You are a Mother First

Oleh shinta lestari pada Rabu, 02 Oktober 2013
Seputar Our Stories

Sebagai ibu bekerja, sudah menjadi pilihan saya, walaupun berat rasanya untuk pergi setiap ke kantor setiap pagi dan meninggalkan anak-anak di rumah. Saya yakin semua ibu bekerja mempunyai perasaan seperti saya setiap pagi ketika harus pergi ke kantor. Rasanya malas sekali meninggalkan rumah, apalagi ketika Senin datang, setelah dua hari penuh meluangkan waktu bersama anak-anak.

Tapi menjadi ibu pekerja adalah pilihan yang saya inginkan ketika anak-anak lahir. Ketika anak pertama saya lahir, saya sempat berpikir, apa sebaiknya saya di rumah saja. Rasanya tidak tega meninggalkan anak di rumah dan dijaga oleh orang lain. Lalu ibu saya, yang sebenarnya ibu rumah tangga, meminta saya untuk tidak usah memikirkan hal itu. Menurut Mama, sebaiknya saya tetap bekerja karena itu bagus untuk saya dan jati diri saya, tidak hanya sebagai Ibu tapi juga bisa berprestasi di luar sana. Saya menurut, walaupun dengan berat hati. Saya juga bingung, bagaimana mungkin Ibu saya berpikir seperti itu ya? Padahal ibu dulu tidak bekerja.

Tapi seiring dengan waktu, saya mengerti apa yang dikatakan Mama. Beliau tahu benar kalau saya ini orang yang tidak bisa diam. Kalaupun saya ada di rumah, saya pasti tetap akan berkarya. Dan ketika saya memutuskan untuk tetap bekerja, saya pasti akan bisa mengatur waktu saya dengan baik agar peran saya sebagai Ibu tetap besar bagi anak-anak saya.

Terbukti, saya berhati-hati sekali dalam menjalani waktu saya di kantor. Saya berusaha "mengerem" karier saya karena saya ingin punya banyak waktu dengan anak saya, tanpa harus stres dan sibuk dengan kegiatan-kegiatan kantor yang tidak ada habisnya. Lalu anak kedua saya lahir, dan saya memiliki bos baru, seorang wanita yang mungkin hanya beda 3-4 tahun umurnya dari saya. Sudah mempunya jabatan yang amat sangat senior dan memiliki dua anak laki-laki yang masih kecil. Dari awal, bos saya ini menegaskan kalau waktu bekerjanya hanyalah dari jam 8 sampai jam 6 sore karena dia harus pulang dan menidurkan anak-anaknya. Beliau mengajarkan kepada saya tentang pentingnya waktu berkualitas bersama anak. Bos saya ini sibuk luar biasa, dan walaupun dia pulang jam 6 sore setiap hari, jam 10 malam dia terlihat kembali bekerja dan email-email balasan banyak berdatangan darinya di malam hari. Saya berpikir, apabila beliau bisa melakukan hal itu, kenapa saya tidak?

Saya belajar untuk mengatur waktu antara menjadi seorang profesional yang penuh dengan tuntutan pekerjaan dan seorang Ibu yang tak lekang dari mengurus anak-anak di rumah.

Perasaan bersalah yang dulu pernah hinggap karena harus bekerja, pelan-pelan mulai hilang. Tentu saya sedih ketika banyak hal yang mungkin saya bukan menjadi orang pertama yang melihatnya. Tapi saya selalu ada secara presence untuk kedua anak saya. Saya tetap ada ketika bangun di pagi hari, sarapan pagi dan makan malam. Saya luangkan waktu untuk mengajari anak pertama saya untuk latihan piano setiap malam, dan bermain dengan si kecil sampai puas dan tertidur. Bahkan, saya masih menyusui anak kedua saya di usianya yang 20 bulan. Kesibukan dan tanggung jawab saya di kantor makin banyak, kadang sampai saya tidak mengambil izin sakit atau cuti karena meeting di sana sini yang saya harus hadiri. Tapi selama tidak mengganggu kegiatan anak-anak, saya tidak masalah. Kalau saya mesti hadir di sekolah anak-anak, kantor terpaksa harus menunggu atau saya cuti.

Di saat anak pertama saya libur sekolah, saya ajak dia untuk ikut ke kantor dan melihat mama-nya bekerja. Kadang sampai saya biarkan dia membuat meja saya berantakan, sementara saya tinggal meeting di ruang meeting. Ketika si kecil sakit dan mesti menempel sama Mama, saya terpaksa harus kerja dari rumah. Untungnya kantor saya mendukung ini semua, sehingga saya tetap bisa mengatur peran saya sebagai seorang Ibu dan seorang wanita karier.

Ketika si kecil menangis waktu saya akan pergi di pagi hari, saya ajak dia pergi bermain di playground dan mengajarkannya untuk salaman dan mengucapkan "bye bye" ketika saya pergi. Supaya dia melihat kalau Mama-nya pergi untuk ke kantor, bukan untuk meninggalkannya tanpa alasan yang tidak jelas. Saya siapkan seorang nanny ketika saya meninggalkan si kecil di rumah yang saya ajari dan pilih dengan hati-hati. Untuk anak pertama saya yang sudah berumur 5 tahun, saya taruh dia di childcare yang juga memberikan after-school care (termasuk makan & tidur siang) sampai saya pulang kantor.

Kadang saya suka berpikir, kasian ya mereka harus berkegiatan tanpa mama & papanya ketika hari kerja. Tapi saya tepis semua itu karena saya tahu, pilihan saya ini adalah pilihan untuk anak-anak saya juga. Dan saya bisa melihat kalau anak-anak tumbuh sehat, ceria dan mandiri. Dan itu adalah reward terbesar yang bisa saya terima.

