Libur lebaran kemarin, kami sekeluarga melakukan 'road trip' yang tidak direncanakan, karena memang ingin liburan yang santai tetapi juga menyenangkan. Karena tidak direncanakan, maka sudah tentu kami mengandalkan “gimana nanti” saja untuk ke suatu tempat. Saat singgah di Yogyakarta, muncul ide untuk mengajak anak-anak ke Candi Borobudur. Kebetulan, Mika dan Jibril belum pernah ke Candi Borobudur, sedangkan saya sendiri terakhir kali ke sana ketika seumur Mika, masih SD. Ide ini bukan tanpa dasar, kami berpikir bahwa Mika yang akan memasuki umur 10 tahun ini sudah mulai belajar sejarah, tentu saja ini akan menjadi pembelajaran baru untuk dia. Yah setidaknya jika ditanya, anak-anak sudah pernah ke Borobudur.
Candi Borobudur sendiri tidak banyak berubah, masih tetap ramai dikunjungi oleh wisatawan baik asing maupun lokal. Yang menarik kali ini, di jalan dari pintu masuk menuju candi dihiasi oleh ornamen topeng dan topi pak tani warna-warni. Ornamen ini bisa dijadikan tempat yang seru untuk berfoto-foto dengan latar Candi Borobudur yang megah.
Anak-anak bersemangat ketika menapaki setiap tangga candi untuk dapat mencapai puncaknya. Seru dan senang melihat anak-anak ketika sampai atas candi, takjub melihat pemandangan sekitar yang indah. Setelah beristirahat sebentar di puncak candi, kami memutuskan untuk turun dan berjalan ke arah keluar. Ternyata dalam arah perjalanan keluar, kami mendapati beberapa pilihan wisata lain, yaitu kandang kuda, naik mobil wisata keliling, trip singkat mobil VW dan Museum Samudra Raksa.
Saya dan suami memutuskan untuk mengajak anak-anak mengunjungi museum Samudra Raksa yang ternyata belum lama dibuka untuk umum. Tiketnya pun hanya sebesar IDR.25.000/orang. Kami pun langsung menuju museum, membeli tiket. Untuk memasuki museum, kami harus melepaskan sepatu dan menggunakan kaos kaki. Jika tidak memakai kaos kaki, bisa dibeli di tempat pembelian tiket.
Museum Samudra Raksa menampilkan Sinema Interaktif petualan Raka mengenai jalur perdagangan bahari antara Indonesia purba, Madagaskar, dan pesisir Afrika Timur, yang dijuluki "Jalur Kayumanis". Raka yang merupakan sebutan untuk anak laki-laki menjadi tokoh utama dalam wahana Samudraraksa ini. Di sini kita diajak untuk melintasi ruang dan waktu, serta bisa ikut interaktif dalam rangkaian cerita. Selain sinema interkatif, Koleksi utama pameran museum ini adalah rekonstruksi Kapal Borobudur dalam ukuran sesungguhnya yang telah menempuh perjalanan napak tilas mengarungi Samudra Hindia dari Jakarta menuju Accra, Ghana pada tahun 2003—2004.
Ide pembuatan kapal samudraraksa ini dicetuskan oleh Philip Beale, seorang warga negara inggris yang takjub melihat relief kapal di Candi Borobudur pada tahun 1982. Kekaguman Beale timbul karena kapal yang digambarkan dalam relief itu telah ada pada abad kesembilan masehi dan kemungkinan adalah kapal yang sama dengan yang digunakan nenek moyang kita mengarungi Samudra Hindia hingga ke Madagaskar. duapuluh satu tahun setelahnya, kapal samudraraksa yang dilihat Beale di Candi Borobudur berusaha diwujudkan dalam bentuk nyata. Setelah mendapat sponsor untuk pembuatannya, kapal samudraraksa (artinya: pelindung lautan) ini dibuat secara tradisional di Pegerungan, Kepulauan Kangean oleh seorang pembuat kapal bernama As’ad Abdullah dengan supervisi Nick Burningham. Satu filosofi pembuatan kapal tradisional yang saya kagumi adalah (kurang lebih) “kapal dibuat dengan panjang kayu yang tidak sama (tidak sempurna) agar kapal memiliki hasrat mengejar kesempurnaan dalam perjalanan di lautan.”
Museum ini cukup membuka pengetahuan saya tentang dunia maritim. Saya sendiri baru tahu bahwa jalur perdagangan nenek moyang kita itu dinamakan jalur kayumanis. Cukup seru berada di museum ini, para pemandu museumnya pun sangat baik dan detil dalam menjelaskan tentang museum dan sejarahnya.
Selesai dari museum, kami mencoba wisata singkat dengan menggunakan mobil VW tempo dulu. Untuk wisata ini, kami membayar IDR.150.000. Wisata VW ini mengajak kami berkeliling komplek Candi Borobudur dan ke desa-desa wisata sekitarnya. Kami diajak ke desa sekitar yang menghasilkan/membuat madu, kemudian pembuat mi. Wisata VW ini juga mengantarkan kami sampai ke tempat parkir mobil.
Bagi saya yang sudah cukup lama tidak ke Candi Borobudur, dengan adanya banyak pilihan wisata lain yang ada di dalam lingkungan candi dapat menambah keseruan dan tidak membosankan. Anak-anak sudah tentu senang dan tentunya mendapatkan pengalaman baru.
Wih seru banget! Makin banyak kegiatan yang ada di dalam yaa..
Aku terakhir kali ke sana 8 tahun lalu. Trus belom pernah ajak anak2 pas mereka udah gede gini, kayaknya wajib di jadwalkan.