Perdarahan Setelah Melahirkan

Oleh mamatahari pada Jumat, 16 Oktober 2015
Seputar Our Stories

Sudah sekitar satu tahun saya menemani suami yang sedang sekolah di Evanston, Illinois, Amerika Serikat. Saya hamil beberapa bulan setelah pindah dan melahirkan saat musim panas lalu. Masa-masa tersebut kami jalani berdua, tidak ada keluarga yang berkunjung.


Sekitar sebulan setelah melahirkan, ada gumpalan darah keluar saat saya terbangun tengah malam. Dua hari sebelumnya memang keluar gumpalan darah sebesar genggaman tangan. Karena agak berkurang, saya urung menelepon klinik. Dari bertanya-tanya & googling, banyak yang bilang kalau hal tersebut normal. Saya pikir ini hanya menstruasi, badan pun juga sakit seperti sedang menstruasi.

Namun malam itu gumpalan darahnya tidak berhenti keluar. Pembalut yang baru diganti langsung penuh. Saya bertanya kepada teman yang juga dokter, mengapa darahnya terus keluar dan encer, tidak kental seperti darah menstruasi. Menurut teman, itu darah segar dan saya harus segera ke rumah sakit. Saya pun membangunkan suami dan berusaha mengambil baju dari lemari, tapi pandangan sudah kabur dan terasa berat.

Suami menyuruh saya berbaring sementara ia membereskan keperluan anak kami & menelepon 911. Beberapa menit kemudian, ambulans dan pasukan pemadam kebakaran datang. Suami dan bayi kami menyusul ke rumah sakit dengan kendaraan terpisah. Di emergency room (ER), suster segera memeriksa tanda-tanda vital dan memasang infus. Dokter jaga bertanya tentang proses kehamilan dan melahirkan (persalinan normal, tanpa komplikasi), namun saat itu suster dan dokter tidak ada yang mengecek perdarahan saya.

Suster mengatakan bahwa hemoglobin saya skornya sepuluh, jadi tidak butuh transfusi darah. Saat dokter akan melakukan periksa dalam, mereka terkejut melihat banyaknya darah yang keluar. Dua kali periksa dalam dilakukan, tetapi rasanya tidak nyaman.

Kepada dokter spesialis kandungan (OB), saya ceritakan kalau darah nifas sudah berhenti seminggu pascamelahirkan dan selama dua minggu belakangan hanya mengeluarkan lokia transparan. Suster memberikan obat penenang lewat infus ketika OB melakukan pemeriksaan serviks. Dari hasil pemeriksaan, OB tidak melihat ada yang salah, "This is probably only a really heavy period," katanya. Kemudian saya diberikan obat untuk menghentikan pendarahan lewat anus dan suntikan pada paha, dipasangkan tampon, lalu dipindahkan ke ruang rawat inap.

Keesokan paginya, saya dibawa untuk melakukan pemeriksaan USG. Operator USG sangat pengertian, berusaha mengoperasikan kamera USG dengan sangat lembut untuk pemeriksaan bagian dalam dan atas perut saya. Menjelang sore, OB menjelaskan bahwa ia tidak yakin apa yang terjadi, namun dari hasil tes dan pemeriksaan, prediksinya adalah 'a really heavy period'. Dari hasil USG tidak terlihat plasenta tertinggal, menurutnya sudah terlalu lama untuk plasenta tertinggal di dalam sana.

Pendarahan sudah mereda, namun saya masih was-was setiap mengangkat pinggul. Kata OB tidak perlu takut karena obat yang diberikan sangat cukup untuk mengatasi pendarahan dan saya bisa beraktivitas seperti biasa. Rabu malam itu kami diperbolehkan pulang.

***

Tiga hari kemudian, tepat tengah malam saya terbangun dan kembali mendapati ada gumpalan darah keluar. Pendarahannya banyak sekali. Obat untuk membantu kontraksi rahim memang sudah habis. Suami langsung menyewa Uber dan membawa saya ke rumah sakit. Kami berpikir bahwa kunjungan ke ER kali ini mungkin hanya sebentar, diberi obat lagi dan bisa langsung pulang. Sempat mempertimbangkan untuk pergi ke rumah sakit lain karena pengalaman di rumah sakit sebelumnya kurang mengenakkan, namun kami memutuskan kembali ke rumah sakit tersebut karena sudah menjalani berbagai tes di sana.