Yang penting, apa pun pilihan seorang Mama, saya yakin itu adalah pilihan terbaik untuk dirinya, anak-anak dan keluarganya. Jadi apa pun itu, tidak perlu untuk menyesali dan bersedih. Jalankan apa yang sudah jadi pilihan Mama dengan maksimal, dengan managemen waktu yang baik. Karena apa pun pilihan Mama, you are a mother first and will always be one for your children!

Kategori Terkait


Tag Terkait

50 Komentar
Ajeng Fenthianika
Ajeng Fenthianika December 15, 2014 3:28 pm

wahh ketinggalan banyak.. baru nemu tulisan mama shinta..

you rock mama @sLesta.. keputusan saya pun menjadi working mom tetap membuat saya mengurus rumah..

smua pilihan ada konsekuensi baik dan buruk dalam mengambil keputusan..

piss..:-*

Azzahro Wijaya
Azzahro Wijaya October 18, 2013 9:30 pm

very nice sharing bun.. :'( saya terharu bacanya...
ibu saya juga wanita karier... kerja di luar kota/negri terus... kadang pergi sampai 4 bulan ga pulang-pulang.. bahkan sekarang sudah punya cucu pun... beliau tetap berusaha mencari nafkah untuk keluarga kami...

Alhamdulillah.. Selama ini saya tidak pernah merasa seperti "anak pembantu", anak tidak terurus... I love my mom and I'm proud of her...

tentu saja, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga itu berat.. tapi untuk ibu yang bekerja? dobel beratnya... meskipun kelihatannya bisa dibilang "enak" karena ada PRT...

Perempuan itu sebenarnya punya talenta yang sangat hebat, yang sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan... saya sekarang bekerja di rumah, mengajar les anak-anak, dan saya sangat bersyukur karena saya bisa bekerja sambil mengurus anak, menyusui, dan mendampinginya setiap saat... :'D

Vini Ratnasari
Vini Ratnasari October 18, 2013 9:08 pm

Aiiihhh mbak shinta aku padamu. Semangat!

Saya dokter dan full time mom. Saya bisa mengerjakan kedua itu saat bersamaan. Profesi saya sebagi dokter dengan sumpah yang sudah saya jalani menuntut saya untuk berkerja kepada masyarakat tapi bukan berarti im not full time mom untuk anak saya. Sebelum saya berangkat kerja saya pastikan anak saya sarapan n mandi dengan saya sendiri, saya menitipkan kepada asisten, n pulang tepat waktu (kalo tidak ada pasien gawat) untuk anak saya dan bermain sampai dia tidur. Itu saya sebut full time mom.

Anak saya pasti bangga pada saya, dan semua anak pasti bangga pada ibunya.

kistie lendra octora
kistie lendra octora October 12, 2013 6:11 am

Thanks for sharing mba shinta, great article. Kebetulan mamaku jg working mom, dan masih bekerja sampai sekarang. Tapi walaupun dia bekerja, mamaku tetap menjadi mama yang luar biasa buat anak2nya. Itu juga yang menginspirasi aku buat bekerja. Aku yakin banget kalau apa pun yang kita pilih, keluarga pasti tetap jadi prioritas utama kita, dan segala yang kita lakukan itu adalah yang terbaik buat keluarga kita. Makanya, biarpun mamaku bekerja, mama tetap jadi sahabat terbaik aku dan selalu ada setiap aku butuhkan. Kalau ada perdebatan masalah wanita bekerja dengan ibu rumah tangga, honestly itu adalah urusan keluarga masing2 dan kita sama sekali ga punya hak untuk men judge keputusan keluarga lain. Selama suami dan keluarga mendukung, i really don't care with some random people opinion. The point is, i'm a working mom but i still can be a great wife for my husband, a great mother for my children, and still a very great me for myself. Aktualisasi diri memang penting, dan pencapaiannya berbeda-beda pada setiap org. Jadi stop men judge seseorang atas pilihannya, setiap pilihan pasti ada konsekuensinya, mari kita jalani saja konsekuensi masing-masing:)

Erlia
Erlia October 10, 2013 11:36 pm

Gue setuju sama shinta, mau kerja atau nggak kerja itu nggak bakal ngerubah status 'keibuan' seseorang. Nyokap gue kerja dari gue bayi sampe gue kuliah, dan itu nggak ngubah statusnya sebagai nyokap gue. She's forever my mother. Gue skrg kerja & belom punya anak. Kalaupun nanti punya, gue bakal tetep kerja selama didukung sama sn :D.

Dan untuk debat kusir tentang apa yang seharusnya dilakukan seorang istri, I think people should stop questioning other families' decision. It has nothing to do with their life and we're not answerable to them for every decision we made. What matter the most is our family, husband/wife and children. Kalau mereka setuju & mendukung keputusan kita, ya udah...PERIOD.

#baliktidurlagi

 

Artikel Terbaru
Senin, 09 November 2020 (By Expert)

Mengenal Lebih Dekat Rahasia Manfaat BPJS Sebagai Asuransi Proteksi Kita

Jumat, 25 Desember 2020

6 Keuntungan Tidak Punya Pohon Natal di Rumah

Kamis, 24 Desember 2020

Rahasia kecantikan Alami dari THE FACE SHOP YEHWADAM REVITALIZING

Rabu, 23 Desember 2020

Lentera Lyshus

Selasa, 22 Desember 2020

Different Story in Every Parenting Style

Senin, 21 Desember 2020

Menurut Kamu, Bagaimana?

Jumat, 18 Desember 2020

Santa's Belt Macarons

Selasa, 15 Desember 2020

Christmas Tree Brownies