Ooievaar

Oleh Retno Aini pada Sabtu, 31 Juli 2010
Seputar Our Stories

Urban Mama dan Papa pernah mendengar dongeng tentang burung bangau putih yang terbang membawa bungkusan kain berisi bayi?


Dalam dongeng folklore Belanda dan Jerman, bangau-putih-pembawa-bayi ini disebut sebagai Ooievaar. Dikisahkan kalau aslinya, burung-burung Ooievaar muncul sebagai penanda datangnya musim semi di tanah Eropa, dimana kehidupan kembali muncul berseri-seri setelah musim dingin yang panjang. Mereka akan datang kembali ke daratan yang hangat setelah lama bermigrasi selama musim dingin. Oleh karenanya, Ooievaar menjadi simbol kesuburan dan keberuntungan yang berasosiasi dengan musim semi dan lahirnya kehidupan baru. Selain itu, simbol Ooievaar sebagai bringer of new life juga bermula dari rasa risih para orangtua jaman dulu saat harus menjelaskan dari mana datangnya bayi. Jadi kalau anaknya tanya: “Aku/adek bayi datangnya dari mana ?”, orang tuanya akan memakai taktik jawaban: “Kamu dibawa sama burung bangau, burung bangaunya terbang, trus kasih kamu ke mama-papa”. Katanya sih begitu. Menurut dongeng tersebut, Ooievaar akan terbang membawa keberuntungan, termasuk keberuntungan berupa a-bundle-of-new-life di paruhnya, lalu bersarang diatas cerobong asap rumah yang hangat (ini memang perilaku alami burung-burung bangau di negara-negara 4-musim). Kemudian bayi tersebut diantar ke rumah dan diterima oleh pasangan suami-istri empunya rumah melalui cerobong asap.


Saya sendiri punya cerita unik melibatkan… seekor bangau Ooievaar. But not the real one, though.

Akhir Juli 2009, saya mendadak harus pulang ke Jakarta. Setelah ikut pindah bersama suami, saya termasuk jarang pulang ke tanah air (meskipun sebenarnya dekat). Jadi saat sekalinya pulang, sudah bisa dipastikan pertanyaan “Udah hamil, belum?" atau "Kapan 'isi'”  memberondong dari mulut para kerabat dan teman kenalan. Aneh, padahal orangtua kami pun nggak pernah menanyakan hal tersebut. Di awal-awal pernikahan kami, pertanyaan tersebut masih bisa kami jawab sambil-lalu. Tapi lama-kelamaan… capek juga mendengarnya. Sampai di satu titik, jadi kepikiran: akankah saya punya anak?


Tanpa direncanakan, saat di Jakarta itu juga saya memutuskan (dan memberanikan) diri untuk periksa ke dokter. Itu, adalah kali pertamanya saya ke dokter spesialis kandungan. Saya pikir, mungkin memang sudah saatnya untuk memeriksakan diri, untuk jaga-jaga saja. Setelah periksa, dokter langsung menyiapkan 3x temu-janji berikutnya di bulan September 2009 untuk menjalani serangkaian screening tes kesehatan (rencananya selama sebulan akan dilakukan berurutan). Saat didiskusikan bersama suami… Wah, agak ragu juga untuk mengikuti rangkaian tes tersebut; selain mahal, prosesnya cukup menyita waktu. Akhirnya kami sepakat dengan kesimpulan “Lihat nanti aja deh… Kalo perlu, kita ikut tesnya. Kalo nggak, ya nggak usah ikut”.


Sehari setelah itu, saya datang ke acara keluarga besar di Puncak. Seru, karena semuanya datang dan tumplek disana… termasuk para sepupu yang masih kecil. Sambil bermain, iseng saya buatkan mereka mainan origami burung bangau kertas (paper crane). Cuma yah namanya anak kecil, origaminya cuma dimain-mainkan sebentar; begitu bosan, langsung ditinggal.
Saya cuma tersenyum sambil memunguti bangau-bangau kertas yang berserakan. Tiba-tiba, ayah saya yang duduk tidak jauh dari situ memungut salah satu bangau kertas, lalu bilang kalau dulu ada dongeng Ooievaar yang suka diceritakan oleh almarhum Nek-Ayah. Kemudian beliau menambahkan: “when a baby is born, they say: the ooievaar-stork brought it.”
Di akhir cerita, ayah meletakkan Ooievaar tersebut di atas perut saya.


Ibu saya yang juga ada disitu berkata : “Dibawa santai aja, Kak. Kalau sudah waktunya, insya Allah anak bakal datang juga kok”. Saya hanya tersenyum mengiyakan.


Setelah seminggu di Jakarta, saya kembali ke Penang dan kebetulan, sudah dekat dengan ulangtahun pernikahan kami. Kemudian kami memutuskan untuk tidak mengikuti rangkaian tes kesehatan yang direkomendasikan dan pembicaraan tentang tes tersebut terlupakan dengan sendirinya. Kami malah berencana membobol tabungan untuk jalan-jalan backpacking setelah Lebaran.
Sekitar dua minggu kemudian, dokter menyatakan kalau saya positif hamil.


Tapi terasa benar, kehadiran anak adalah rejeki, dan Tuhanlah yang mengatur datangnya semua rejeki  dalam hidup. Tugas manusia hanyalah banyak-banyak berusaha, ikhlas, dan belajar bersyukur terlebih dahulu,  untuk membuka dirinya agar mampu menerima berkah tersebut. Yang saya percaya adalah: kalau bahagia, diri akan lebih mampu untuk menangkap banyaaak sekali berkah Tuhan dimana-mana.

26 Komentar
Sriummi kinan
Sriummi kinan July 31, 2012 2:35 pm

terharu aku bacanya jadi inget kisah ku, yang sampe betitipan doa ke soudara soudara ( includ didlmx tetangga baik yg jauh maupun yg dekat) yg umroh and haji, biar dapet momongan, di suruh minum ini makan itu, diikutin pokoknya, alhamdulillah kalo memang dikasih Allah, yah , kan Allah tinggal say "kunfayakun"

Nurchasanah
Nurchasanah December 17, 2010 10:13 am

tfs mom. terharu banget pas bacanya. jadi inget diriku sendiri yang hingga saat ini juga belum hamil. baru 9 bulan nikah siy. ortu pun ga pernah nanya kapan hamil? kapan hamil? nyantai aja. mereka selalu bilang berusaha, berdoa, pasrah, dan santai aja. insya Allah. tapi boleh juga tuw nyobain bikin papercrane trus ditaro di perut. hehehehe...

Ayudya Triani Putri November 1, 2010 1:46 pm

Mbak Aini saya jadi kepikiran berbagi cerita sm mbak...

6 bulan menjelang pernikahan saya dan calon suami menabung paper crane (Tsuru) untuk dekorasi resepsi pernikahan kami

Alhasil kami berhasil mengumpulkan berdus-dus Tsuru yang sayangnya tidak terpakan semua pada dekorasi resepsi pernikahan kami...

Saya jadi kepikiran, mungkin saja saya dinyatakan hamil sebulan setelah menikah karena ketika resepsi banyak ooievaar yg menghadiri pernikahan kami ? :p

Arie August 2, 2010 3:48 pm

Baca di blog,,baca di sini, tetep 'tersentuh'. Nicely written, Ai. Love the happy ending too (ehm, still a hollywood movie fan :p).

myson July 31, 2010 1:11 am

tfs... what a beautiful story!