Beberapa waktu lalu, sekolah anak-anak saya mengadakan kegiatan tahunan LEAD (Literacy, Earth and Autism Day) 2019 dengan tema 'More Than Event, It’s a Movement'. Dalam rangkaian acaranya, salah satu LEAD Talkshow menghadirkan narasumber yang peduli terhadap terhadap lingkungan. Salah satu narasumber, Dwina Lubna, adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat concern dengan isu #zerowaste mengatakan “Saya pernah ditanyain sama tukang sampah depan rumah, 'Bu, kok ibu gak pernah ada sampah?' ”.
Ternyata Mbak Dwina mengelolah sendiri sampah rumah tangganya dengan membuat kompos dari sampah dapur di rumah. Menurutnya, dapur adalah sumber dari semua sampah rumah tangga berasal, sedangkan perempuan adalah orang terdepan yang mengelola makanan di rumah. Oleh karena itu, perempuan memiliki peranan penting dalam penggerak perubahan isu #zerowaste.
Seperti yang Urban Mama ketahui, sampah adalah masalah. Sampah adalah benda yang terlihat sangat remeh, namun sebenarnya sampah tidak pernah muncul dengan sendirinya. Sampah muncul karena ada sisa proses konsumsi. Contohnya, air minum dalam kemasan. Setelah diminum, tersisalah kemasan kosongnya. Kemasan ini dianggap sebagai sampah, kemudian dibuang di tempat sampah. Saat sudah dibuang di tempat sampah, kita mengira masalah sampah sudah selesai.
Saat ini, tidak cukup untuk mengatakan 'Buang sampah pada tempatnya'. Bisa dibayangkan, sampah kemasan air minum yang kita konsumsi itu tidak hilang lenyap. Sebenarnya, sampah-sampah ini hanya berpindah tempat.
Meski telah membuang sampah ke tempatnya, tahukah urban Mama bahwa sampah-sampah itu ada yang terbawa sampai ke laut? Di masa yang akan datang, sampah-sampah plastik yang sulit terurai bisa saja menyebabkan masalah pencemaran. Jika masalah sampah ini dibiarkan, lautan kita tidak lagi berisi biota laut, melainkan lebih banyak berisi sampah plastik yang sulit terurai. 'Ketakutan' global tentang ancaman plastik di perairan dan laut salah satunya adalah pada tahun 2050 nanti, jumlah sampah plastik lebih banyak dibanding jumlah ikan di laut. Dari data sampah plastik di Indonesia, pada tahun 1995 menunjukkan komposisi sampah plastik sebesar 9%. Tahun 2005 meningkat menjadi 11%, dan 2015 meningkat sampai 16%. Apabila tidak ada perubahan perilaku dan pola konsumsi, bisa jadi ketakutan 2050 akan menjadi kenyataan.
Mendengar hal tersebut, saya seperti terhipnotis, merasa bersalah, bahwa selama ini saya turut andil terhadap banyaknya sampah. Saya ingin melakukan perubahan. Sampahku ya tanggung jawabku. Saya ingin belajar #zerowaste, tetapi saya bingung harus mulai dari mana?
Setelah mencari beberapa informasi, saya menemukan buku #BelajarZeroWaste Menuju Rumah Minim Sampah yang ditulis oleh DK Wardhani. Buku yang terdiri dari 182 halaman ini berisi cara-cara praktis yang dapat diterapkan oleh Urban Mama, di semua rumah tangga. Buku ini menjelaskan tak hanya mengapa penting belajar less waste dan zero waste, tetapi juga ke mana perginya sampah-sampah rumah tangga, ada apa dengan sampah, dan bagaimana pola konsumsi keluarga selama ini. Di buku ini juga banyak informasi mengenai bagaimana cara hidup minim sampah, bagaimana mengajak keluarga dan sekitar untuk meminimalkan sampah, termasuk juga bagaimana mengelola sampah dan membuat komposter. Lengkap, bukan?.
Di buku ini, Mbak DK Wardhani (biasa disapa Mbak Dini) menjelaskan bahwa belajar zero waste menantang kita untuk mengevaluasi gaya hidup dan melihat apakah sesuatu yang dikonsumsi sehari-hari berdampak positif atau negatif terhadap lingkungan. Sampah hadir karena kita, hadir setelah kita memakai sesuatu lalu membuangnya. Kenyataannya, sampah hanya akan berpindah tempat saja: dari rumah ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Bersih di rumah, tetapi menyebabkan masalah di tempat lainnya. Melalui buku ini, Mbak Dini mengajak pembaca untuk menyikapi masalah sampah dengan bijak. Urban Mama dapat melakukan tahapan cegah, pilah, olah. Buku ini juga menjelaskan secara lengkap ketiga tahap tersebut, termasuk contoh, saran, dan langkah alternatif yang dapat dilakukan. Contohnya untuk mencegah sisa konsumsi kantung kresek, sedotan, minuman botol, serta tisu. Urban Mama dapat menolak dan mengganti kantung kresek dengan kantung belanja jaring atau totebag yang dapat dipakai ulang (reusable).
Buku Menuju Rumah Minim Sampah ini juga disertai jurnal refleksi, tips meminimalkan sampah, tips meminimalkan penggunaan plastik, infografik, dan tentunya disertai dengan ilustrasi yang menarik dan mudah dimengerti. Tidak hanya belajar, buku ini juga memberikan tantangan mengubah kebiasaan selama 30 hari. Urban Mama tak perlu bingung, Mbak Dini menyertakan beberapa template jurnal di dalam buku ini untuk bisa dicoba secara mandiri. Kelak, anak-anak mulai terlatih untuk dapat menolak plastik maupun kresek, serta tak lagi lupa membawa wadah sendiri dan tentunya tas belanja saat berbelanja.
Ya, bahagia itu berasal dari hal yang sederhana. Sesederhana tidak menghasilkan dan mengirim sampah ke TPA karena slogan 'Buanglah sampah ke tempatnya' ternyata sudah tidak lagi cukup untuk menyelesasikan masalah. Menuju gaya hidup minim sampah tidak akan menjadikan kita malaikat, tetapi menjadikan kita manusia yang sadar, peduli, dan bertanggung jawab.
Urban Mama dapat menemukan buku #BelajarZeroWaste Menuju Rumah Minim Sampah di toko-toko buku terdekat. Selamat membaca! Mari bergerak bersama, mari menjaga bumi bersama-sama!
Udah baca dan bukunya baguuus banget! ilustrasinya juga kece-kece. Bikin semangat untuk bisa terus mengurangi sampah rumah tangga.
sangat bermanfaat bukunya mbaaa ipeh. smg aku bisa mengurangi sampah juga ni di rmh. thx mbaa.