“Berhati-hatilah memperlakukan anakmu. Karena luka yang dibawanya, mungkin akan mempengaruhi hidupnya kelak, dengan cara yang tak bisa kau tebak…”
Itulah kesimpulan yang langsung saya ambil ketika berkesempatan mengikuti acara bertajuk Success with Hypnotherapy. Acaranya sudah cukup lama sih sebenarnya, tetapi rasanya tidak 'basi' deh kalau ilmunya saya bagi sekarang.
Yang menjadi pembicara dalam acara tersebut adalah Bapak Ariesandi. Beliau adalah pendiri 'sekolah orangtua' dan Akademi Hipnoterapi Indonesia. Ketika masih aktif menjadi jurnalis di sebuah majalah, beliau pernah saya wawancara saat saya membuat artikel tentang Hypnoparenting – judul buku yang juga beliau tulis, dengan isi yang cukup membuka mata saya yang sedang belajar caranya menjadi orangtua, khususnya pada cara bersikap dan berbicara.
Dalam acara itu, Pak Ariesandi dengan pengalamannya sebagai seorang hipnoterapis selama ini mengungkapkan begitu banyak pengalaman tentang hubungan orangtua dan anak yang menimbulkan luka, bahkan tanpa disadari oleh kedua belah pihak. Bagaimana dengan efeknya? Jangan ditanya.
Ada satu kisah yang Pak Ariesandi bagi dan cukup mengena. Pak Ariesandi menceritakan pengalaman seorang kliennya, yang sepanjang hidupnya seperti tak pernah sukses, tak pernah punya cukup uang, meskipun rasanya ia telah bekerja begitu keras. Dalam proses terapi, dicobalah untuk menelusuri masa lalu sang klien. Ternyata, ada suatu masa ketika orang ini masih seorang anak kecil, ia berlari ke arah bapaknya dengan keinginan yang besar untuk menunjukkan hasil karyanya. Selembar kertas, berisi gambar yang dibuatnya, akan dipamerkannya pada sang bapak. Tetapi ketika ia hendak menunjukkannya, sang Bapak menjawab, “Nanti dulu deh! Bapak lagi sibuk kerja nih!”
Ketika itu, anak itu langsung saja menyingkir dari hadapan sang Bapak. Tanpa si Bapak menyadari apa yang ada di dalam hati anaknya. Hari berlalu, tanpa sesuatu yang berbeda. Sang bapak dan anak ini pun kelihatan tak bermasalah, hubungan mereka tetap baik-baik saja.
Itu yang kelihatan dari luar.
Nyatanya 'luka' di suatu masa itu membuat sang anak menanamkan sebuah niat dalam hatinya untuk tidak akan menjadi orang yang kaya seperti bapaknya, karena bapaknya jadi selalu sibuk, karena dengan begitu dia nantinya akan membuat anaknya terluka.
Hasilnya? Segala usahanya untuk sukses, segala usahanya untuk meningkatkan karier terhambat olah sebuah 'sumpah' yang dibuatnya sendiri – dan bahkan dibuat tanpa disadarinya. Tersimpan jauh dalam alam bawah sadar. “Jadi, si Bapak ini sudah kerja siang-malam, banting tulang, tapi dalam pikiran sadarnya dia merasa apa yang dia dapat tidak sebanding dengan kerja kerasnya”, begitu cerita Pak Ariesandi.
Contoh ini sangat berkesan buat saya - seperti sebuah peringatan, bahwa apa pun yang kita katakan dan lakukan di depan anak bisa jadi membekas dan memberi ‘sesuatu’ pada hati anak kita, yang kita tidak tahu akan diproses seperti apa dalam alam bawah sadarnya.
Sejak saat itulah, saya selalu berusaha menjaga kata-kata dan perilaku di depan Lintang -anak saya- agar yang keluar (semoga) selalu positif. Tidak ada judging, tidak ada kata-kata yang sifatnya negatif, merendahkan dan sebagainya adalah beberapa yang coba saya lakukan selama ini. Meskipun mungkin saja, saya tidak bisa menghindarkan hal-hal yang mungkin terjadi secara tak sadar, yang bisa membuat Lintang 'terluka', tapi setidaknya saya berusaha semampunya untuk meminimalkannya.
Sekali lagi, inilah yang dapat saya petik dari acara hari itu: “Berhati-hatilah memperlakukan anakmu. Karena luka yang dibawanya, mungkin akan mempengaruhi hidupnya kelak, dengan cara yang tak bisa kau tebak".
(gambar: www.freedigitalphotos.net)
I can relate to this story, waktu itu juga pernah mengikuti sesi hipnoterapi dan setelah dirunut, akarnya memang dari sebuah kejadian di masa kecil. Nggak nyangka juga ya, ternyata alam bawah sadar itu sebegitu kuatnya ngebentuk persepsi kita sampai dewasa. Terima kasih yaa Veronica... stlh yang layang-layang, sekarang yang ini, jadi pengingat banget buat kita para ortu jaga omongan bgt sama anak. ditunggu ya sharing2 berikutnya :D
Makasih Ver buat ceritanya... ditunggu sharing2 berikutnya ya...
Duuh ngena banget baca artikel ini :(
Terima kasih ya mama veronica artikelnya, semoga kita dapat belajar banyak dari cerita di atas.
huhuhu,ini jleb2 bangeet :(
Terimakasih sharingnya ya mama Veronica,jadi merasa diingatkan untuk belajar menjadi orang tua yang lebih baik lagi untuk anak2 :)
mbak Zata: iyak betul!! bicara baik-baik dan manis2 ke anak emang enggak pernah ada ruginya. malah itu bakal jadi "hadiah" buat kita, karena bakalan punya anak manis, lemah lembut, dan sopan sama kita orang tuanya, dan orang lain di sekitarnya... dijamin!!! :)
Bunda Wiwit: aduu..uh, sakit dong kalo ditampar. enggak ah, kecowel aja kalik! hehehe...
Mbak Ninit: iya mbak, belajar emang dari mana ajah... termasuk dengerin cerita pengalaman orang di kanan kiri, depan belakang, hehehe.. :)