Menyusui Anak dengan Kelainan Jantung Bawaan

Oleh Andini Pramono pada Kamis, 02 Agustus 2018
Seputar Our Stories
Menyusui Anak dengan Kelainan Jantung Bawaan

Kehamilan merupakan anugerah dari Allah SWT dan menyusui merupakan hal alami yang mengiringi proses pasca melahirkan. Suatu hal yang alami sehingga tidak perlu dipelajari dulu sebelumnya. Begitulah yang ada di pikiran saya saat awal menikah tahun 2009. Hal ini membuat saya santai dan menunda kehamilan dengan berbagai alasan. Hingga kemudian saya merasa siap untuk memiliki anak, mulailah saya dan suami mengupayakan kehamilan. Saat testpack menunjukkan hasil positif, saya bersyukur dan memeriksakan kehamilan ke dokter kandungan. Saat itulah kami, khususnya saya, merasa syok karena kehamilan saya diprediksi tidak akan bertahan lama karena adanya endometriosis. Benar saja, usia kandungan 8 minggu, saya keguguran. Singkat cerita saya harus kuret dan menjalani operasi pengangkatan endometriosis serta terapi lanjutannya. Sedih tentunya. Hingga saya bertekad mempersiapkan segala sesuatunya saat kehamilan kedua saya.

Saat kehamilan kedua, seorang sahabat menyarankan untuk mengikuti kelas edukASI menyusui yang diselenggarakan oleh AIMI Jatim, yang terdekat dengan tempat tinggal saya. Saya menuruti saran sahabat saya itu dan wah…rupanya begitu banyak ilmu menyusui yang belum saya ketahui! Meski saya telah mengikuti kelas edukASI menyusui secara lengkap, ternyata saya masih mengalami tantangan menyusui, seperti pelaksanaan IMD kurang dari 60 menit, puting lecet dan kesulitan mendapatkan posisi menyusui yang nyaman untuk saya dan anak saya. Dukungan dari suami serta bantuan dari teman-teman AIMI Jatim membuat saya berhasil mengatasi tantangan tersebut dan saya berhasil menyusui anak pertama saya hingga usia 2,5 tahun. Saat itu saya mengandung anak kedua dengan usia kandungan 32 minggu, jadi saya juga sempat mengalami menyusui selagi hamil (nursing while pregnant).

Merasa percaya diri dengan keberhasilan menyusui saya di anak pertama, membuat saya tenang saja saat kelahiran anak kedua. IMD berhasil dilaksanakan lebih dari 60 menit, dilanjutkan rawat gabung, serta tidak ada puting lecet atau nyeri saat menyusui anak kedua. Namun Allah mempunyai tantangan lain untuk saya. Pada hari kedua pasca melahirkan, dokter anak memberi tahu bahwa ada bising jantung yang mencurigakan sehingga memberi rujukan untuk dilakukan echo jantung pada anak saya. Hasil echo menunjukkan bahwa ada kelainan jantung bawaan (Congenital Heart Defect/CHD) pada anak saya, jenis Atrial Septal Defect (ASD) berukuran 1,5 mm dan Ventricular Septal Defect (VSD) berukuran 3,3 mm. Tentu saja saya syok! Saya merasa ngeri memegang anak saya, saya takut membuat dia terluka, saya merasa sedih, merasa bersalah, mencari-cari apa yang telah saya lakukan saat kehamilan sehingga membuat anak saya mengalami CHD. Saya menyalahkan suami saya juga atas kemungkinan perilakunya yang menyebabkan anak kami seperti ini. Untungnya tipe CHD anak kami bukan yang tipe biru (acyanotic) dan bukan yang emergency sehingga tidak perlu dilakukan tindakan sesegera mungkin. Dokter anak konsultan jantung saat itu memberikan obat oral yang harus diberikan setiap hari dan meminta untuk kontrol setiap tiga bulan.

Pada usia 3 bulan, Alhamdulillah hasil echo menunjukkan ASD sudah menutup dan VSD mengecil menjadi 2,3 mm. Ini memberikan harapan pada saya, semoga bisa menutup sendiri. Pola menyusui Axel, anak kedua saya, sangat bagus sejak lahir. Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala juga naik sesuai growth chart. Namun sesuai prediksi dokter, Axel sering tertular infeksi saluran pernapasan atas, berbeda dengan kakaknya dulu. Selain itu berat badan mulai terpengaruh mulai usia 5 bulan, di mana sebenarnya pada anak heart-healthy juga wajar kenaikannya tidak sebanyak bulan sebelumnya. Hal yang membedakan dengan kakaknya dulu adalah Axel suka menyusu pada payudara kiri yang alirannya tidak terlalu kencang, sedangkan kakaknya lebih suka payudara kanan yang alirannya lebih kencang. Rupanya ini salah satu akibat dari CHD, dia agak susah menyeimbangkan antara menyusu, menelan, dan bernapas.

