Jujur Pangkal Percaya

Oleh Arum pada Rabu, 05 Desember 2012
Seputar Our Stories

Sekitar sebulan yang lalu, suami saya mendapat kabar bahwa dia akan berdinas ke negeri tirai bambu selama sekitar 6 minggu. Bisa dibayangkan betapa khawatirnya saya dengan reaksi Little Bug yang sangat dekat dengan papanya. Setiap malam, Little Bug tidak akan mau tidur sebelum papanya masuk kamar. Dan kalau papanya sedang dinas beberapa hari di luar kota, pasti setiap malam harus menelepon papanya sebelum tidur. Bahkan biasanya saat menelepon tiba-tiba dia akan menangis meminta papanya pulang. Nah itu baru beberapa hari, kalau 6 minggu, di luar negeri pula, bagaimana jadinya?

Saya dan suami saya sepakat untuk jujur kepada Little Bug dan memberitahunya tentang perjalanan dinas ini sedini mungkin sebelum jadwal keberangkatannya. Jujur dalam arti: memberitahu kapan akan berangkat, tempat tujuan, berapa lama di sana, dan alasan kenapa harus berangkat dinas—semuanya dengan bahasa yang sesederhana mungkin dan dengan penjelasan yang sesuai dengan tingkat pemahaman Little Bug (hampir 4 tahun). Jadi, kami tidak akan “merahasiakan” agenda ini dari dia atau memberitahunya secara mendadak. Keputusan ini kami ambil dengan berbagai pertimbangan yang saya peroleh dari membaca beberapa artikel parenting yang pernah saya baca. Katanya kita harus menjadi pribadi yang authentic (jujur, tidak pura-pura) dengan anak-anak kita, karena anak-anak sangat peka dalam “membaca” keadaan sebenarnya dari orang tua mereka. Dengan kata lain, penting sekali untuk selalu jujur dengan anak mengenai suatu hal yang akan dihadapi bersama, dengan penjelasan yang disesuaikan dengan umur mereka.

Ternyata anak-anak balita akan mencoba untuk mengerti hal-hal yang kita anggap “tidak perlu dimengerti oleh anak-anak”, asalkan dari awal sudah dijelaskan dengan bahasa dan penjelasan yang sesuai dengan umur mereka. Ketika kita sebagai orang tua jujur dengan anak, kita turut memperkuat hubungan erat antara kita dengan mereka. Kepercayaan anak terhadap orang tua (dan juga sebaliknya) akan terus terjaga, karena mereka akan melihat bahwa mama-papa itu manusia biasa, sama seperti mereka, yang punya berbagai macam perasaan dan juga kekhawatiran. Semakin eratnya hubungan antara kita dengan anak, maka anak akan melihat kita sebagai teman satu tim, jadi moga-moga akan mempermudah kita juga mengajak anak-anak “bekerja sama” dalam menghadapi berbagai dinamika keluarga. Selain itu, dengan mengajak anak untuk mencoba memahami perasaan/keadaan orang tua, kita juga sekaligus mengajarkan dan melatih kemampuan anak untuk berempati.

Suami sempat bertanya, “nanti bagaimana kalau Little Bug nangis?” Yah, kita harus menerima fakta bahwa manusia memiliki berbagai bentuk emosi: bahagia, sedih, marah, dll—dan wajar untuk memiliki berbagai emosi tersebut, asalkan penyalurannya dalam batas-batas yang wajar (yang kita ajarkan juga kepada mereka). Jadi misalnya kalau kita lagi sedih, ya jangan pura-pura bahagia... anak akan tahu bahwa kita berpura-pura. Lebih baik jelaskan ke anak mengapa kita sedih dan ajak dia untuk bersama-sama cari solusi agar kita bisa menghadapi dan melewati perasaan sedih itu. Dan sebaliknya, kalau anak lagi sedih atau marah, kita sebagai orang tua harus mengakui dan menerima perasaan mereka, meyakinkan dia bahwa it’s okay to feel angry/sad dan kita akan selalu ada untuknya ketika ia butuh bantuan untuk mengusir rasa marahnya atau hanya sekadar untuk memeluknya ketika dia merasa sedih. Lama-kelamaan, hal ini akan membantu anak untuk mengenali berbagai jenis emosi dan juga membantu dia untuk belajar menghadapi emosi itu.

Dengan memberitahu Little Bug jauh-jauh hari sebelum papanya berangkat, sesuai perkiraan memang Little Bug menangis dan pada awalnya tidak memperbolehkan papanya untuk berangkat dinas. Setiap kali diberitahu, ia akan menangis lagi.  Suami sampai khawatir, kok diberitahu berkali-kali tetap saja menangis ya? Tapi alhamdulillah, lama-lama Little Bug mulai lebih terbuka dengan kedinasan papanya. Kami juga mengajak dia untuk mencari gambar foto pesawat yang akan digunakan, gambar peta dunia, foto-foto dari tempat tujuan papanya, melibatkannya dalam proses membereskan koper, dan menyusun rencana kegiatan yang dapat dilakukan oleh Little Bug dengan Papa sebelum hari berangkatnya tiba.

