'Cerai Mati'
Mata saya terpaku pada tulisan tersebut, pada kolom status saya di Kartu Keluarga terbaru yang diserahkan oleh petugas kelurahan. Petugas menyerahkan Kartu Keluarga tersebut seminggu setelah Rizal, suami saya, meninggalkan saya dan anak-anak mendadak karena diagnosa sirosis. Kejadiannya hanya tiga hari sebelum ulang tahunnya yang ke-41.
Saya tidak pernah menyangka bahwa Ay Ay Ijal -begitu saya dan anak-anak memanggilnya- akan pergi begitu cepat. Bukan hanya keluarga dan teman-teman yang kaget, saya pun sebagai orang terdekat masih tidak menyangka karena selama ini secara kasat mata beliau terlihat sehat. Hanya saja pada tanggal 9 September lalu, suami saya mengeluh urinnya berdarah. Diagnosa sirosis pun keluar setelah pemeriksaan laboraratorium menyeluruh pada sampel darah dan urin serta USG 2-3 hari setelahnya. Seminggu kemudian, beliau mengalami penurunan kesadaran ketika selesai rawat jalan saat Senin pagi sehingga siangnya harus rawat inap. Beliau berpulang pada Selasa dini hari, 19 September 2017 pukul 01.45.
Rasa berduka yang tak terbayangkan, bercampur aduk dengan kaget dan seperti tidak percaya karena merasa ditinggal mendadak tanpa pesan apapun sebelumnya dari beliau. Kehilangan tentunya karena beliau adalah belahan jiwa saya, kami sudah bersama hampir separuh hidup saya. Sebelum menikah, kami pacaran sejak saya berumur 18 tahun dan menikah 6 tahun kemudian. Ada kekecewaan mendalam karena merasa masih banyak hal yang seharusnya kami lakukan berdua untuk kedua anak kami yang masih kecil, Oia (10 tahun) dan Aiaka (2 tahun), seperti dalam obrolan-obrolan yang pernah kami bahas sebelumnya semasa beliau masih hidup. Dan tentunya juga khawatir, bagaimana saya dan anak-anak dapat menjalani hari-hari kami kedepannya tanpa Ay Ay Ijal bersama kami.
Semuanya harus dijalani dengan mengucap bismillah. Dengan memegang keyakinan bahwa Allah telah dan akan mengatur segalanya, saya akan terus mencoba ikhlas, sabar dan tegar menjalani babak baru dalam kehidupan ini tanpa suami tercinta. Memang sulit, apalagi kalau mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut anak-anak. Namun sebisa mungkin saya berusaha untuk menjawab pertanyaan mereka dengan jujur, karena penting bagi anak-anak untuk memahami kondisi baru dalam keluarga kami ini.
Kepergian suami saya sudah pasti mengubah banyak hal dalam kehidupan saya dan anak-anak. Banyak hal yang berubah. Jujur saja, jangankan saya, anak-anak kami pun butuh waktu untuk dapat bangkit lagi. Meski rasanya tak tertahankan namun perlahan saya akan belajar menerima, dan saya belajar untuk menjadi lebih kuat, untuk anak-anak dan untuk diri sendiri.
Setiap hari saya titipkan salam rindu melalui Al Fatihah yang dipanjatkan untuk beliau. Satu-satunya rasa cinta yang dapat saya tunjukkan dari sini adalah dengan berusaha menepati janji yang saya bisikan ke telinga beliau terakhir kalinya, yaitu untuk selalu menjaga dan membimbing Oia dan Aiaka agar menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Agar In Sya Allah, kelak kami dapat berkumpul lagi di surgaNya. Sehingga cinta kami menjadi "love till jannah" tidak hanya sampai di "till death do us part".
Semoga tegar ya mbak sekeluarga. Semangat terus demi buah hatu tercinta.
Aamiin ya Rabb, terima kasih banyak doanya dan semangatnya ya Mba Intan
turut berduka cita mama Dewi, semoga keluarga dikuatkan dalam menghadapi semua ini
Aamiin ya Rabb, terima kasih doa nya Mama Honey Josep :)
inna lillahi wa innailaihi raajiun... mbak Dewi, semoga selalu diberikan ketabahan dan kesabaran sama Allah.. juga untuk anak-anak tercinta.. *hugs*
Aammiiin ya Rabb! Terima kasiih ya Mba Dewi Febrianti untuk doa dan peluknya buat aku dan anak anak :)
Peluk Dewi. Turut berduka cita ya Wi. Semoga selalu diberi kesehatan, selalu dipenuhi keberkahan dan kesyukuran.
Peluk balik Mba Eka Gobel, Aammiin ya Rabb terima kasih ya Mba doa dan perhatiannya :)
Innalillahi wa inna ilaihi rojiun... semoga mba Dewi dan anak2 selalu dalam lindungan Allah, dan diberikan kemudahan olehNya selalu.
Aammiin ya Rabb! Terima kasih doa nya buat aku dan anak anak ya Mba Aini Hanafiah :)