Berharap untuk Generasi yang Lebih Baik

Oleh dhira rahman pada Kamis, 31 Desember 2009
Seputar Our Stories

Dengan semakin seringnya membaca, menonton televisi, akses internet, dan kesemuanya menayangkan soal narkoba, free sex, kejahatan, dan yang terbaru, bunuh diri, saya semakin miris dan pesimis menghadapi dan membayangkan, dunia macam apa yang akan dihuni anak saya? Kehidupan dan jalan hidup macam apa yang direntasnya? Tak putus doa saya untuknya setiap malam sejak hari pertama saya tahu ia ada didalam rahim hingga hari ini, supaya ia diberi kehidupan yang baik, ditunjukkan jalan yang lurus, dan diselamatkan dunia-akhirat.


generasi


Saya mau jujur, karena kehadiran Zua hidup saya berubah. Saya dulu anak gaul sejati, tidak sambang dapur, tapi kehadiran Zua di usia saya yang 23 tahun, menjungkir balikkan dunia saya. Berbagai buku teori parenting saya baca. Banyak sudah situs parenting saya kunjungi, dan saya semakin ngeri. Mulai dari GTM *gerakan tutup mulut*, separation anxiety, tantrum, sampai potty training, sampai pengaruh pengasuhan kakek-nenek terhadap perkembangan anak, name it, I'm an expert on it (lebay).


Main interest saya adalah bagaimana caranya mendidik Zua menjadi anak yang baik, tidak neko-neko dan masuk golongan selamat dunia akhirat seperti yang saya tulis diatas.


Dari riset kecil-kecilan yang saya buat, akhirnya saya menemukan kombinasi yang saya terapkan sejak Zua berusia seminggu, so far sampai Zua 29 bulan, segalanya berjalan dengan baik dan sesuai (melebihi) harapan saya. Caranya saya selalu menceritakan padanya bahwa yang paling sayang padanya adalah Tuhan (kami keluarga muslim, jadi saya bilang Allah) karena Allah menyayangi Zua dan kami (ayah-bundanya), maka Allah mengirimkan Zua pada kami. Saya juga selalu membacakan al-fatihah pada Zua setiap ia mau tidur dan di usia 2 tahun, dia sudah hapal al-fatihah.


Kenapa saya memilih menjelaskan bahwa Tuhan sayang padanya? Karena saya tidak dibesarkan di keluarga yang fanatik. Yang diajarkan dikeluarga saya adalah bahwa Tuhan amat baik dan amat sayang makhluknya. Kami tidak diajarkan untuk beribadah karena mengharap pahala, atau karena takut dosa, tapi kami beribadah karena kecintaan kami pada Tuhan, jadi pendidikan itu juga yang ingin saya tanamkan buat Zua.


Belakangan, ketika Zua semakin besar, saya mulai melibatkannya dalam kebiasaan beribadah kami, misalnya shalat berjamaah. Hasilnya? 29 bulan, dan Zua sudah hapal seluruh gerakan shalat, dan bisa tertib mengikutinya.


Oh ya, saya dan suami juga mengajarkannya untuk berbagi pada sesama. Bahwa dalam setiap milik kita, ada terselip milik orang lain, karena Tuhan cinta kami, maka kami harus membagi apa yang kami punya untuk sesama. Ramadhan lalu, 3 kali Jum'at saya membonceng Zua untuk membagi-bagi 30 kotak nasi, 50 bungkus kolak dan 50 bungkus kacang hijau, saya sediakan uangnya dari uang kami, dan dari uang Zua yang diberi grandparents-nya.


Menjelang lebaran, kami menyediakan 50 paket untuk dibagikan, dan juga amplop-amplop uang. Dalam setiap hal ia terlibat, Zua ikut menyumbang uang, ikut berbelanja, ikut membungkus, dan ikut membagikan. Hasilnya, alhamdulillah lagi, Zua sudah bisa merasakan kasihan pada penderitaan dan kesusahan orang lain, dan tidak merasa eman untuk membagi apa yang dimilikinya untuk membantu meringankan orang lain.


Banyak hal yang saya pelajari dari proses saya mendidik Zua. Bahwa sebetulnya dalam proses mengajari itu, saya juga belajar, bahwa ketulusan, adalah sebuah hal yang mahal!, saya mengajarkan hal-hal diatas pada Zua, saya mengharap sesuatu, saya tidak benar-benar tulus, tapi anak kecil ini, ia tulus!!, jadi saya berusaha akan meniru ketulusannya.


Jika teman-teman mau meniru apa yang saya lakukan, mari saya beri 2 kunci gampang.



  1. Contohkan

  2. Repetisi


<



p>Ingin anak yang baik? maka jadilah kita orang baik. Ingin anak kita berbicara dengan kata-kata yang baik?, maka bicaralah kita dengan kata-kata yang baik. Ingin anak kita dekat dengan Tuhan? maka dekatlah kita dengan Tuhan.


 


Lalu ulanglah! Ingatlah bahwa otak anak kita (apalagi di usia golden age) serupa spons kering, amat mudah menyerap. Semoga apa yang diserap anak-anak kita adalah hal-hal baik, yang akan dibawanya dalam perjalanan menuju kedewasaannya.

Kategori Terkait


Tag Terkait

28 Komentar
Elisa Darmadi
Elisa Darmadi January 25, 2010 6:00 pm

very inspiring bundabu....i love u full.....

bener" ngingetin kalo kita adalah contoh anak" kita....
kadang selalu menuntut mereka jadi anak" yg baik....tapi kadang kita kelepasan ngomong dengan nada tinggi di depan mereka...

thx u so much bundabu....uda ingetin aku....smoga aku bisa jadi contoh yg baik buat twinnie...


dhira rahman
dhira rahman January 16, 2010 9:43 am

@ marsyalina : jangan bilang nggak gampang, pikiran kita amatlah menentukan... tanamkan saja : "pasti bisa" maka insyaAllah akan bisa!!

marsyalina January 15, 2010 6:36 pm

Bener banget, harus menanamkan kecintaan dulu kepada Tuhan..
Kalo udah cinta, apapun pasti bakal dilakukan demi Yang Dicintai..
makasih ya mba Dhira...

semoga bisa mendidik Zahra seperti itu, :)...
pasti ga gampang ya??

dhira rahman
dhira rahman January 8, 2010 9:10 pm

@ alin ramadhan : saya coba terapkan prinsip hypnoparenting, mengulangnya terutama disaat anak udah setengah berangkat kealam tidur, alhamdulillah, it works :D

@ mamafathir : ah, saya jadi malu nih.. i'm a student in this university of life

Tutik
Tutik January 5, 2010 11:47 pm

hmm bagus banget....TFS..jadi malu sendiri secara umur Dhira masih muda banget dibanding saya...