Alhamdulillah, pas hari-H, Little Bug nggak menangis sama sekali dan bisa melambaikan tangan dengan ceria dengan papanya saat sudah harus check-in. Malam harinya saat sebelum tidur malam, Little Bug tiba-tiba menangis sedih karena papanya tidak ada di rumah. Mama jadi ikut menangis (sedikit) deh karena lihat Little Bug sedih. Little Bug tiba-tiba berhenti menangis dan nanya, “Mama, kenapa menangis? Sedih ya Papa pergi?” Dan saya menjawab dengan jujur, “Iya, sayang, Mama sedih, sama seperti kamu. Mama kangen Papa juga... tapi Mama di sini  sama kamu dan adik, kita sama-sama menunggu Papa di rumah. Besok kita kirim e-mail dan foto-foto kita ke Papa ya, karena Papa juga kangen dengan kita di sana...” Little Bug menangguk mengerti dan tidak lama setelah itu langsung tertidur pulas dengan nyenyak. Alhamdulillah, I knew we made the right choice by being honest.

10 Komentar
Tunjung Sari
Tunjung Sari January 3, 2013 10:44 pm

Salam kenal Aama Arum ;)

Saya dan suami juga sejak Adam masih dalam kandungan, meniatkan nantinya membesarkan dia sebagai satu individu utuh. Yang bisa diajak "berkomunikasi" dengan baik. Makanya kami saling mengingatkan nanti kalo Adam sudah mulai mengerti kondisi keluarga, dia bisa diajak "bekerja-sama" (mengutip tulisan mama di atas)

Tapi Mam, Adam 20 bulan, setiap aku pamiti untuk bekerja, ujung²nya nangis berkepanjangan. Mungkin karna dulu saya terlalu lama mengurus dia sendiri ya (saya baru aktif bekerja lagi saat usia Adam 8 bulan) jadi terbiasa bersama saya.
Karena kasihan dengan Oma nya yang sekarang menggantikan saya, sendirian menjaga Adam, jadinya saya & suami ngumpet² deh kalo mau berangkat kerja. Gimana dong Maaaaam? ;D

Arum
Arum December 12, 2012 9:34 am

Nur Linadiyah: iya, dia punya panggilan itu sejak kecil dari papanya, dari pepatah" snug as a bug in a rug" karena waktu bayi doyan main selimut
Irene anggraeni: wah ibu & anak2 yg hebat & tegar.. salut deh!
Hary augustina: iya alhamdulillah ada Skype, jadi bisa video call hampir tiap malam, dibacain cerita sama Papanya dari sana hehehe...
Kendida: iya mba, baby pun bisa sedih, hanya mungkin pengekspresiannya belum seperti kita. Jadi memang tugas kita sebagai ortu untuk membantu anak2 mengenali perasaan sedih mereka & bersama2 deal with the sadness.. jadi mereka merasa nggak sendirian juga sedihnya, hehehe ;)

Arum
Arum December 12, 2012 9:25 am

Bunda Wiwid & Siska: makasih yaa supportnya, alhamdulillah udah 20 hari ditinggal masih ceria walaupun kalau malam masih suka bilang "aku sedih mama karena papa belum pulang..." *berkaca-kaca*

Siska Knoch
Siska Knoch December 6, 2012 6:49 am

little bug pinter! semoga 6 minggunya jadi terasa cepat ya biar bisa kangen2an lagi sama papanya. tfs mama.

sri hadzriati
sri hadzriati December 5, 2012 12:45 pm

Yep being honest is the right choice... Sama kayak Hani, setiap minggu harus pisah dengan ayahnya krna kita mmg tinggalnya beda kota. Sedih?? Of course.. Tapi, kami selalu bersikap jujur pada Hani, dan berusaha untuk selalu menepati janji. Bahkan, setiap pagi atau ketika saya harus tugas malam di rumah sakit, tidak lupa untuk pamit dan berkata " Hani, bunda pergi dulu ya nak, mau obati kakak2 dan adek2 yang sakit, Hani di rumah jadi anak manis ya sama mbak / Hani nanti bobonya sama mbak ya, insyaAllah klo bunda pulang kita main sama2 lagi :-)" + kecup sayang... Ayah : "Hani, anak cantik ayah, ayah mau kerja dulu yah, Hani sama bunda dan mbak, jafi anak yg pinter, insyaAllah hari Sabtu ayah datang lagi". Alhamdulillah, sampai saat ini tidak harus ngumpet2 klo bundanya mo berangkat kerja atau ayahnya mau keluar kota.
Sabar yah kk littlebug, nanti papanya pulang bisa main lagi sama kk :-)... Ciayooo bunda :-)