiliki rumah sendiri. Saat membeli rumah, pastinya ada diskusi antara suami dan istri dan ini mendewasakan perjalanan hidup berumah tangga. Great article, Ke! Love it!
Hi, Ninit. Kadang memang avoidance jadi pilihan mana kala berhadapan dengan sesuatu yang besar, seperti diskusi tentang beli rumah dengan pasangan. Padahal kita tahu bahwa menghindari sesuatu itu tidak akan mengubah kenyataan. Thanks for the opportunity to share here, Nit.
Senang banget baca tulisan teh Ike. Benar banget ya teh, tiap tahun rumah pasti naik harganya, inget rumahku 10 tahun lalu beli dengan harga 114juta, sekarang harganya udah 700juta karena tol dekat komplek sudah dibuka, benar-benar ngalahin angka inflasi ya teh. Saat ini, lagi sedang mengumpulkan DP buat rumah kedua dan kebantu banget dengan Rumah.Com buat cari cari lokasi, karena rencananya memang nyari rumah bekas. Doakan yaaa :D
Semoga urban mama semakin tercerahkan deng
Hi, Ipeh. Hints: rumah seken bisa jadi lebih murah dari rumah baru! Rumah baru, terutama yang dalam kompleks atau cluster baru, biasanya terletak lebih pinggir. Sementara rumah lama, biasanya lebih dekat akses publik dan area yang sudah hidup. Dengan demikian, lingkungannya sudah lebih ramai. So, it's totally an option. Yang penting perhatikan market growth dari area tersebut. Senang bisa membantu. Good luck!