Mertuaku Juga Ibuku

Oleh Woro Indriyani pada Rabu, 27 September 2017
Seputar Our Stories
Mertuaku Juga Ibuku

Ketika menjadi ibu, otomatis kita terlebih dulu menjadi menantu dari mertua kita. Stereotip yang sudah berkembang luas di masyarakat menggambarkan ibu mertua sebagai sosok yang sangat tidak ramah dan selalu bermusuhan dengan menantu perempuannya.

Beruntunglah saya memiliki mama mertua dengan sifat dan perhatian sama seperti ibu kandung saya sendiri. Bagi saya, sosok Mama adalah panutan saat menyikapi persoalan rumah tangga sehari-hari. Sosok yang diam-diam saya idolakan dan bercita-cita kelak ingin menjadi mertua seperti beliau.

Sebagai sesama ibu bekerjasaya banyak belajar dari Mama. Pada usia yang hampir 60 tahun, Mama masih menjadi Wakil Dekan pada salah satu Universitas Negeri di Jakarta. Kesibukannya bekerja tidak pernah menyurutkan perhatian kepada suami dan anak-anak. Bahkan dari cerita suami, ketika dulu ia masih sekolah, mamalah yang mengantar jemput di sela-sela jam mengajarnya di kampus. Sebagai ibu pekerja tentunya tanggung jawab urusan rumah dan kantor harus seimbang. Dan Mama bisa membuktikan bahwa menjalankan dua peran sekaligus adalah hal yang tidak mustahil.

Walaupun saya dan suami sudah memiliki rumah sendiri, tetapi karena satu dan lain hal kami masih harus tinggal dengan Mama sampai saat ini. Bayangan tinggal dengan mertua yang sering kali terasa horor justru tidak pernah saya alami. Bahkan dulu ketika saya hamil dan harus kontrol ke dokter kandungan, Mamalah yang lebih sering mengantar. Kadang kami juga harus menunggu sampai lebih dari satu jam sampai dipanggil suster untuk masuk ruangan. Biasanya jika waktu tunggu terlalu lama, Mama akan jalan-jalan ke kantin rumah sakit dan tiba-tiba membawakan saya banyak sekali kue dan minuman. Katanya ibu hamil harus banyak makan. Mama jugalah yang menemani saya melahirkan karena waktu itu Ibu saya masih belum bisa datang untuk menemani.

Dalam hal pengasuhan anak, perbedaan pola asuh masa lalu dengan pola asuh saat ini juga kerap kali menjadi pemicu tidak akurnya mertua dan menantu. Perihal pemakaian gurita, pemberian ASI sampai 6 bulan, bayi tidak boleh memakai bedak tabur, dan sebagainya. Beruntungnya Mama memiliki pemikiran yang sangat terbuka dengan perkembangan zaman dan ilmu kedokteran. Jadi sangat jarang kami berbeda pendapat mengenai pola pengasuhan yang saya terapkan ke Rey. Ketika saya kebingungan dan bertanya, biasanya Mama akan menjawab "Coba kamu tanya dokternya dulu deh, baiknya gimana? Kalau dulu sih Mama boleh, nggak tahu deh kalau bayi sekarang kan ilmunya sudah beda." Kadang jika Mama memiliki pemikiran yang berbeda, maka Mama akan menasihati dengan cara baik-baik agar saya tidak tersinggung.

Satu hal yang saya pelajari dari Mama, menentukan pola asuh kepada anak merupakan hak prerogatif orangtuanya. Sebagai kakek dan nenek boleh saja memberikan saran, tetapi untuk pengambilan keputusan tetap dikembalikan ke orangtuanya. Dan sebaliknya sebagai orangtua baru kita juga harus tetap mau mendengarkan saran-saran dari orangtua kita. Karena walaupun ilmu dan zaman sudah banyak berkembang, tetapi orangtua kita sudah puluhan tahun lebih dulu memiliki pengalaman dalam membesarkan anak. Pastilah sedikit banyak ada pengalaman berguna yang bisa dibagi untuk anak-anaknya ketika membesarkan buah hatinya. Dengarkan sarannya dan jika kurang sesuai, sampaikan dengan baik-baik pertimbangan apa yang kita ambil sehingga tidak saling menyinggung perasaan.

Kebetulan saya juga memiliki anak laki-laki yang kelak akan menemukan perempuan lain yang ia sayangi untuk dijadikan teman hidupnya. Dari Mama saya belajar bahwa menantu perempuan bukanlah rival dalam hal memperebutkan perhatian anak laki-lakinya. Menantu perempuan adalah perpanjangan tangan kita sebagai ibu, yang nantinya akan merawat dan menyayangi anak laki-laki kita hingga ia menua nanti. Dan sebagai anak menantu saya juga belajar, bahwa ketika saya menikahi seorang laki-laki otomatis saya juga memiliki sepasang orangtua yang tidak ada hubungan darah dengan saya. Orangtua dan mertua saya, keduanya sama-sama harus saya hormati dan sayangi tanpa harus membedakan. Karena menantuku juga anakku, dan mertuaku juga ayah dan ibuku. Dari Mama saya belajar bahwa menjadi mertua yang disayangi oleh semua menantunya adalah hal yang tidak mustahil.

Kategori Terkait


Tag Terkait

4 Komentar
musdalifa anas
musdalifa anas October 16, 2017 9:49 am

Woro, toss aku juga dekat banget sama ibu mertuaku. Masih jaman pacaran dengan anaknya, kami sudah sering pergi bertiga, ibu, teteh dan aku, jalan-jalan keluar kota. Krn mama ku jauh kaliya, jadi aku lebih sering curhat sama ibu dibanding mama. Setuju banget, ibu mertua itu sama seperti ibu kandung kita sendiri, sama-sama harus dihormati, dihargai dan disayang.

Woro Indriyani
Woro Indriyani October 16, 2017 11:21 am

Wah seneng yah, jadi kita enjoy aja kalo lagi sama mertua. Aku ga kebayang kalo ga akur dan seumur hidup kan pasti tetep punya hubungan anak dan menantu :( .

adhisti rahadi
adhisti rahadi September 30, 2017 1:20 am

Alhamdulillah banget ya Mbak..punya ibu mertua yang memahami kita dan bisa diajak bekerja sama itu suatu hal yang patut disyukuri in a marriage life. Semoga Mama sehat selalu ya..

Woro Indriyani
Woro Indriyani October 2, 2017 2:28 pm

aamiin terima kasih mama Adhisti :)