Seorang sahabat bercerita, saat kecil dia sering menerima 'hukuman' dari orangtuanya secara fisik. Dipukul dengan tangan atau menggunakan sabuk. Akibatnya, dia pergi ke sekolah dengan bekas 'hukuman' yang terlihat di anggota badan. Sekarang setelah menikah dan mempunyai anak, dia tidak bisa membayangkan jika anaknya harus mengalami hal yang serupa seperti yang telah dia alami.
Akan ada saatnya dimana si kecil misbehaves. Saat itu kesabaran kita sebagai orangtua diuji. Lalu bagaimana cara urban Mama dan Papa menghadapinya? Ada beberapa cara yang bisa dilakukan.
1. Pojok Nakal
Apakah urban Mama dan Papa pernah menonton acara televisi Nanny 911 atau Super Nanny (dan sejenisnya)? Kita bisa melakukan hal yang sama. Bila si kecil misbehaves, gunakan pojok nakal. Si kecil harus berada di sana dalam waktu yang ditetapkan oleh urban Mama dan Papa. Misalnya lima menit atau sepuluh menit. Hal ini diharapkan membuat anak berpikir tentang kelakuannya. Every action has a consequence.
2. Beri Penjelasan
Bila waktu pojok nakal sudah selesai, terangkan pada si kecil. Lihat matanya dan sebaiknya pandangan mata kita sejajar dengan pandangan matanya. Tanpa diterangkan, si kecil tidak bisa mengerti kenapa yang sudah dilakukannya itu tidak dapat diterima.
3. Konsisten
Bila si kecil melakukan hal yang sama, kembali lakukan kedua hal di atas. Lakukan dengan konsisten.
4. Ulangi dan Ulangi
Si kecil berteriak-teriak atau melemparkan mainan, dengan suara yang tegas, minta si kecil untuk tidak berteriak dan melemparkan mainan. Misalnya, "Aldebaran, ngga perlu teriak-teriak kalau minta sesuatu." "Aldebaran, merapikan mainan ngga dilempar ya." Lakukan sampai si kecil melakukannya.
5. Reward Them
Meskipun rewards and punishment masih menjadi kontroversi, saya menerapkan sistem reward kepada anak saya, Aldebaran. Bagi kami, sistem reward lebih cocok dibandingkan hukuman fisik. Kami membuat reward chart sederhana. Bila melakukan sesuatu yang baik, kami memberikan reward stiker dengan bentuk bintang. Warnanya macam-macam dan kami membiarkan dia memilih dan menempelkan stiker bintang tersebut. Sejauh ini, it works! Dia sangat bangga bila melihat jajaran stiker bintang di reward charts-nya.
Bila urban Mama dan Papa mau menambahkan, silakan ikuti diskusinya di sini.
@ninit itu alde umur berapa? naha bauet kasep??? :D
Sitha : Ada umur-umurnya gitu sih, umur berapa boleh diapain, umur berapa sudah tidak boleh diapa-apakan. Pernah baca juga di majalah tapi lupa majalah apaan.
Ya ampun, diriku belum hamil, belum nikah aja udah baca begini yaaa? :))
Great article nih... Tfs, Teh Ninit!
Saya belajar bnyk dari satu sobat suami mengenai pojok hukuman. Kurang tahu dia nerapin sejak anaknya usia berapa. Namun waktu ultah pernikahan saya, itu anak usianya hampir 2 thn. Saat itu dia sempat misbehave trus dihukum di pojokan. Jd itu di ruang pesta tp pojokannya ngga jauh dr pandangan mata ortunya. Si anak bete, gelosor2 menjauhi pojok hukuman, tp terus dibalikin lagi sama papanya. Lama juga tuh. Begitu anaknya udah keliatan tenang, calm, baru deh dibolehin bubar jalan, tp diajak ngomong dulu baik2 spy ngerti kesalahannya. Saya lihat sih, itu anak dasarnya ngga nakal, cuma memang kadang kan anak bisa misbehave juga. Ortunya yg kudu tarik garis mana yg acceptable dan mana yg engga. Buat kebaikan si anak juga nantinya.
Skrg sih, saya pusingnya sama cara disiplin-in anak sulung saya yg 8 thn. Lg mikir sistem reward dan punishment-nya niy. Puyenggg...
@ Alderina: Wah, baru denger tuh. Selama saya kuliah di psikologi, kyknya ngga pernah denger bhw anak balita boleh dipukul. Tp kl pakai sistem janjian, masuk akal juga sih. Penggaris? Wakss! *kaburrr...*
Di kampus ada mata kuliah Keluarga. Salah satu pelajarannya soal mendidik anak. Menurut Ibu Dosen, memukul boleh dilakukan selama masih balita. Kalau sudah lebih dari umur itu, secara psikologis ndak baik. Terus si anak ya, sebelum dipukul harus janjian dulu. Jadi ga boleh tiba2 asal pukul. Harus dari dulu dibilangin, kalau 3 kali lakukan ini, mama pukul. Katanya gitu. Nah pas mau mukul, harus ngomong baik-baik : nak, kamu tahu sudah 3 kali melakukan hal ini, sesuai kata mama, mama mau pukul kamu tapi kamu tau kenapa mama pukul kamu. Jadi mesti diajak omong dulu gitu. Mukulnya juga tidak boleh langsung pakai tangan karena tangan asosiasinya untuk menyayangi. Harus pake benda lain, penggaris misalnya.
Ini semua sih hasil praktek si dosen ke anaknya. Anaknya emang manis sih tapi juga ga yang kasian tertekan, normal aja gitu anaknya. Ada nakalnya juga tapi kalau dikasih tau sekali udah beres.
(udah ketemu si dosen dan anaknya juga soalnya :p)
kok fotonya sama ya kaya anakku kalo ngambek, they look all the same....itu bibirrr ckckckck