Run Keke, Run!

Oleh Myra Anastasia pada Selasa, 02 Desember 2014
Seputar Our Stories

Sudah sering saya mendengar atau membaca kalau obesitas mengancam anak-anak zaman sekarang. Bagaimana tidak, aktivitas anak-anak zaman sekarang membuat mereka tidak banyak bergerak, misalnya, bermain game, menonton TV bahkan tugas sekolah yang menumpuk. Apalagi ditambah dengan semakin sempitnya lahan bermain di luar rumah, semakin membuat anak tidak punya banyak pilihan beraktivitas fisik selain lebih banyak berdiam diri main di rumah.

Keke, anak pertama saya, memang sedikit bongsor. Di usianya yang 10 tahun, tingginya sekitar 150cm dengan berat badan 50kg. Cukup besar badannya bila dibandingkan dengan teman-temannya. Lingkar perutnya juga besar. Walaupun jam bermain game sudah saya batasi agar jangan sampai kecanduan, tapi hobi bermain game dan gemar makannya sempat membuat saya khawatir juga kalau-kalau suatu saat pun bisa saja Keke terkena obesitas.


Selama ini sih anak-anak saya gemar bermain sepeda di luar rumah. Tetapi memang tidak setiap hari, tergantung mood mereka saja. Saya pun mulai meminta anak-anak untuk berolahraga setiap sore. Tidak jauh-jauh, cukup keliling taman kecil di depan rumah sebanyak 20x kalau bersepeda atau 10x kalau jalan cepat atau lari. Dilakukan seminggu 2x kalau hari sekolah, kalau sudah libur bisa dilakukan setiap hari kecuali Sabtu-Minggu.

Persoalannya, bagaimana mengajak anak-anak supaya mau semangat berolahraga?

Sentuh melalui cita-citanya

Setiap kali ditanya tentang cita-cita, Keke selalu bilang ingin jadi tentara. Saya lalu mulai mengajak Keke diskusi bagaimana caranya bisa menjadi tentara menurut pemikirannya. Saya juga mulai menanamkan kalau menjadi tentara itu badannya harus gagah. Lama-lama diskusi yang sering kami lakukan mulai membuahkan hasil. Keke mulai mau berolahraga demi cita-citanya tercapai. Tentu saja cita-citanya boleh berubah kapanpun. Tapi setidaknya untuk saat ini, cita-citanya menjadi tentara mampu membuatnya semangat berolahraga.

Sediakan smoothies

"Hari ini bikin smoothies apa, Bunda?". Smoothies memang menjadi pancingan jitu untuk anak-anak. Bukan maksud saya untuk memberi sogokan ke mereka lho. Ketika melakukan sesuatu 'kan seringkali butuh penyemangat. Lagipula saya tidak menyogok dengan benda-benda yang membuat mereka jadi konsumtif. Smoothies atau kadang buah potong memang sering disajikan setiap sore. Cuma karena kali ini aturannya sedikit diubah, anak-anak harus berolahraga dulu kalau mau minum smoothies. Malah seringkali mereka menawarkan bantuan untuk bikin smoothies. Mereka pun semakin semangat berolahraga dan minum smoothies karena buatan sendiri.

Kegiatan yang kami lakukan ini belum cukup lama, baru sekitar 2 bulan tetapi mulai kelihatan hasilnya. Badan anak-anak semakin bugar. Lingkar perut Keke pun mulai mengecil, sekarang dia terlihat tinggi-besar tapi tidak gemuk. Aktivitas ini juga melatih ketekunan; mengajak anak-anak supaya mau teratur rutin berlari atau bersepeda memang seperti melatih ketekunan. Selain itu, aktivitas fisik ini melatih koordinasi auditif-motorik anak agar semakin baik.

Bicara tentang koordinasi auditif-motorik, saya pernah datang ke salah satu acara parenting dengan mbak Anna Surti Nina sebagai psikolog pembicaranya. Adapun Mbak Anna mengatakan kalau anak-anak zaman sekarang umumnya koordinasi auditif motoriknya jelek. Singkatnya sih, tingkat kehati-hatiannya itu jelek. Contohnya ketika berada di jalan, normalnya kita akan reflek menengok ke arah tertentu apabila dirasa akan ada kendaraan yang lewat. Anak yang koordinasi auditif-motoriknya jelek tidak bisa merasakan itu. Sang anak bahkan bisa santai berjalan di tengah tanpa berpikir kalau itu adalah sesuatu yang berbahaya. Atau contoh lainnya, mungkin pernah kita lihat anak-anak ABG mengendarai motor tidak hanya ugal-ugalan, tetapi juga sambil melihat smartphone.

Dijelaskan bahwa salah satu penyebab koordinasi auditif-motorik jelek adalah kecanduan gadget. Untuk menghilangkannya adalah dengan cara sering-sering mengajak anak ke luar rumah dan terus beraktivitas fisik. Berolahraga juga melatih koordinasi auditif motorik anak-anak. Saya pun ikut mendampingi mereka setiap kali berolahraga. Kalau di kompleks perumahan, sore hari itu sudah mulai ramai, jadi bisa sekalian mengajarkan kepada mereka supaya belajar lebih berhati-hati.

14 Komentar
Myra Anastasia
Myra Anastasia December 6, 2014 4:17 pm

@zata ligouw: anak-anak memang harus dibiasakan, ya. Untuk kesehatan mereka juga di masa depan :)

@Cindy vania: sama-sama, Mbak. Mulai berolahraga, yuk! :)

Myra Anastasia
Myra Anastasia December 6, 2014 4:16 pm

@hanana fajar: iya, Mbak. Saya seneng anak2 saya mau berolahraga. Tapi, memang untuk usia mereka harus terus diberi semangat supaya konsisten :)

@aini hanafiah: untungnya sekolah anak-anak saya jarang kasih PR hihi. Itupun fleksibel, lah. Tapi kalaupun lagi banyak, sebisa mungkin disempatkan berolahraga. Gak usah lama-lama, 10-15 menit juga cukup :)

Myra Anastasia
Myra Anastasia December 6, 2014 4:14 pm

@elfahadisty: sama2, Mbak :)

@Eka wulandari: aamiin :)

Myra Anastasia
Myra Anastasia December 6, 2014 4:12 pm

@bunda wiwit, yup! anak yang tergantung gadget, sangat kurang skill bersosialisasinya

@nint yunita: kebetulan Keke memang selalu bilang ingin jadi anggota TNI kalau sudah besar. Jadi, saya pikir kenapa gak saya 'manfaatkan' saja cita-citanya ini dengan membuat dia supaya mau bergerak :)

Cindy Vania
Cindy Vania December 3, 2014 11:23 am

Mba Myra,artikelnya bagus banget.
Jadi diingetin kalo harus rajin olahraga bareng anak :D