Kontrol pada usia 6 bulan menunjukkan ukuran VSD masih tetap. Sehingga dokter menyarankan untuk operasi, dengan pertimbangan lubang kemungkinan menutup sendiri kecil, sedangkan berat badan sudah mulai terganggu. Sedih dan galau lagi, tentu saja saya tidak tega. Secara penampakan fisik, Axel terlihat baik-baik saja, tetapi pertumbuhannya mulai terganggu. Kami mulai mencari informasi rumah sakit untuk pelaksanaan operasi jantung terbuka (open heart surgery). Tanggal 27 Oktober 2015, tepat pada usia 10 bulan, Axel menjalani operasi. Saya sudah mempersiapkan membawa ASIP beku dari Surabaya sebagai cadangan bila saya stres dan tidak bisa memerah saat Axel operasi. ASIP akan digunakan saat Axel berada di ICU pasca operasi.

Operasi berlangsung selama 4 jam dan berjalan lancar alhamdulillah. Axel langsung masuk ICU dan terpisah dari saya selama 3 hari. Selama itu, saya cuma bisa menitipkan ASIP secara berkala kepada perawat. Pada hari keempat pasca operasi, dokter sudah mengijinkan Axel pindah ke ruang rawat intermediate. Sebenarnya pada bayi pasca operasi jantung, asupan yang masuk dan yang keluar harus benar-benar dihitung, karena tidak boleh ada kelebihan cairan yang akan memperberat kerja jantung barunya, sehingga biasanya bayi pasca operasi tidak boleh disusui langsung, harus menggunakan ASI perah atau susu formula (untuk yang tidak disusui). Namun, Alhamdulillah dokter mengijinkan Axel menyusu langsung ke saya. Dua hari kemudian, Axel diizinkan pindah ke kamar rawat biasa dan dua hari kemudian diijinkan keluar rumah sakit.  Total Axel dirawat di RS adalah 9 hari. Menyusui rupanya mempercepat masa recovery pasca operasi. MasyaAllah...

Menyusui anak spesial dengan CHD merupakan sebuah tantangan tersendiri. Berikut ini tips yang bisa saya berikan:

  1. Upayakan mempersiapkan diri dengan belajar mengenai menyusui saat hamil
  2. Upayakan bisa dilakukan IMD saat proses melahirkan dan dilanjutkan dengan rawat gabung (kecuali ada tindakan medis yang mengharuskan bayi dipisah dari ibunya)
  3. Saat mengetahui anak memiliki kelainan jantung bawaan, tenangkan diri, minta dukungan suami dan bekerjasamalah dengan dokter. Dengarkan advis dokter terkait kondisi medis anak karena tipe CHD ada banyak, ada yang membutuhkan tindakan medis segera, namun ada juga yang tindakan medis dilakukan ketika anak sudah agak besar.
  4. Jika anak perlu dilakukan tindakan medis segera, ibu perlu tetap rutin memerah payudara untuk menjaga produksi ASI. Berikan ASI Perah pada bayi menggunakan media selain dot. Beberapa ibu khawatir jika menyusu memperberat kerja jantung bayinya. Sebenarnya, “kerja” bayi untuk menyusu lebih ringan dibandingkan minum dari botol. Jumlah oksigen yang tersedia lebih banyak dibandingkan minum dari botol. Detak jantung dan pernapasan bayi lebih normal saat menyusu (Children’s Hospital of Philadelphia, 2017).
  5. Penelitian yang dilakukan oleh Combs dan Marino (1993) dalam Barbas dan Kelleher (2004) menunjukkan bahwa bayi CHD yang disusui mempunyai kenaikan berat badan yang lebih baik dan durasi rawat inap di rumah sakit yang lebih pendek dibandingkan bayi CHD yang diberi susu dengan botol. 
  6. Menyusui bukan hanya sekadar memberikan asupan saja, namun juga ada kelekatan (bonding) ibu dan anak yang hanya bisa diberikan oleh ibu. ASI merupakan asupan terbaik yang bisa diberikan seorang ibu kepada anaknya, karena juga mengandung antibodi, hormon pertumbuhan, anti infeksi, dan masih banyak zat penting lainnya. Sehingga bayi CHD bisa mendapatkan perlindungan lebih dari ASI.

Percayalah….anak spesial hanya dianugerahkan kepada orang tua yang spesial juga. Semoga ayah ibu yang memiliki anak spesial selalu diberi kesehatan dan kekuatan. Menyusui untuk anak sehat berprestASI. Salam ASI!

 

Reference:

Children’s Hospital of Philadelphia. 2017. Breastfeeding a Baby with Congenital Heart Disease. Diakses dari: http://www.chop.edu/pages/breastfeeding-baby-congenital-heart-disease. [27 Juli 2017]

Barbas, Kimberly H., Kelleher, Deanne K. 2004. Breastfeeding Success among Infants with Congenital Heart Disease. Pediatric Nursing Journal. Diakses dari: http://www.medscape.com/viewarticle/490498. [27 Juli 2017]

1 Komentar
dieta hadi
dieta hadi August 6, 2018 2:44 pm

sebagai seorang ibu pasti ingin yang terbaik untuk anakya, luar biasa seklai perjuangannya mama andini, keren