Setelah menunggu sekitar 20  menit, nama saya dipanggil. Saat mencoba berdiri, saya dapat merasakan kembali darah mengalir keluar. Begitu suster melihat darah menetes dari kursi roda di sepanjang ruang tunggu, ia tidak jadi mengambil tanda vital dan langsung membawa saya ke ruang ER. Kali ini penanganan mereka lebih cepat dan sigap. Dokter jaga bertanya tentang kehamilan, memeriksa perdarahan dan langsung memanggil OB. Kali ini OB yang datang bernama dr. Hio. Ia bertanya mengapa saya tidak ke rumah sakit tempat saya melahirkan. Saya pun menjelaskan bahwa beberapa hari lalu baru saja ke sini dan menurut OB saat itu saya hanya mengalami menstruasi hebat, "Can I please just have the medication?"

"No, honey," jawab dr. Hio, "this is not a menstruation blood."

Saya menangis saat mereka harus memeriksa serviks lagi. Dr. Hio menjelaskan bahwa mungkin masih ada plasenta tertinggal dalam rahim karena ia bisa merasakan ada plasenta di dalam. Dr. Hio berhasil mengeluarkan plasenta sebesar jempol. Hasil USG pun menunjukkan masih ada substansi yang tertinggal dalam rahim.

Akhirnya saya dibawa ke ruang operasi agar rahim bisa dibersihkan. Ahli anestesi menjelaskan bahwa saya akan dibius total. Beberapa saat kemudian dr.Hio datang dan mengatakan bahwa mungkin saya akan ditransfusi. "I'm so sorry honey," ucapnya dan tidak lama kemudian saya pun tertidur.

Pukul tiga dini hari, saya siuman. Suster mengabari kondisi saya kepada suami dan saya dibawa ke ruang rawat inap. Pagi harinya saat saya baru selesai menyusui dan menidurkan si kecil, dr. Hio datang menjelaskan bahwa operasi berjalan baik dan rahim saya sudah bersih. Kalau tidak ada masalah, saya bisa pulang kapan pun saya siap.

Siang harinya, ternyata saya harus ditransfusi dua unit darah karena hasil tes darah menunjukkan hemoglobin saya hanya 5,8. Satu kantong darah masuk ke tubuh sekitar 3-4 jam, berarti saya baru bisa pulang sekitar 6-8 jam lagi. Malamnya pukul 21.30 kami pun pulang.

Sejak itu, pendarahan saya berkurang signifikan sampai akhirnya berhenti seminggu kemudian.

Saran saya untuk para urban mama, sebaiknya langsung hubungi klinik bila ada kejadian yang membuat risau. Bertanya ke sana kemari atau mencari informasi di internet kadang bisa membuat tenang perasaan, tetapi sebaiknya tetap langsung menghubungi dokter. Kita sebagai seorang ibu harus memberi perhatian khusus pada kesehatan diri sendiri, apalagi jika tinggal jauh dari keluarga besar seperti yang kami alami di sini.

Kategori Terkait


Tag Terkait

23 Komentar
mamatahari October 24, 2015 12:07 am

Sehat selalu mama!

Retno Aini
Retno Aini October 23, 2015 11:25 pm

serius, aku bacanya ngilu campur degdegan x( I feel you, melahirkan n ngurus baby berdua aja di rantau itu tantangan tersendiri ya. Tapi syukurlah skrg pendarahannya udah sembuh ya mamatahari. Setuju banget, kalau terjadi sesuatu ama badan mending langsung kontak klinik/dokter deh daripada menebak2. Sehat2 terus ya :)

Eka Gobel
Eka Gobel October 21, 2015 3:00 pm

Aduuuh ga tega bacanya :(
Semoga sehat2 terus ya mama.
Dan semoga jadi perhatian juga bagi yg mengalami hal serupa.
Terima kasih sudah berbagi!

Honey Josep
Honey Josep October 20, 2015 1:00 pm

mamatahari: pas ditransfusi gak berasa apa-apa, cuma sempet mikir, ini darah yang ditransfusi "bersih" gak ya? bebas asap rokok atau gak ya... gitu.... :D

Heldia Veni
Heldia Veni October 20, 2015 12:03 pm

abis bacanya jadi ngilu sendiri hehehehe